Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Jelang Pemilu 2024, Banyak Pemilih Difabel Tak Terdaftar sebagai Pemilih Kategori Disabilitas

Views: 29

Solidernews.com – Jelang pemilu 2024, sejumlah sosialisasi dan penjangkauan terus dilakukan oleh berbagai stakeholder untuk tingkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu 2024 yang tinggal hitungan hari lagi. Partisipasi pemilih yang meningkat juga diharapkan muncul dari kalangan masyarakat difabel. Namun berdasarkan hasil survey    Persepsi Pemilih Difabel dalam Pemilu 2024, menunjukkan hanya 35% difabel yang tercatat sebagai pemilih difabel. Sementara, 44,9% pemilih difabel terdata sebagai bukan difabel dan 19,4% tidak mengetahui status mereka sebagai pemilih dalam Pemilu 2024. Hal tersebut diungkapkan oleh Nur Syarif Ramadhan,  selaku Eksekutif Nasional Forum Masyarakat Pemantau untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (Formasi Disabilitas) dalam diseminasi hasil survei “Persepsi Pemilih Difabel dalam Pemilu 2024”, pada Kamis 18 Januari 2024.

 

Menurut Syarif,  jika penyediaan aksesibilitas dan pemahaman KPPS terkait layanan yang aksesibel dan pendampingan bagi difabel didasarkan pada data tersebut, kemungkinan besar tidak banyak petugas di TPS yang mengetahui keberadaan pemilih difabel di TPS dimana mereka bertugas. Sedangkan untuk bisa memberikan akomodasi yang layak bagi pemilih difabel, penyelenggara Pemilu perlu,  identifikasi kebutuhan untuk masing-masing ragam pemilih difabel.

“Artinya, proses pendataan pemilih bagi difabel belum mengakomodir kebutuhan difabel sepenuhnya. Petugas pendataan belum memahami bagaimana mengidentifikasi pemilih difabel,” sambung Syarif menyampaikan hasil temuan survei yang dilakukan secara daring dengan melibatkan sebanyak 479 responden difabel dari 31 Provinsi dengan kurun waktu Desember 2023 – 2 Januari 2024.

 

Temuan tersebut diamini Anggota KPU RI – Muhammad Afifudin yang turut hadir sebagai penanggap di Diseminasi survei. Dia menjelaskan pada tahun 2014, dirinya sempat mengusulkan agar kategori difabel dicantumkan dalam DPT. Namun, menurutnya tantangan lainnya adalah masih banyak petugas yang belum memahami terkait dengan isu dan kebutuhan difabel dalam Pemilu.

“Hanya masalahnya ada anggota petugas yang tidak menanyakan jenis difabel yang memilih, ada juga yang ketika tidak ditanya, dia juga tidak menginformasikan disabilitasnya,” lanjut Afifudin, dalam sesi tanggapan survei.

 

Afifudin mengatakan, KPU berupaya untuk memfasilitasi apa yang bisa dilakukan untuk memberikan hak difabel dalam Pemilu. Kebijakan ataupun aturan terkait hak politik difabel dengan melibatkan aktivis dan NGO dalam mendorong penyelenggaraan Pemilu yang lebih ramah bagi difabel. Termasuk setiap temuan KPU ataupun yang disampaikan ke KPU dijaga dan dipertahankan.

 

Selain soal pemilih difabel, sederet temuan lain juga mencuat di hasil survei yang diselenggarakan secara kolektif oleh Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Pusat Rehabilitasi YAKKUM (PRYAKKUM) dan FORMASI Disabilitas dengan dukungan Program INKLUSI (Kemitraan Australia – Indonesia untuk Mewujudkan Masyarakat Inklusif). Di balik berbagai upaya yang telah dilakukan, temuan survei menggambarkan betapa masih banyak ruang perbaikan yang perlu diupayakan, baik untuk Pemilu yang akan segera berlangsung di 14 Februari 2024, maupun untuk penyelenggaraan Pemilu selanjutnya.

 

Syarif menjelaskan, survei ini dilakukan dengan metode snow balling dan mendapati sangat sedikit representasi responden dari panti atau pun balai/pusat rehabilitasi. Dari 479 responden survei ini, hanya 0,6% responden dari panti/balai rehabilitasi. Menurutnya hal ini merupakan fenomena yang meresahkan. Di tengah upaya untuk mendorong panti dan balai rehabilitasi menjadi lebih menjunjung hak asasi manusia, institusi-institusi tersebut masih menjadi ruang kecil yang belum memastikan akses informasi dan edukasi yang adil bagi difabel. Kurangnya keterjangkauan informasi tersebut dapat menimbulkan banyak kemungkinan, seperti tidak terpenuhinya hak pilih difabel yang tinggal di panti, hingga kemungkinan obyek kecurangan.

“Untuk temuan ini, di rekomendasi kami sampaikan, salah satunya KPU, di sisa waktu ini, perlu melakukan upaya terukur memastikan penjangkauan bagi panti/balai rehabilitasi. Dan Bawaslu melakukan pemantauan terhadap  penyelenggaraan pemungutan suara di panti/balai rehabilitasi,” pungkas Syarif.

 

Joni Yulianto, selaku direktur SIGAB Indonesia, sekaligus mewakili aksi kolektif survei ini menjelaskan survei tersebut bukan hanya tentang angka, tapi juga membawa fakta-fakta mengenai situasi pemilih difabel dalam Pemilu 2024. Menurutnya, meski isu hak politik bagi difabel menjadi menjadi semakin menguat. Namun, permasalahan yang muncul masih jauh lebih banyak.

“Jadi, kalau kita dalam survei ini membingkai bagaimana kesiapan difabel, mestinya dibalik, bagaimana Negara memastikan hak pilih difabel,” pungkas Joni.

 

Selain itu, Joni berharap, hasil temuan survei menjadi perhatian bersama, terutama pihak terkait seperti penyelenggara Pemilu. Temuan-temuan survei menjadi keprihatinan yang perlu dijawab dalam beberapa hari kedepan mendekati Pelaksanaan pada 14 Februari 2024.

“Hasil survei ini berharap tidak hanya berhenti pada penyampaian rekomendasi, tapi juga tindak lanjut dan implementasi perbaikan penyelenggaraan Pemilu,” tutupnya.[]

 

Reporter: Sri Hartanty

Editor     : Ajiwan Arief

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air