Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Gali Potensi Difabel; Menuju Sosok Berdaya dan Diakui Masyarakat

Gali Pot

Solidernews.com – Setelah pemerintah Jokowi meresmikan UU. No. 8 Tahun 2016 tentang kesetaraan hak disabilitas, sudah barang tentu itu merupakan awal dari perjuangan estafet baru bagi difabel. Dengan adanya payung hukum tersebut, aspirasi, keahlian, dan minat bakat kerja difabel dapat disalurkan dengan lebih baik.  Sehingga daya juang dan tingkat mandiri difabel dapat terus meningkat.

 

Menyikapi hasil riset terbaru yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik) yang mengkaji tentang Generasi muda dalam hal ini Gen Z yang berusia dari 15 tahun sampai 23 tahun, menyatakan golongan ini sebanyak 10 juta mengalami tingkat pengangguran yang masif. Mulai dari yang tidak berkerja, putus sekolah, dan terlibat kegiatan unfaedah yang bisa kita lihat di media sosial, banyak menjangkiti generasi ini.

 

Lantas dengan fenomena tersebut bagaimana dengan kondisi difabel? Tentu ini juga menjadi fakta sulit yang harus diterima. Karena difabel Gen Z juga tengah mengalami proses yang tidak mudah untuk menggapai kemandirian. Karena mereka masih terus menghadapi diskriminasi, pelemahan, dan minimnya serapan kerja yang bisa diikuti. Ditambah dengan keadaan pengangguran Gen Z yang disebabkan oleh minimnya lapangan kerja dan gemarnya golongan ini rebahan di kasur, menjadi ancaman nyata bagi difabel.

 

Berdikari Tetap Bisa Digapai Difabel

Berbicara konteks berdikari, tentunya akan lekat dengan upaya yang mampu dan berdiri di kaki sendiri untuk memenuhi kebutuhan akan sesuatu. Mulai soal bersosial, meraih pendidikan, dan memperjuangkan kesejahteraan sosial, menjadi beberapa aspek yang dapat dijalani secara mandiri.

 

Bila lebih spesifik difabel yang berdikari, apalagi difabel muda tentu harusnya sudah menjadi keinginan yang selayaknya itu dimiliki setiap individu, untuk memiliki daya upaya berdiri di kaki sendiri tanpa menyusahkan orang lain secara berlebih. Namun, agaknya ini memerlukan gebrakan mental yang tidak sederhana. Harus mau mencoba mandiri, jangan takut dengan lingkungan luar, bangun mind side kokoh untuk mandiri, dan peningkatan kompetensi, menjadi indikator untuk menggapai taraf berdikari.

 

Bukan tidak mungkin bila difabel itu bisa berdikarri. Tapi konsekuensinya tidak mudah memang. Harus membangun kepercayaan diri, keluarga, dan masyarakat bahwa kita bisa mandiri. Selain itu, hilangkan pemikiran lemah di benak, contoh: “Aku ini difabel netra. Pasti ndak ada lagi peluang kemapanan,” hal itu harus dihindari. Hal lain yang diperlukan adalah kemantapan hati untuk berdikari. Keluar dari zona nyaman, intuisi untuk berani mencoba hal baru, dan peningkatan kualitas emosional quality dan intelegent quality harus diupayakan selalu. Bisa lewat kursus, seminar, baca buku, berorganisasi, dan bermasyarakat dengan lebih baik.

 

Membangun Jiwa Kesatria

Sebagai difabel netra yang saya alami di tahun 2020 tepat pada usia dewasa, tentunya saya juga mengalami yang namanya krisis mental. Minder, takut keluar, dan mudah terdistraksi oleh cibiran orang menjadi kondisi awal mentalitas saya. Makan ndak nafsu, jarang keluar rumah, diri tidak terawat, dan pikiran dan jiwa selalu di isi oleh keraguan.

 

Tetapi memasuki tahun ke-dua, saya berpikir kalau kondisi ini tidak bisa terus saya jajagi. Hidup terus berjalan, masak saya harus berada di zona terpuruk terus. Selain itu, saya berpikir mau menyerah saya tetap difabel. Bila berjuang pun saya juga seorang difabel. Jadi, terpantiklah diri ini untuk kembali bangkit. Saya harus kembali berjuang menantang takdir. Maka dari itu, saya mencari network untuk membantu recovery mentalitas dan pikiran saya. Akhirnya saya di 2021 berkesempatan bertemu dengan Yayasan Mitra Netra, Jakarta.

 

Di Mitra Netra saya berkenalan dengan Arya Indrawati. Sesosok perempuan difabel yang sangat berperan pada awal perjuangan saya. Saat itu, beliau membantu saya untuk keluar dari pikiran yang masih terjerat pada keterpurukan. Mental pun juga begitu. Dengan telaten beliau membenahi mental saya dalam sesi konseling yang saya lakukan sebanyak 3 kali. Karena diberi dorongan, motivasi, dan dibantu membangun keyakinan, akhirnya saya kembali bangkit untuk berjuang.

“Wachid, Saya yakin dengan kemampuan kamu, bahwa kelak kamu akan jadi orang besar. Maka dari itu saya tunggu kabar dari kamu beberapa tahun kedepan. Buktikan kamu sudah berbeda dengan Wachid di hari ini,” itulah kalimat terakhir yang menyalakan bara semangat dalam diri saya. Sehingga saya yakin dengan kemampuan saya, diri ini bisa melakukan hal-hal besar. Sebagaimana para kesatria yang selalu dikenang oleh masyarakat.

 

Tingkatkan Potensi, Keahlian, dan Skill yang sesuai pada pribadi

Setelah berbincang dengan Arya Indrawati, saya langsung membangun kemampuan pribadi dengan mengikuti berbagai kursus. Hal tersebut saya jalani sebab untuk meningkatkan kemandirian, poin keahlian dan skill menjadi nilai wajib pada seorang difabel. Kursus komputer bicara, mempelajari Braille, belajar scan buku dengan mesin scanner, melatih seni menulis, mulai berani aktif di organisasi kampus, dan sebagainya menjadi titik balik awal hidup saya.

 

Selain itu, saya juga pernah mengikuti kelas digital content writing yang di inisiasi oleh SUARISE Indonesia dan Yayasan Mitra Netra yang disuport langsung oleh ILO (International Labour Organization). Untuk menambah wawasan saya secara personal di dunia profesional kerja, sekaligus teknik marketing di digital platform. Karena saat mengikuti training tersebut, peserta harus melewati serangkaian tes—menguasai teknik 10 jari—penguasaan screen reader—juga penguasaan di microsoft office dan penggunaan internet. Selain itu, serangkaian tes wawancara juga dilakukan untuk penilaian.

 

Dengan berbagai pengalaman saya di atas, kini saya dapat menempuh studi S1 dengan baik. Selain itu, saya juga memiliki perkerjaan sebagai guru ekstrakulikuler di MTS 2 Sleman, menjadi penulis di media masa, dan sebagai seniman musik religi yaitu Hadrah. Dari kemampuan itu memberikan saya kesempatan untuk hidup lebih mandiri, tidak merepotkan orang tua, dan memiliki jiwa yang berdikari dengan upaya saya sendiri. Kehidupan saya dapat dijalani dengan lebih nikmat dan penuh proses yang selalu membawa ke arah positif.[]

 

Penulis: Wachid Hamdan

Editor    : Ajiwan

 

ensi Difabel; Menuju Sosok Berdaya dan Diakui Masyarakat

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air