Views: 3
Solidernews.com – Live in atau pengalaman langsung tinggal dan berinteraksi dengan orang-orang difabel dirasa menjadi metode yang sangat kreatif karena langsung belajar dari sumbernya. Live in memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan difabel dan mengetahui secara langsung tantangan atau hambatan yang ditemui di kehidupan sehari-hari para difabel. Tentu hal tersebut tidak hanya meningkatkan pemahaman secara intelektual, tetapi juga secara emosional dan personal.
Terobosan baru yang ‘apik’ dan efektif untuk memaparkan isu difabel telah dilakukan oleh SMA Loyola Semarang dan telah berlangsung hampir 3 tahun terakhir. Lokasi untuk memahami isu difabel berada di sekretariat Komunitas Sahabat Difabel (KSD) Semarang dengan mengirimkan siswa-siswi terpilih untuk live in bersama difabel.
Didik Sugiyanto, selaku anggota KSD menjadi salah satu narasumber yang bertugas untuk menyampaikan informasi tentang difabel secara tepat kepada pelajar SMA Loyola. Pendekatan dan komunikasi yang baik dilakukan oleh Didik sebagai seorang difabel fisik, tak hanya menarik namun juga berkesan.
“Saya senang anak-anak antusias ingin mengenal difabel, terbukti pertanyaan yang diajukan juga beragam”, ungkap Didik Sugiyanto.
Bagi peserta live in dari SMA Loyola, program ini dilakukan rutin setiap tahun dengan sistem seleksi. Bagi peserta terpilih, mereka tinggal bersama difabel di KSD Semarang. Pada tahun ini, program live in telah diselenggarakan pada bulan April lalu dan peserta tinggal di KSD selama kurang lebih 5 hari.
Dari program Live In, siswa-siswi SMA Loyola Semarang memiliki pengalaman yang berharga antara lain:
Pengalaman Seru dan Berkesan
Live in memberikan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan difabel menanyakan berbagai hal kepada difabel dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Pemahaman dan interaksi langsung membangun emosional dan personal dari siswa-siswi yang terlibat. Interaksi langsung dengan difabel dapat memperkuat kemampuan untuk merasakan dan memahami pengalaman mereka secara lebih dalam. Hal Ini dapat membantu membangun empati yang kuat dan kepedulian terhadap isu-isu yang mereka hadapi.
Memecahkan Stereotip
Peserta live in dapat melihat kehidupan difabel dari sudut pandang yang lebih mendalam dan nyata, yang membantu memecah stereotip negatif yang selama ini ada, misalnya difabel itu tidak bisa apa-apa, difabel harus dikasihani, difabel tidak bisa bekerja, dan lain sebagainya.
Peningkatan Kesadaran
Belajar dan menghabiskan waktu dengan orang-orang difabel, peserta live in dapat secara alami meningkatkan kesadaran bahwa setiap orang berpotensi menjadi difabel. Mengerti dan memahami tantangan yang dihadapi difabel, diharapkan mereka dapat menjadi agen perubahan untuk menciptakan lingkungan yang lebih inklusif di manapun mereka berada.
Komunitas Sahabat Difabel (KSD) sebagai sebuah lembaga mewadahi difabel di Semarang telah berkomitmen untuk memberikan dukungan, pembelajaran, dan lingkungan yang inklusif bagi individu difabel di Semarang. Dalam upaya untuk meningkatkan pemahaman dan empati terhadap kehidupan difabel, KSD mengizinkan para pelajar SMA Kolese Loyola Semarang menginisiasi serangkaian kegiatan yang melibatkan beberapa siswa.
Dalam kesempatan berbeda melalui wawancara via telepon, Didik Sugiyanto menjelaskan bahwa ia juga memberikan pemahaman tentang peraturan disabilitas yang sudah ada untuk bisa mengakomodir hak-hak difabel.
“Saya berharap dari mereka bisa mengenal tentang difabel dan mengetahui cara memperlakukan difabel dalam kehidupan sehari-hari, kemudian apa yang mereka alami dapat ditularkan kepada teman-teman yang lain”, tandas Didik Sugiyanto.
Sensitisasi terhadap isu-isu difabel menjadi landasan penting dalam membangun lingkungan yang lebih ramah dan mendukung bagi difabel. Dalam konteks ini, proses sensitisasi di kalangan pelajar SMA sangatlah krusial, karena masa remaja adalah waktu di mana kesadaran akan keberagaman dan empati terhadap sesama mulai tumbuh. Melalui pendekatan yang holistik dan interaktif, para pelajar dapat memahami dengan lebih baik tantangan yang dihadapi oleh individu difabel serta memperkuat komitmen mereka untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan berempati.[]
Reporter: Erfina
Editor : Ajiwan Arief