Views: 11
Solidernews.com – Pelibatan difabel secara penuh dan bermakna dalam isu perubahan iklim adalah penting. Hal itu bisa dimulai dengan cara mengubah cara pandang tentang ableisme dan patriarki terhadap difabel. Difabel adalah kelompok rentan yang paling berdampak terhadap perubahan iklim, maka mereka harus bisa terlibat secara aktif dalam perencanaan kebijakan dan realisasinya.
Interseksionalitas pada disabilitas melihat bahwa di kelompok ini terdapat ragam identitas yang mengalami kerentanan berlapis sehingga semakin sulit mendapatkan pekerjaan akses, dan rentan mengalami diskriminasi, stigma serta penindasan. Sehingga penting untuk memberikan akses kepada difabel untuk menyampaikan dan menyuarakan pengalaman dan situasi secara langsung. Maka kemudian lahir istilah Eco-ableisne yakni diskriminasi terhadap difabel yang terjadi dalam aktivisme lingkungan hidup.
Berlatar belakang itulah Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) didukung DRF/DRAF menyelenggarakan Konvening dengan tema “Aksi Perubahan Iklim Yang Adil dan Inklusif” pada 14-16 Nopember 2023.
Konvening merupakan Dialog Gerakan Disabilitas dan Gerakan Lingkungan di Indonesia sebagai upaya mewujudkan resepon yang lebih positif terhadap perubahan iklim.
Konvening adalah perjumpaan individu dan representasi organisasi gerakan untuk berdialog, berinteraksi dan saling berbagi cara pandang masing-masing.
Ketika terjadi titik pijak yang sama dalam rangka membangun kesepakatan dan untuk memperjuangkan isu strategis yang sama maka diharapkan akan tercapai sebuah tujuan untuk mengenalkan cara pandangan, pengetahuan, bahkan lebih jauh lagi.
Saras, salah seorang peserta menyatakan pemerintah memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan mensosialisasikan hak-hak difabel sesuai dengan perjanjian internasional seperti konvensi Hak- Hak penyandang Disabilitas (UN-CRPD), dan diharapkan difabel juga kooperatif di dalam isu-isu perubahan iklim di daerahnya masing masing dengan melakukan. Berbagai hal antara lain pencegahan dengan mitigasi dan adaptif terkait perubahan iklim ekstrim.
Kedua adalah melakukan komunikasi/jejaring dengan penggerak pelestarian lingkungan di daerahnya serta melakukan pendataan terkait dengan hambatannya, daerah risiko dll.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan