Views: 108
Solidernews.com – Kalian pernah naik Bus Rapid Transit atau Bus Raya Terpadu (BRT) Trans Jateng Jurusan Solo-Wonigiri atau sebaliknya Wonogiri-Solo? Coba deh sekali-sekali kalian menaikinya. Moda transportasi darat yang menghubungkan Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Wonogiri ini diluncurkan sekitar satu tahun lalu. Semenjak ada armada tersebut, antusiasme masyarakat lumayan bagus. Ditunjukkan dengan kapasitas penumpang yang nyaris selalu penuh. Selama tiga hari dalam satu Minggu, solidernews mencoba mengaksesnya untuk sebuah acara pulang dan pergi (PP). Selain bisa berhemat karena harganya jauh lebih murah dibandingkan naik bus reguler yang bertarif antara 20-25 ribu. Untuk sekali jalan, naik Trans Jateng dikenakan biaya hanya 4000 rupiah dan 2000 rupiah khusus pelajar, veteran dan buruh. Saking dianggap murahnya tiket bus ini, beberapa waktu lalu media memberitahukan tentang permintaan dari pengelola/dinas terkait agar harga tiket dinaikkan dari 4000 menjadi 8000 rupiah. Perjalanan BRT Trans Jateng bisa dimulai di Terminal Tirtonadi Solo dan berakhir di Terminal Wonogiri Kota atau sebaliknya dengan waktu pukul 05.00 dan perjalanan terakhir pukul 18.30 WIB.Bus ini melintas di setiap 15-20 menit sekali.
Bus BRT Trans Jateng dilengkapi dengan berbagai fasilitas antara lain AC yang dingin, voice atau suara di setiap pemberhentian/halte yang hendak dituju dan tulisan yang tertera jelas berwarna merah menyala berupa teks berjalan. Ada kursi prioritas yang diperuntukkan bagi penumpang kelompok rentan : lansia, difabel, anak-anak dan ibu hamil.
Di beberapa armada (artinya tidak semua armada menyediakan) juga dilengkapi dengan space atau tempat untuk pengguna berkursi roda. Jadi kursi rodanya tidak harus dilipat. Ada pintu tersendiri di belakang untuk masuk penumpang berkursi roda. Namun tempat ini seringnya dipakai untuk penumpang berdiri. Tempat yang terletak paling belakang ini butuh dua jejak langkah turun tangga. Jika situasi ramai penumpang dan tidak ada penumpang berkursi roda yang mengaksesnya, space ini bisa ditempati 5-6 penumpang.
Kemudahan lainnya, bagi kalian yang tidak memiliki kartu e-money untuk bayar nontunai, ada seorang petugas yang mau menerima pembayaran tunai. Menurut pengamatan solidernews, masih banyak penumpang yang memilih bayar tunai. Nah, petugas inilah yang diharapkan bisa menolongmu untuk mencarikan tempat duduk. Sangat membantu jika misalnya difabel netra hendak mengakses bus ini. Atau kelompok yang tergolong rentan seperti tertulis tadi, sebab lantai bus lumayan tinggi dari badan jalan jadi cukup riskan dan berbahaya jika meleset sedikit saja pijakan kaki kita. Petugas ini pula yang akan mengatur di mana penumpang laki-laki boleh duduk, karena tempatnya di bagian depan. Ada semacam ‘pembatas’ yakni pintu masuk, lalu sebelah kiri. Sedangkan penumpang perempuan di bagian depan belakang atau pintu masuk lantas ke kanan. Boleh dibilang bus ini sudah ramah gender. Sebagai penumpang laki-laki jangan sekali-sekali mencoba duduk di tempat yang bukan tempat kamu. Kamu pasti segera dihampiri petugas dan mendapat peringatan agar berpindah tempat.
Untuk akses halte, di setiap pemberhentian disediakan tiang pancang lengkap dengan papan penanda. Jadi visibilitasnya jelas terlihat, kecuali penanda itu kebetulan terletak di dekat pohon besar dan ada ranting dan daun menutupinya. Bagi difabel netra, untuk membantu pengemudi atau petugas mengenali kamu, kamu boleh membawa tongkat putih di tangan sebagai penanda. Karena kedatangan bus tersebut tidak ada penandanya jadi secara manual mengandalkan suara pengemudi dan petugas/kondektur bus yang akan menyapamu. Yang perlu diingat adalah di tempat mana saja bus Trans Jateng ini memiliki titik-titik halte. Kalau kalian punya aplikasi Teman Bus. Aplikasi ini memiliki banyak informasi tentang itu.
Akses Setengah Hati : Butuh Sepasang Tangan yang Kuat Bagi Penumpang yang Berdiri
Ini dia satu hambatan saat difabel atau para kelompok rentan lainnya mengakses Trans Jateng ini yakni dengan cara menghindari jadi penumpang berdiri. Sebab penampakan bus yang ukuran lebarnya lebih kecil dari Bus Trans Batik Solo ini menjadikan penumpang yang tidak mendapatkan kursi lalu berdiri, tangannya harus bergantungan. Tekanannya sungguh besar ketika bus menikung. Benar-benar dibutuhkan sepasang tangan yang kuat sebab ketika bus masuk ke wilayah Wonogiri, ada beberapa kontur jalan berkelok yang menikung, sekalipun jalan raya ini beraspal halus.
Solidernews pernah melakukan perjalanan dan bertemu penumpang seorang ibu yang membawa tiga anaknya. Anak pertama autis dan bersekolah di SMP LB, anak kedua bersekolah di SD Negeri dan anak ketiga ADHD dan speed delay, Si Ibu mengaku berlangganan sejak bus ini diluncurkan. Ia tidak memiliki kesulitan sebab selama ini anaknya yang autis bisa menikmati perjalanan dan tidak merepotkan. Beberapa Minggu sekali mereka mengakses bus itu untuk pergi ke rumah kakek dan nenek. Saat mereka turun dari bus, petugas dengan sigap membantu.[]
Reporter: Puji Astuti
Editor : Ajiwan Arief