Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Komunitas Hore-Hore, Komunitas Difabel yang Suka Berpiknik dengan Hati Riang Gembira

solidernews.com – Ada puluhan kali saya berinteraksi dengan sebuah komunitas yang sebagian besar adalah difabel fisik dan  kegiatannya lebih banyak  piknik atau berwisata.  Beberapa di antaranya saya ikut bersama mereka seperti ke  Pantai Srau, camping di lereng Gunung Lawu atau sekadar piknik dengan melakukan konvoi naik kendaraan roda tiga ke hutan karet untuk masak bersama.

 

Kelompok ini tidak sembarang melakukan  wisata biasa tetapi memiliki kebermaknaan yakni memupuk rasa percaya diri, berani “show off” (dalam arti positif) yakni unjuk gigi dan membuktikan bahwa para difabel  adalah orang-orang yang bisa mengakses tempat wisata seperti pantai meski tempatnya bisa dikatakan jauh dari aksesibel.

 

Namanya Komunitas Hore-Hore. Dari namanya saja orang awam akan menilai bahwa kelompok ini dibuat untuk tujuan hanya bersenang-senang saja. Tetapi sebenarnya memiliki ideologi yang adiluhung.

 

Saya mewawancarai lewat pesan kepada  Darmanto, Ketua Komunitas Hore-Hore yang mengatakan bahwa  komunitas inklusi ini  belum berbadan hukum. Untuk sementara belum ada niatan untuk dicatatkan ke notaris.

 

Menurut Darmanto, Hore-Hore  merupakan komunintas inklusi yang anggotanya terdiri dari masyarakan umum, baik yang difabel maupun nondifabel yang menjalani kehidupan sehari-hari dengan menyenangkan, energik & penuh percaya diri.

 

Siapa yang memiliki Hore-Hore? Yang memiliki ya semua anggotanya.  Karena dalam membuat keputusan mereka  selalu berdiskusi bareng dengan semua anggota dan memutuskan pun dengan keputusan bersama. ” jadi rasa ego kita tinggalkan,”terang Darmanto.

 

Untuk semua kegiatan baik itu menilik aksesibilitas di tempat umum seperti restoran atau tempat wisata mereka murni memakai  dana sendiri. Jadi mereka  tidak mengandalkan dana dari luar atau funding dari luar.

 

Komunitas inklusi Hore-Hore  mendirikan wadah ini dengan maksud agar bisa berperan serta dalam upaya-upaya kegiatan sosial kemasyarakatan, dan  mempererat tali persaudaaraan. Adapun tujuannya agar seluruh anggota komunitas dimanapun berada selalu semangat untuk survive, mandiri dan sukses. Serta berwawasan ke depan dengan menggali potensi sumber daya manusia, mengurangi stigma sosial di masyarakat bahwa difabel itu makhluk yang kurang berdaya sehingga perlu dikasihani dan diperlakukan istimewa.

 

Meski tidak dicatatkan legalitasnya secara hukum, Komunitas Hore-Hore memiliki harapan ke depan. Seperti apa yang disampaikan oleh Darmanto bahwa selain bisa  memotivasi kepada lintas komunitas, terutama difabel agar selalu semangat untuk survive, mandiri dan sukses dan mengurangi stigma sosial  negatif di masyarakat mereka juga memberi dukungan secara nyata kepada teman-teman difabel yang masih memiliki persoalan dengan kepercayaan diri atau rasa minder untuk berbaur dengan masyarakat umum dan tidak  cenderung menarik diri.

 

Pada momen-momen tertentu mereka juga melakukan “live in” pergi menginap ke rumah anggotanya, terutama mereka yang tinggal di luar kota Surakarta. “selain menambah keakraban, tujuannya ya untuk berpiknik,” kata Darmanto. Baru-baru ini mereka menginap ke rumah seorang anggota yang sering mereka panggil Bunda Atun, di Nguter Sukoharjo. Bunda Atun dikenal sebagai seorang pekerja sosial yang bergerak di isu-isu masyarakat marjinal.

 

Aktif di Media Sosial dan Mengabadikan Momen

Komunitas Hore-Hore juga memiliki akun di media sosial Instagram dan Facebook dengan menggunakan nama yang sama dan mengkampanyekan inklusivitas. Setiap momen kegiatan wisata, mereka abadikan dengan riang gembira.

 

Baru-baru ini komunitas Hore-Hore mendapat penghargaan juara kedua dalam lomba yel-yel yang diselenggarakan oleh Tim Advokasi Difabel (TAD) Surakarta. bekerja sama dengan dinas sosial setempat. Yel-yel yang mereka bawakan bernada semangat dan menghibur sebab mengandung kata-kata humor. Saat saya bertanya bagaimana konsep yel-yel itu dibuat, lagi-lagi Darmanto menjawab jika mereka merembuk bersama mulai  dari konsep hingga latihan-latihan. Ia menampung setiap usulan sehingga tercipta rangkaian yel-yel tersebut.

 

Meski terbilang komunitas yang cair, luwes, tidak kaku, namun Hore-Hore juga terbuka untuk diajak kerja sama. Mereka juga sering dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah kota bersama dengan komunitas difabel lainnya.

 

Sekali lagi saya bertanya kepada Darmanto apakah segera berminat untuk melegalkan komunitasnya? lagi-lagi ia menjawab jika belum berpikir ke arah itu.[]

 

Reporter: Astuti

Editor     : Ajiwan

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air