Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Gambar ini berisi tiga orang di latar belakang yang sedang menggunakan bahasa isyarat. Di bagian depan, terdapat ilustrasi tangan-tangan dengan berbagai warna kulit yang juga membentuk gerakan bahasa isyarat. Di tengah gambar terdapat tulisan "SELAMAT HARI BAHASA ISYARAT INTERNATIONAL 2025".

Difabel Tuli Bersuara: Bahasa Isyarat, Jembatan Hak Asasi yang Perlu Perjuangan Advokasi dan Komitmen Nyata

Views: 67

Solidernews.com – Peringatan Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025 mengusung tema “No Human Rights Without Sign Language Rights” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Tidak Ada Hak Asasi Manusia Tanpa Hak Bahasa Isyarat”. Tema ini menjadi ajakan bagi pemerintah, institusi pendidikan, media, serta masyarakat umum untuk lebih menyadari betapa pentingnya penggunaan dan pengakuan bahasa isyarat dalam kehidupan sehari-hari. Menurut data Federasi Tuli Dunia (WFD), terdapat sekitar 72 juta difabel tuli di seluruh dunia yang berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dengan berbagai ragamnya.

 

Memaknai Hari Bahasa Isyarat Internasional 2025

Tanpa pengakuan dan penggunaan bahasa isyarat, akses terhadap pendidikan, kesehatan, keadilan, dan layanan publik menjadi terbatas. Dalam konteks hak asasi manusia, kemampuan berkomunikasi adalah dasar agar seseorang bisa mengetahui haknya, menuntut haknya, dan ikut serta dalam proses sosial-politik secara penuh.

“Makna dari peringatan hari bahasa isyarat itu sebagai bentuk advokasi  untuk menghargai dan melestarikan bahasa isyarat dan juga memperkenalkan budaya Tuli ke khalayak umum supaya lebih banyak lagi orang yang paham dan sadar pentingnya Bahasa Isyarat. Peringatan Hari bahasa isyarat juga sebagai bentuk kampanye Tuli dalam menuntut hak-hak mereka agar terpenuhi,” jelas Madam.

Melengkapi pernyataan diatas, Adhi seorang difabel tuli, JBI internasional dari (PLJ), sekaligus konsultan linguistik bahasa isyarat di Pijar Foundation menegaskan momen Hari Bahasa Isyarat Internasional merupakan momen penting bagi perjuangan dan pemenuhan hak difabel tuli. “Bahasa isyarat itu bukan sekadar eksis saja, tetapi sebagai salah satu hak asasi manusia bagi masyarakat tuli. Kesadaran masyarakat atas itu masih belum merata. Jadi kita perlu lebih banyak koneksi dan bersama untuk mengadvokasi terkait pentingnya bahasa isyarat”.

“Dari semangat hari bahasa isyarat internasional 2025, kita perlu lebih aware dengan keberadaan teman-teman Tuli. Baik orang tua, lingkungan keluarga, masyarakat, pemerintah. Jangan sampai kita abai terhadap hak mereka yang menjadi tanggung jawab kita bersama karena tujuannya memang sama, yaitu menjadikan negara yang lebih inklusif dan berdaya,” jelas Adhi saat dihubungi via telepon, 25 September 2025.

Simak juga ..  Perayaan Hari Bahasa Isyarat di Makassar: Jadikan Keberagaman Sebagai Kekuatan

 

Tonggak Keberdayaan Yang Harus Diperjuangkan

Legalitas hukum yang kita tahu bahwa Pemerintah meratifikasi konvensi hak-hak disabilitas pada 2011 dan memiliki Undang-undang No. 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Artinya komitmen pemerintah terhadap difabel sudah jelas. Jadi agenda apapun yang pemerintah lakukan, harus melibatkan teman-teman difabel, termasuk teman-teman Tuli berikut amanat terkait pemenuhan hak dan partisipasinya.

“memenuhi hak-hak disabilitas merupakan kewajiban pemerintah yang harus dijalani bersama-sama agar semua masyarakat Indonesia dapat merasakan kesetaraan,” ungkap Adhi.

Bahasa isyarat tidak hanya dipakai difabel tuli. Teman-teman deaf blind (Difabel netra-tuli), juga menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi. Di mana dari bahasa isyarat yang sudah ada, lalu dikembangkan lagi agar dapat diraba oleh deaf blind yang sudah tidak memiliki sisa pendengaran dan penglihatan sama sekali.

Sebagaimana penjelasan dari Chandra Gunawan, Ketua Yayasan Pemberdayaan Tuli Buta Indonesia (Pelita), bahwasannya bahasa isyarat juga digunakan dan penting posisinya bagi difabel buta-tuli. “Bahasa isyarat adalah salah satu metode berkomunikasi bagi disabilitas ganda deaf blind, khususnya yang kondisinya tuli total dan tunanetra total. Sehingga posisinya begitu penting setelah diadaptasi untuk dapat diakses oleh deaf blind”.

Chandra menambahkan bahwa Salah satu tantangan terberat adalah belum banyak lembaga yang  bersedia menyediakan anggaran untuk menghadirkan juru bahasa sentuh/raba dan juru bahasa tulisan bagi difabel netra-tuli.  Berbeda dengan juru bahasa isyarat bagi teman-teman  tuli yang sudah diwajibkan kehadirannya dalam setiap penyelenggaraan kegiatan yang melibatkan difabel.

“Bahkan di TV sudah disediakan juru bahasa isyarat untuk teman-teman tuli itu. Kalau di negara-negara maju keberadaan juru bahasa sentuh dan juru bahasa tulisan yang biasa disebut interpreter ini dibiayai oleh pemerintah. Sedangkan kami membiayai sendiri dan adanya juru bahasa sentuh ini juga masih sedikit,” ungkap Chandra kepada Solidernews, 24 September 2025.

Simak juga ..  Perayaan Hari Bahasa Isyarat di Makassar: Jadikan Keberagaman Sebagai Kekuatan

Pada sisi lain, Adhi juga menyoroti tentang kurang pahamnya masyarakat terhadap bahasa isyarat. “tantangan terbesar di Indonesia masih seputar pemahaman terhadap bahasa isyarat. Masih ada stigma dalam bermasyarakat. Misalnya Bahasa Isyarat masih kurang dianggap sebagai sebuah bahasa yang memiliki aturan pola gramatika tersendiri. Hal ini disebabkan oleh linguicism yang berarti bahasa isyarat masih dianggap terbelakang”.

Pendapat yang menambahkan konteks posisi bahasa isyarat juga disoroti Madam, “Kalau untuk saat ini hambatannya itu belum disahkannya bahasa isyarat Indonesia (bisindo) sebagai bahasa isyarat nasional, kemudian dimasyarakat umum masih sangat minim pemahaman terkait bahasa isyarat, dan sampai saat ini juga masih tidak banyak akses juru bahasa isyarat pada ranah layanan publik sehingga menyulitkan teman Tuli dalam mengakses layanan – Layanan tersebut”.

 

Sejumlah Harapan dan Dorongan

Adanya beberapa problematika di atas   membuat kita sadar bahwasannya hak komunikasi teman-teman tuli masih menuai tantangan. Mulai soal stigma, belum adanya pengesahan resmi, masyarakat yang kurang mengerti isu bahasa isyarat berikut urgensinya, dan lain-lain. Seharusnya menjadi perhatian bersama, utamanya pemerintah yang harus lebih vokal untuk membangun sistem inklusif di tengah-tengah masyarakat.

“Kalau terkait usaha kami dalam mengadvokasi tentang pentingnya pemenuhan akses bahasa isyarat bagi teman Tuli yaitu kami di Pusat Layanan Juru Bahasa Isyarat (PLJ) melakukan kemitraan dengan beberapa layanan kesehatan di Jogja untuk penyediaan juru bahasa isyarat apabila ada teman Tuli yang membutuhkan mengakses layanan kesehatan.  Teman Tuli juga aktif mengkampanyekan pentingnya pemenuhan hak bagi Tuli dengan tersedianya JBI pada layanan layanan publik melalui digital dalam hal ini media sosial,” jelas Madam.

Simak juga ..  Perayaan Hari Bahasa Isyarat di Makassar: Jadikan Keberagaman Sebagai Kekuatan

Ia juga menambahkan “Teman Tuli dan Teman JBI juga berusaha mengadvokasi terkait  kebijakan hukum dan publik, serta membuka banyak pelatihan bahasa isyarat bagi masyarakat umum yang  ingin belajar Bahasa Isyarat”.

Pada 2025 kebutuhan akan JBI juga meningkat. Hal ini berbanding terbalik dengan tenaga JBI ahli yang dapat mengkoordinir komunikasi difabel tuli pada sebuah acara. Maka dari itu, penting sekali adanya upaya nyata untuk mengkampanyekan eksistensi bahasa isyarat yang menjadi jembatan komunikasi bagi difabel tuli dengan masyarakat.

“Secara undang-undang sudah ada. Eksistensi JBI juga dapat mempermudah difabel tuli mengakses layanan publik serta dapat mengkomunikasikan sesuatu secara dua arah lewat JBI atau masyarakat yang paham dengan bahasa isyarat,” jelas Adhi.

Adhi juga menambahkan bahwa 2025 ini tuntutan juru bahasa sangat tinggi, artinya kesempatan lapangan kerja untuk siapa saja juga semakin besar. Ia menjelaskan bila di Indonesia yang masyarakatnya 2 juta lebih, tetapi memiliki juru bahasa isyarat kurang lebih 200-300-an. Sedangkan bila di perbandingkan dengan Jepang yang jumlah masyarakatnya tidak sebanyak Indonesia, tetapi memiliki jumlah juru bahasa lebih dari 4000.

“Saya harap pemerintah juga makin berkomitmen memperluas kerjasama dan berkolaborasi dengan kami. Sehingga akan semakin banyak teman tuli yang diberdayakan, utamanya dapat berkerja,” jelasnya.

Dari sahabat Pelita, melalui Chandra Gunawan juga berharap pada momen ini, pemerintah dapat makin nyata aksinya. Ia berharap hak konsesi lekas disahkan. Agar kendala dan kebutuhan akan JBI, Juru intrepeter, Juru bahasa sentuh dapat diadakan dan difasilitasi negara, seperti negara-negara luar.

“Karena ini sudah menjadi hak kami. Semoga juga ada peningkatan tenaga ahli dan diberi ruang serta workshop untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas,” katanya.[]

 

Reporter: Wachid

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

berlangganan solidernews.com

Tidak ingin ketinggalan berita atau informasi seputar isu difabel. Ikuti update terkini melalui aplikasi saluran Whatsapp yang anda miliki. 

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content