Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

sekitar 20 orang duduk berhadapan di dalam ruangan hotel dan terdapat sebuah monitor yang bertuliskan pertemuan validasi

KemenPPPA melalui SPHPN 2024 Ungkap Kerentanan Perempuan Difabel terhadap Kekerasan

Views: 4

Solidernews.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama  United Nations Population Fund (UNFPA)  dan Lembaga Demografi FEB UI menyelenggarakan Pertemuan Validasi Hasil Analisis Mendalam Konsultatif dengan Pemangku Kepentingan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 pada 4 November 2025. Pertemuan yang diselenggarakan di Jakarta ini menjadi langkah penting untuk memastikan hasil analisis mendalam SPHPN 2024 akurat, inklusif, dan dapat menjadi dasar kebijakan perlindungan perempuan, khususnya perempuan difabel.

SPHPN 2024 merupakan survei nasional ketiga yang dilakukan Kemen PPPA untuk mengukur prevalensi dan bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di Indonesia, termasuk praktik berbahaya seperti Perlukaan/Pemotongan Genitalia Perempuan (P2GP).

Survei ini menjangkau 14.240 rumah tangga di 1.424 blok sensus dan menghasilkan data penting yang mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), terutama tujuan 5 tentang kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Salah satu temuan penting dari analisis mendalam SPHPN 2024 adalah tingginya kerentanan perempuan difabel terhadap kekerasan, baik fisik, seksual, maupun psikologis. Dalam sesi pembahasan, Komisioner Komisi Nasional Disabilitas (KND) Dante Rigmalia menekankan bahwa perempuan difabel dalam sepanjang siklus kehidupannya mengalami berbagai lapisan kerentanan, termasuk rentan menjadi korban tindak kekerasan. Pelibatan bermakna kelompok difabel dalam riset yang dilakukan sangat penting, serta riset terkait dengan kekerasan yang dihadap perempuan difabel  belum banyak dilakukan, sehingga KND mendorong agar akademisi melakukan riset dalam bidang ini. Hal lain yang disampaikan oleh Dante Rigmalia adalah tentang terminologi Penyandang Disabilitas  (red_difabel) perlu merujuk kepada UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Poin-poin yang disampaikan ditanggapi secara serius oleh tim riset mitra Kementerian PPPA.

Simak juga ..  KND Nilai Peraturan Pemerintah Kian Harmonis dengan UU 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

KND juga menyoroti pentingnya penguatan sistem pelaporan, pemantauan, serta layanan rehabilitasi yang ramah bagi difabel. Pemerintah perlu memastikan adanya petugas dan fasilitas yang mampu berkomunikasi dengan difabel, termasuk difabel rungu, intelektual, maupun mental.

Selain itu, Kementerian Kesehatan menambahkan bahwa hambatan sosial budaya dan belum meratanya fasilitas kesehatan turut memperburuk kondisi korban kekerasan. Upaya penguatan jejaring layanan dan penambahan tenaga psikolog klinis serta fisioterapis di puskesmas diharapkan dapat memperluas akses bagi perempuan, termasuk yang memiliki kedifabelan.

Melalui proses validasi ini, Kemen PPPA menegaskan komitmennya untuk menghadirkan kebijakan yang lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan difabel dan memastikan hasil SPHPN 2024 menjadi dasar penguatan sistem perlindungan yang inklusif, adil, dan berbasis bukti untuk mengakhiri segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.[]

 

Reporter: Ramadhany Rahmi

Editor      : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

berlangganan solidernews.com

Tidak ingin ketinggalan berita atau informasi seputar isu difabel. Ikuti update terkini melalui aplikasi saluran Whatsapp yang anda miliki. 

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content