Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Warung Ayam Geprek Petukangan dan Ariyani: Antara kemandirian dan Pengabdian

Views: 7

Solidernews.com – Siapa bilang difabel netra tidak bisa punya warung yang sukses dan memiliki cabang? Memang, di luar sana berkeliaran stigma, sterotipe, anggapan miring, dan diskriminasi hak atas kesempatan berkembang dari masyarakat nondifabel yang tidak paham akan kesempatan dan peluang serta  kedifabelan. Apalagi bila itu adalah difabel netra yang berwirausaha di kancah kuliner. Di Jakarta, ada warung ayam geprek petukangan yang kini memiliki dua otlet, pemiliknya pun adalah difabel netra. Kok bisa? Lah itu nyatanya bisa.

 

Pemilik dari warung ayam geprek petukangan ini adalah Ariyani Sri Ramadhani. Seorang difabel netra yang tidak mau terintimidasi dengan stigma dan setereotipe masyarakat yang kurang nalar. Mau di bilang difabel netra tidak bisa apa-apa, ndak bisa masak, mustahil bikin warung, dan sebagainnya, itu tidak dipedulikan Ariyani. Yang ia tahu adalah ia ingin berkembang dan meningkatkan taraf ekonomi. Kebetulan keahlian yang dimiliki adalah memasak, maka terwujudlah warung ayam geprek petukangan, yang dibangun Ariyani bersama sang ibunda.

 

Menelisik Warung Ayam Geprek Petukangan lebih dalam

Berbicara sejarah berdirinya warung ayam geprek petukangan by ariyani ini, tentu tidak jauh-jauh dari hobi dan kebiasaan. Pada saat itu Ariyani dan keluarganya hidup di Tangerang Selatan dan berkerja sebagai instruktur komputer bicara di salah satu SLB di sana. Tentu di sela-sela waktu luang, Ariyani menerima orderan makanan yang mampu ia bikin. Mulai pizza, fried chiken, kebab, es krim, dan sebagainya menjadi salah satu menu andalan yang di pesan para customer.

 

Awal mula sebelum mendirikan warung ayam geprek petukangan ini, itu dikarenakan anak Ariyani akan masuk sekolah di tahun 2018. Sedangkan KTP yang ia miliki berdomisili di Jakarta. Jadi, akhirnya ia dan suami memutuskan untuk pindah ke Jakarta agar fasilitas dan akomodasinya mudah. Dari situ, ia dan suami memutar otak untuk membuat usaha guna mencukupi kebutuhan sehari-hari. Saat berdiskusi dengan keluarga, akhirnya terpilihlah opsi berjualan ayam geprek. Hal itu didasari pada keahlian Ariyani yang mahir membuat ayam goreng dan waktu itu ayam geprek tengah buming dan viral. Maka resmilah warung ayam geprek petukangan pada 19 juli 2018 memulai debut-nya.

Saat membuka usaha ayam geprek ini, untungnya Ariyani mendapatkan suport full dari keluarganya. Biasanya saat akan mengeksekusi ide kulinernya, kadang keluarganya akan menegurnya. Menegur karena kasihan dengan betapa sibuk, capek, dan riwehnya saat dirinya mengelola masakan yang jumlahnya tidak sedikit. Namun, pada usaha ayam geprek ini syukurnya seluruh keluarga mendukung. Maka resmilah ayam geprek petukangan beroperasi di depan rumah. Tepatnya di garasi yang telah dedisain sedemikian rupa untuk berjualan yang berlokasi di daerah Petukangan , Jakarta Selatan.

 

Selain itu inspirasi lainnya adalah berkat sambal kiriman dari nenek kawan Ariyani yang berasal dari Jawa Timur. Nenek tersebut sering mengirim sambal bawang ke Ariyani waktu itu. Menurut Ariyani perpaduan ayam goreng dan sambal bawang yang digeprek itu menghasilkan cita rasa yang mantab. Maka ia mulai kursus lagi ke salah satu chef, dan akhirnya menemukan resep sambal yang mirip sekali dengan sambal buatan si nenek. Dengan berbagai pengembangan dan modifikasi, akhirnya jadilah sambal yang khas petukangan sebagai senjata untuk melumuri ayam goreng khas Ariyani. Hingga kini, warung ayam geprek petukangan telah memiliki dua kedai.

 

“Syukurnya setelah melewati sekian fase percobaan, akhirnya menu ayam geprek khas petukangan resmi di lounching di Juli 2018. Respons yang hadir pun positif. Hingga kini, saya bersyukur tidak sepi orderanya. Tidak terasa pula besok usia warung ini menginjak 6 tahun di bulan Juli tahun ini,” jelas Ariyani.[1]

 

Fokus adalah jalan suksesnya Ayam Geprek Petukangan

Di balik ramainya orderan warung ayam geprek petukangan, tentunya warung ini sebelum seperti hari ini pernah mengalami pasang surut. Mulai yang beli tidak lebih dari 10 porsi dalam satu hari, dihantam karyawan tidak amanah, tantangan stigma masyarakat, dan berbagai problematika lainnya. Ariyani hanya meyakini bila terus komitmen dan fokus, pasti warung ayam geprek petukangan akan berkembang.

 

Ariyani selalu memegang teguh nasihat kawan karibnya yaitu Anna (sahabat dekat sejak SMA yang sukses jualan kawat gigi) bahwa dalam membangun bisnis itu harus fokus, berikan servis sebaik mungkin pada customer, dan sajikan produk dengan kualitas terbaik. Sama pelanggan harus ramah, senyum, dan jangan menolak kritik dan saran. Bahkan meski Ariyani telah menemukan resep ayam gepreknya, hal itu tidak lantas membuat Ariyani puas. Ia selalu terus mengupdate ilmu, merasakan ayam geprek dari berbagai warung untuk membandingkan dengan olahannya, dan terus menjaga kualitas produknya.

 

Tidak hanya berhenti soal pengelolaan di atas. Melainkan Ariyani juga harus melewati berbagai tantangan yang menjadi konsekuensi selaku pebisnis di bidang kuliner. Tantangan pertama jelas adalah diri sendiri. Melawan rasa malas, menurunkan ego, dan belajar menjadi pemimpin menjadi beberapa aspek yang harus selalu Ariyani perhatikan. Selain itu, menghadapi karyawan, memikirkan kualitas produk, memikirkan komplain pelanggan, dan para mafia karyawan yang tidak amanah juga menjadi tantangan berat yang harus Ariyani hadapi.

 

Selain itu, menjaga kualitas produk dari segi rasa, kesegaran bahan baku, dan jaringan dengan para suplayer juga menjadi poin penting. Ariyani juga menjelaskan bahwa mengenai kebersihan seorang difabel netra yang kadang diragukan oleh masyarakat nondifabel, itu bisa dimulai dari diri sendiri. Pengolahan yang harus bersih, tangan harus selalu dalam keadaan bersih saat mengolah makanan, peralatan masak selalu dicuci, dan sebagainya. Jadi, jangan terlalu memusingkan omongan orang. Karena bila selalu fokus pada omongan orang, mungkin warung ayam geprek petukangan tidak akan sebesar hari ini. Bila kebersihan dan kualitas rasa sudah diusahakan semaksimal mungkin, perasaan minder soal rasa dan kebersihan harus dihilangkan. Kita harus yakin kalau produk kita ini sudah dikelola sebaik mungkin.

 

“Aku tidak pernah membiasakan diri untuk memusingkan omongan orang yang nyinyir. Pokoknya aku fokus, usahakan yang terbaik, dan disiplin serta fokus pada bisnis yang dijalani saja, mas. Syukurnya ayam geprek petukangan masih bisa eksis sampai hari ini,” tutur Ariyani.[2]

 

Bermula Dari Keluarga hingga berbagi untuk sesama

Meski ayam geprek ini mulanya adalah usaha rumahan, Ariyani tidak lantas tertutup pada orang yang ingin berkerja dengannya. Beberapa karyawan yang ia rekrut merupakan warga di sekitar tempatnya tinggal. Ia merasa ini bukan seluruhnya miliknya, jadi ia memberikan kesempatan pada orang yang mau berkerja padanya. Tentu dengan syarat-syarat yang berlaku.

 

Dari yang semula warung kecil di garasi mobil, kini warung ayam geprek petukangan telah bertransformasi menjadi dua kedai. Tentu Ariyani yang seorang difabel netra tidak pernah menyangka kalau ia akan mencapai titik di hari ini. Bisa mandiri secara ekonomi, bisa berbagi, dan membuka lapangan kerja, itu menjadi kepuasan yang tiada tara bagi ibu dari tiga orang anak ini.

 

“Saya bersyukur pada pencapaian yang dikaruniakan Allah, mas. Makanya saya terbuka dan memberdayakan masyarakat sekitar. Mereka pun bukan non-difabel. Malah yang difabel itu pemiliknya, hehehehe. Semoga warung ayam geprek Petukangan terus bisa menebar kebaikan,” ujar Ariyani sambil tertawa kecil[3].[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor      : Ajiwan

 

 

[1] Wawancara kepada Ariyani Sri Ramadhani, via daring, pada 30 Juni 2024.

[2] Wawancara kepada Ariyani Sri Ramadhani, via daring, pada 30 Juni 2024.

[3] Wawancara dengan Ariyani Sri Ramadhani, via daring, pada 30 Juni 2024.

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content