Views: 2
Solidernews.com. DATA Statistik Kesehatan Dunia (World Health Statistics) yang dirilis pada, Jumat (24/5), menyoroti berbagai hal. Termasuk di dalamnya, tantangan kesehatan signifikan yang dihadapi penduduk difabel, pengungsi dan tenaga migran.
Laporan yang dipublikasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut, pada 2021, sekitar 1,3 miliar orang (16 persen) dari populasi global, adalah penyandang disabilitas (difabel). Kelompok ini paling signifikan, terdampak kesenjangan kesehatan, akibat kondisi yang tidak dapat dihindari. Yakni ketidakadilan atau ketidaksetaraan.
Akses terhadap layanan kesehatan bagi pengungsi dan migran juga masih terbatas. Hanya setengah dari 84 negara dalam disurvei antara 2018 – 2021, yang menyediakan layanan kesehatan, yang didanai pemerintah. Pun demikian, kepada kelompok-kelompok ini, pendanaan tidak sebanding dengan warga negara lainnya.
“Hal ini menyoroti kebutuhan mendesak, bagi sistem kesehatan untuk beradaptasi dan mengatasi kesenjangan, yang masih ada dan perubahan kebutuhan demografis populasi global,” Direktur Jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, dalam keterangan resmi, Jumat, 24 Mei 2024.
Selain tantangan kesehatan penduduk difabel, disoroti pula, soal pengaruh pandemi COVID-19. Khususnya, angka harapan hidup dan sehat saat lahir. WHO mengungkapkan bahwa pandemi COVID-19 yang berlangsung dua tahun, telah menghapus kemajuan angka harapan hidup selama satu dekade.
Angka harapan hidup turun
Antara tahun 2019 dan 2021, angka harapan hidup global turun 1,8 tahun menjadi 71,4 tahun (kembali ke angka tahun 2012). Demikian pula, angka harapan hidup sehat global turun 1,5 tahun menjadi 61,9 tahun pada tahun 2021 (kembali ke angka tahun 2012).
Laporan tahun 2024 juga menyoroti bagaimana dampak, yang dirasakan secara tidak merata di seluruh dunia. Wilayah WHO di Amerika dan Asia Tenggara, adalah wilayah yang paling terdampak. Dua wilayah ini mengalami penurunan angka harapan hidup sekitar 3 tahun dan angka harapan hidup sehat sebesar 2,5 tahun antara tahun 2019 dan 2021.
Sebaliknya, Wilayah Pasifik Barat hanya mengalami penurunan dampak minimal selama dua tahun pertama pandemi. Yakni, dengan penurunan angka harapan hidup kurang dari 0,1 tahun. Dan angka harapan hidup sehat sebesar 0,2 tahun.
“Terus terjadi kemajuan besar dalam kesehatan global, dengan miliaran orang menikmati kesehatan yang lebih baik, akses yang lebih baik terhadap layanan, dan perlindungan yang lebih baik dari keadaan darurat kesehatan,” kata Tedros.
“Tetapi kita harus ingat betapa rapuhnya kemajuan yang dicapai. Hanya dalam dua tahun, pandemi COVID-19 menghapus peningkatan angka harapan hidup selama satu dekade,” tambahnya.
Penyebab kematian
COVID-19 dengan cepat muncul sebagai penyebab utama kematian, menduduki peringkat ketiga penyebab kematian tertinggi secara global pada 2020. Peringkat kedua pada tahun 2021. Hampir 13 juta nyawa hilang, selama periode tersebut.
Perkiraan terbaru mengungkapkan bahwa kecuali di wilayah Afrika dan Pasifik Barat, COVID-19 termasuk di antara lima penyebab kematian teratas. Terutama menjadi penyebab kematian di wilayah Amerika pada kedua tahun tersebut.
Laporan WHO juga menyoroti bahwa penyakit tidak menular (PTM) merupakan pembunuh terbesar sebelum pandemi. Dan menyebabkan 74 persen dari seluruh kematian di dunia. Bahkan selama pandemi, PTM masih menyumbang 78 persen kematian non-COVID. Beberapa PTM yang menjadi penyebab kematian teratas yakni: penyakit jantung iskemik dan stroke, kanker, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit Alzheimer dan demensia lainnya, serta diabetes.
Beban ganda malnutrisi
Selain dampak pandemi dan PTM, dunia menghadapi masalah besar dan kompleks berupa beban ganda malnutrisi. Kekurangan gizi terjadi bersamaan dengan kelebihan berat badan dan obesitas.
Pada 2022, lebih dari satu miliar orang berusia lima tahun ke atas hidup dengan obesitas, sementara lebih dari setengah miliar orang mengalami kekurangan berat badan.
Malnutrisi pada anak-anak juga sangat mencolok, dengan 148 juta anak di bawah lima tahun terkena stunting (terlalu pendek untuk usianya), 45 juta mengalami wasting (terlalu kurus untuk tinggi badan), dan 37 juta kelebihan berat badan.[]
Penulis: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan Arief