Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Koalisi Nasional Pokja Implementasi UU Disabilitas Dorong Pemerintah Tindaklanjuti Delapan Rekomendasi CRPD

Solider.id, Yogyakarta. SEPTEMBER 2022. Konvensi Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights for Person with Disabilities (CRPD) mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Rekomendasi tersebut diluncurkan untuk perbaikan dan penguatan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia. Rekomendasi dihasilkan dari serangkaian kegiatan yang terangkum dalam rapat bersama antara Komite CRPD dengan Pemerintah Indonesia pada 15 Agustus – 6 September 2022.

Kegiatan, diawali dengan adanya pelaporan melalui initial report dari Pemerintah Indonesia. Dilengkapi dengan shadow report atau laporan bayangan dari organisasi penyandang disabilitas di Indonesia.

Menurut Koalisi Nasional Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas, terdapat berbagai catatan dalam rekomendasi tersebut. Catatan ini penting untuk ditindaklanjuti oleh Pemerintah Indonesia. Sebab, hingga saat ini belum ada tindak lanjut sama sekali.

Catatan rekomendasi yang dimaksud antara lain, pendataan. Dalam aspek pendataan, empat rekomendasi yang disampaikan dan belum ditindaklanjuti adalah: pertama, memperkuat sistem pendataan untuk memperoleh data terpilah atas penyandang disabilitas di tingkat nasional, provinsi, kota, dan kabupaten. Dengan menggunakan metodologi dan interpretasi yang seragam, termasuk Washington Group Short Set of Questions untuk sensus nasional.

Kedua, memperluas pendataan tentang penyandang disabilitas agar mencakup kategori terpilah, seperti usia, jenis kelamin, ras, etnis, identitas gender, orientasi seksual, dan status adat. Ketiga, mengembangkan program penelitian yang komprehensif untuk memfasilitasi penelitian kuantitatif dan kualitatif tentang situasi penyandang disabilitas. Dan menggalakkan penggunaan metodologi penelitian yang inklusif disabilitas. Dan keempat, memastikan semua sistem dan prosedur pendataan menghormati kerahasiaan dan privasi penyandang disabilitas.

Rekomendasi berikutnya, deinstitusionalisasi pada panti. Terkait deinstitusionalisasi (kebijakan terkait kesehatan jiwa) pada panti, terdapat empat catatan. Yakni, pertama, negara membentuk kerangka kualitas dan pengamanan yang komprehensif untuk panti sosial yang mencakup mekanisme penyelidikan, pemantauan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Termasuk sanksi hingga deinstitusionalisasi tercapai.

Kedua, memindahkan penyandang disabilitas dari panti atau institusi ke masyarakat dengan bantuan yang sesuai. Ketiga, melarang pembelengguan, pengucilan, dan semua bentuk pengekangan di semua lingkungan termasuk keluarga dan panti sosial. Dan mengembangkan serta melakukan sosialisasi bantuan berbasis masyarakat dan tanpa paksaan.

Empat, mengadopsi strategi proses deinstitusionalisasi bagi orang dewasa dan anak-anak dengan disabilitas yang tinggal di panti-panti sosial dan pemukiman, rumah sakit, rumah singgah, dan pusat rehabilitasi.

 

Perlindungan perempuan dan anak disabilitas. Poin ini menjadi rekomendasi berikutnya dari Koalisi Disabilitas. Pada aspek pelindungan perempuan dan anak disabilitas, catatannya ialah, mencabut atau mengubah perundang-undangan yang mendiskriminasikan perempuan penyandang disabilitas.

Satu di antaranya, UU No.1 Tahun 1974 tentang Pernikahan dan Peraturan Provinsi Lampung, serta No. 17 Tahun 2014 Pasal 6 ayat (3) dan (7) tentang ASI Eksklusif.

Kelembagaan. Dalam aspek kelembagaan, negara memberikan Komite Nasional Disabilitas (KND) struktur dan independensi keuangan. Serta menunjuk mekanisme pemantauan independen. Dalam hal ini, termasuk Komnas HAM dan pelibatan, serta partisipasi efektif penyandang disabilitas melalui organisasi perwakilan.

Perlindungan social. Membangun sistem bantuan berbasis masyarakat, menjadi catatan. Agar tercapai kehidupan mandiri berikut alokasi anggaran perlindungan sosial, lapangan kerja, perumahan, kesehatan, pendidikan, serta bantuan lain yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas.

“Agar mereka bisa memilih di mana dan dengan siapa mereka tinggal dan hidup secara mandiri dan berpartisipasi di masyarakat,” mengutip keterangan pers Koalisi Nasional Pokja Implementasi UU Penyandang Disabilitas, Minggu (21/5/2023).

Pendidikan inklusif. Dua catatan terkait pendidikan inklusif. Pertama, mengembangkan strategi pendidikan inklusif dengan target, linimasa, dan anggaran yang spesifik. Berikutnya, mengkoordinasikan tanggung jawab antar lembaga di tingkat nasional, provinsi, kota, dan kabupaten, mencakup semua tingkat pendidikan.

Kedua, membangun unit layanan disabilitas di semua wilayah dan di semua tingkat pendidikan, guna mewujudkan peraturan pembelajaran terakses dan metode komunikasi dan informasi alternatif. Di antaranya, akses digital inklusif, Easy Read, Braille, bahasa isyarat, alat bantu komunikasi dan teknologi alat bantu dan informasi. Serta, memastikan pengajar mendapat pelatihan bahasa isyarat dan braille, yang menyentuh hingga pedesaan dan daerah terpencil.

Rekomendasi komunikasi dan informasi inklusif. Mencakup, pertama, membuat mekanisme yang sesuai usia. Untuk memastikan akses terhadap informasi, komunikasi, alat dan teknologi bantu dan bahasa isyarat untuk anak-anak dengan disabilitas. Kedua, menerapkan langkah-langkah, melalui konsultasi erat dan keterlibatan aktif komunitas tuli. Sebagai upaya meningkatkan jumlah juru bahasa isyarat, serta memfasilitasi akses memilih juru bahasa isyarat di dalam interaksi resmi. *** [harta nining wijaya]

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air