Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Melindungi Hak Kelompok Difabel dalam Kebijakan Menyangkut Climate Change

Views: 4

Solider.id, Yogyakarta. NO One Left Behind, atau tidak seorang poun ditinggalkan. Adalah prinsip utama pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Dampak perubahan iklim (climate change) tidak merata di seluruh lapisan masyarakat. Namun, mereka yang paling membutuhkan perhatian justru  sering terlupakan. Kelompok rentan yang sering diabaikan dalam pembahasan mengenai perubahan iklim ialah difabel. Demikian tulis Nazalea Kusuma di laman https://greennetwork.id/.

Baru-baru ini, sebuah laporan mengungkapkan bahwa sebagian besar kebijakan dan komitmen terkait perubahan iklim di negara-negara dunia, tidak memperhatikan kelompok difabel.

Sebuah laporan dirilis oleh Program Penelitian Aksi Iklim Inklusif Difabel atau Disability Inclusive Climate Action Research Program (DICARP), di McGill University dan Aliansi Disabilitas Interbasional (International Disability Alliance). Laporan tersebut menyajikan analisis sistematik tentang penyertaan difabel dan hak-hak mereka, dalam komitmen dan kebijakan iklim. Laporan berfokus pada negara-negara di bawah Perjanjian Paris, terutama yang telah menandatangani Konvensi PBB tentang Hak Difabel (UNCRPD).

Kelompok difabel merasakan dampak perubahan iklim yang lebih berbahaya. Antara hidup dan mati. Mereka juga berisiko semakin terkucilkan dari masyarakat dalam menghadapi transformasi besar-besaran, menuju pembangunan keberlanjutan. Jika, perencanaan bahkan kebijakan tidak memperhitungkan keberadaan mereka.

Laporan Status tersebut menguraikan kewajiban negara untuk mempertimbangkan, menginformasikan, serta melibatkan kelompok difabel. Dalam kebijakan iklim dan peta jalan pembangunan berkelanjutan. Pemerintah juga harus mengembangkan, menerapkan, dan mendukung kebutuhan mereka untuk mencegah dan meminimalkan dampak buruk perubahan iklim.

 

Tertinggal

“Kami jelas membutuhkan lebih banyak penelitian dan dialog, untuk membawa kelompok difabel dan hak-hak mereka, ke garis depan pembahasan seputar perubahan iklim,” kata Sébastien Jodoin, direktur DICARP dan Ketua Riset Kanada untuk Hak Asasi Manusia dan Lingkungan, dalam episode podcast What on Eart.

Dia menambahkan, “Kenyataannya adalah bahwa ableisme masih sangat mengakar di masyarakat.”

Klaim tersebut terbukti dalam laporan. Saat ini, hanya 35 dari 192 negara bagian di bawah Perjanjian Paris yang menyertakan kelompok difabel dalam Kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau Nationally Determined Contributions (NDC) mereka. Selain itu, dalam kebijakan adaptasi iklim, hanya 45 negara yang memperhitungkan kelompok difabel, orang dengan kondisi kesehatan tertentu atau penyakit kronis.

 

Masa depan inklusif

Laporan tersebut merekomendasikan delapan poin tindakan yang harus diambil oleh pemerintah negara-negara di dunia untuk melindungi hak-hak kelompok difabel.

Pertama, memastikan partisipasi kelompok difabel yang sungguh-sungguh. Kedua, difabel terinformasi dan efektif dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan menyangkut iklim. Tiga, pemerintah negara-negara dunia mengadopsi dan menerapkan kebijakan mitigasi. Empat, perubahan iklim inklusif difabel memungkinkan kelompok difabel berkontribusi, mendapat manfaat dari upaya untuk mendekarbonisasi masyarakat.

Lima, setiap orang memiliki peran penting dalam kolaborasi untuk mencapai masa depan yang berkelanjutan. Termasuk kelompok difabel. Enam, Inklusi dimulai dengan perencanaan. Tujuh, DICARP mempresentasikan penelitian pada COP27. Serta terakhir atau delapan, dilaksanakannya Konferensi Perubahan Iklim PBB di Mesir pada November 2022.[]

 

Penulis: Harta Nining

Editor   : Ajiwan

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content