Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Kerentanan Perempuan Difabel Alami Depresi Pasca Melahirkan

Views: 24

Solidernews.com – Budaya patriarki merupakan sebuah system sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan dalam berbagai aspek seperti kepemimpinan politik, otoritas moral, hak social dan lain sebagainya (Soman,2009).

 

Sistem patriaki menjadikan laki-laki memiliki hak Istimewa terhadap perempuan. Dominasi mereka tidak hanya mencakup ranah personal, melainkan ranah yang lebih luas. Ranah personal ini menjadi akar munculnya berbagai kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Atas hak Istimewa ini, laki-laki rentan mengeksploitasi Perempuan.

 

Definisi Kelompok Rentan

Menurut United Nation, “Kelompok rentan” merujuk kepada kelompok-kelompok individu atau komunitas yang memiliki risiko tinggi mengalami kerentanan sosial, ekonomi, atau kesehatan. Dalam penjelasan Pasal 5 Ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 disebutkan, yang masuk dalam kategori kelompok rentan antara lain orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskin, wanita hamil, dan difabel.

 

Kelompok Rentan Difabel Perempuan

Berdasarkan dari penjelasan pasal tersebut difabel perempuan memiliki kerentanan berlapis karena mereka memiliki 2 identitas rentan yaitu perempuan dan difabel. Apabila perempuan tersebut masih anak-anak maka dia akan mengalami 3 lapis kerentanan karena identitasnya adalah difabel, perempuan dan masih anak-anak.

Peran budaya patriarki terhadap meningkatnya risiko ibu mengalami depresi paska melahirkan

Dilansir dari Aladokter, Postpartum depression adalah depresi yang terjadi setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena ketidakseimbangan zat kimia di otak dan biasanya dialami oleh ibu setelah melahirkan. Postpartum Depression membuat penderitanya merasa putus harapan, merasa tidak dapat menjadi ibu yang baik, sampai tidak mau mengurus anak. Postpartum Depression dapat terjadi selama 3-6 bulan atau lebih setelah bayi lahir.

 

Depresi paska melahirkan termasuk ragam difabel sesuai dengan Pasal 4 ayat 2 UU No 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas yang menyebutkan Ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialami secara Tunggal, ganda atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan “dalam jangka waktu lama” adalah jangka waktu paling singkat 6 (enam) bulan dan / atau bersifat permanen. Berdasarkan UU tersebut, kondisi depresi pasca melahirkan dapat menjadi kedifabelan apabila kondisi tersebut berlangsung setidaknya 6 bulan (disabilitas sementera).

 

Di beberapa kasus perempuan, depresi pasca melahirkan terjadi pada 10% perempuan yang telah melahirkan yang sebelumnya belum pernah memiliki Riwayat difabel mental. Dengan kata lain, perempuan yang sebelumnya non difabel dapat menjadi orang baru dengan kondisi difabel pada saat melahirkan bayi. Sedangkan bagi perempuan yang pernah mengalami riwayat kondisi difabel dari berbagai jenis difabel yang berbeda memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi pasca melahirkan menjadi lebih meningkat. Dalam penelitian yang dilakukan Booth pada tahun 2021 menyatakan bahwa 37.4% perempuan difabel memiliki kondisi depresi paska melahirkan. Kondisi tersebut 8.79% lebih tinggi dibandingkan perempuan non difabel. Dari hasil penelitian ini, kita dapat melihat bahwa perempuan non difabel dapat menjadi orang baru yang mengalami kondisi difabel, sedangkan bagi yang sudah mengalami difabel ia akan berpotensi menjadi orang dengan kondisi difabel ganda atau bahkan multi.

 

Agar risiko perempuan terkena depresi paska melahirkan berkurang, peran keluarga terutama suami menjadi faktor penting. Sayangnya karena budaya patriarki yang masih kental di Indonesia, salah satu dampak dari budaya yang masih kental tersebut adalah tanggung jawab merawat bayi yang biasanya dilimpahkan seluruhnya kepada ibu. Budaya patriarki tidak mengharuskan suami memberi dukungan terhadap kerja-kerja yang menjadi domain istri. Hal ini menjadi faktor meningkatnya resiko depresi pasca melahirkan karena kurangnya dukungan suami terhadap  hal yang merupakan pekerjaan yang menurut budaya tersebut diperuntukkan untuk istri saja. Tidak hanya dukungan suami, dukungan dari keluarga terdekat seperti orang tua dan mertua menjadi penting untuk menjaga kondisi mental ibu yang baru melahirkan. Dengan kurangnya dukungan dari suami dan  orang sekitarnya yang diakibatkan budaya patriarki, risiko ibu mengalami depresi paska melahirkan anak meningkat.

 

Konsekuensi terburuk dari adanya depresi paska melahirkan adalah keselamatan nyawa anak yang menjadi terancam. Penulis akan mengambil salah satu kasus dimana ibu tersebut membunuh bayi atau bunuh diri karena depresi pasca melahirkan yang tidak ditangani dengan baik. Kasus tersebut terjadi pada tanggal 1 Februari 2024 di Kabupaten Sumbawa, NTB. Seorang ibu berusia 21 tahun menghabisi nyawa bayi perempuannya yang berusia 9 bulan. Aksi pelaku dilakukan dengan membuang bayi ke Sungai Molong, Desa Emang Lestari, Kecamatan Lunyuk. Korban ditemukan mengapung sekitar 40 meter dari tempat kejadian perkara.

 

Motif ibu tega menghabisi bayinya bermula ketika pelaku cekcok dengan ibu mertua, pelaku pergi mengendarai motor ke TKP. Dari hasil visum ada luka dileher sebelah kiri dan pergelangan tangan kiri. Di duga pelaku menyanyat leher dan pergelangan tangan menggunakan cutter. Selain cekcok dengan ibu mertua, pelaku juga kesal lantaran perkembangan anaknya lambat tak seperti yang lain. Setelah di lakukan pemeriksaan pelaku sendiri pernah mengalami depresi sebelum menikah.

 

Dari kasus diatas, kita dapat belajar bahwa budaya patriaki masih mandarah daging di Indonesia, dalam kasus ini ayahnya sama sekali tidak membantu pekerjaan ibu tersebut. Ditambah lagi dengan tidak adanya suami yang berperan menjadi penengah saat percekcokan antara istri dan mertua terjadi memperburuk kondisi psikis ibu yang sedang merawat anak. Ditambah lagi adanya riwayat gangguan mental yang pernah dialami istri dalam kasus tersebut memperbesar kemungkinan istri tersebut untuk terkena gangguan depresi paska melahirkan.

 

Hal hal yang harus dilakukan

Proses melahirkan tentunya suatu yang terasa melelahkan. Agar terhindar dari depresi paska melahirkan. Seorang ibu perlu istirahat yang cukup, dengan Kerjasama dengan suami ibu akan mendapatkan kondisi yang cukup untuk istirahat. Kurang istirahat dapat menyebabkan depresi lebih meningkat.

 

Untuk mencegah depresi paska melahirkan, ibu perlu meluangkan waktu untuk pergi keluar rumah yaitu me time atau bertemu dengan teman. Hal ini dapat mengurangi kelelahan dan diharapkan ketika Kembali mengurus bayi, ibu memiliki tenaga yang cukup untuk Kembali mengurus anak.

 

Bayi bukanlah tanggungjawab seorang ibu saja, peran ayah menjadi penting untuk tumbuh kembang bayi. Apabila merasa kelelahan bisa meminta bantuan terhadap suami atau orang tua. Peran keluarga menjadi penting untuk terhindar dari baby blues. Keluarga menjadi salah satu factor ibu mengalami baby blues karena hubungan yang kurang baik dengan suami atau orang tua. Setelah baby blues yang tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan ibu menjadi depresi pasca melahirkan.

 

Indikasi yang mungkin terjadi ketika ibu mengalami depresi pasca melahirkan yaitu  merasa kelelahan secara terus menerus, sering menangis dan lekas marah yang merupakan indikasi depresi paska melahirkan. Perlu menghubugni bantuan ahli untuk mengatasi hal tersebut. Banyak ibu mengalami depresi masca melahirkan karena kurang memahami gejalanya. Gejala depresi paska melahirkan antara lain kehilangan nafsu makan, menangis, merasa kewalahan, sulit tidur serta mengalami perubahan suasana hati secara tiba-tiba. Segera hubungi ahli jika mengalami hal tersebut.

 

Ibu dengan difabel akan rentan mengalami tekanan berat akibat melahirkan hingga mengakibatkan depresi pasca melahirkan. Hal ini karena berbagai hambatan ibu dengan difabel akan kondisi fisik ataupun mentalnya. Perlunya memahami gejala depresi pasca melahirkan dan kerja sama dengan pasangan agar meminmalisir hal tersebut.

 

Kita sudah hidup di dunia modern, dimana perempuan dan laki-laki mempunyai derajat yang sama. Tidak ada yang tinggi antara satu sama lain. Anak dilahirkan untuk mendapatkan kasih sayang utuh dari orang tua, bukan dari keluarga yang masih kental dengan budaya patriaki yang akan menghambat kasih sayang utuh antar orang tua.[]

 

Penulis: Emsa

Editor     : Ajiwan

 

Daftar Pustaka

Jurnal

Booth, E. J., Kitsantas, P., Min, H., & Pollack, A. Z. (2021). Stressful life events and postpartum depressive symptoms among women with disabilities. Women’s health (London, England)17, 17455065211066186. https://doi.org/10.1177/17455065211066186

Soman, U. (2009). Patriarchy: Theoretical Postulates and Empirical Findings. Sociological Bulletin, 58(2), 253–272. http://www.jstor.org/stable/23620688

Web

https://www.alodokter.com/postpartum-depression

https://www.nuansantb.id/2024/02/cekcok-dengan-ibu-kandung-seorang-wanita-di-lunyuk-tega-bunuh-anaknya/

https://archive.unescwa.org/vulnerable-groups#:~:text=A%20vulnerable%20group%20is%20a,areas%20targeted%20by%20a%20project.

https://peraturan.bpk.go.id/Details/45361/uu-no-39-tahun-1999

https://peraturan.bpk.go.id/Details/37251/uu-no-8-tahun-2016

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content