Views: 7
Solidernews.com – Pernahkah sahabat menemukan ubin kuning atau jingga dengan warna mencolok bertekstur khusus yang terpasang di trotoar? Benda ini bukan hiasan untuk mempercantik jalur pejalan kaki, melainkan sebuah inovasi penting bernama guiding block yang akan memandu para difabel netra bermobilitas di ruang publik.
Ide pembuatan guiding block berawal dari keinginan Seiichi Miyake membantu temannya yang mengalami hambatan penglihatan pada 1967. Ubin taktil ini pun mulai dipasang di samping salah satu sekolah khusus untuk difabel netra di kota Okayama, Jepang.
Guiding block atau ubin taktil atau jalur pemandu, merupakan elemen arsitektural yang dirancang khusus untuk membantu difabel netra bernavigasi ketika berjalan di suatu tempat dengan dua jenis tekstur:
- Pola Garis: Ubin dengan tekstur garis-garis lurus berfungsi sebagai penunjuk arah, memandu difabel netra untuk berjalan lurus ke depan di sepanjang jalur yang aman.
- Pola Bulat atau titik-titik timbul: Tekstur ini berfungsi memberikan peringatan adanya perubahan arah, persimpangan, atau potensi bahaya di sekitar difabel netra.
“Secara tekstur memang beda, lebih timbul dibandingkan di sekitarnya. Ketika diketuk dengan tongkat pun rasanya beda, suaranya sedikit lebih nyaring dibanding dengan ketika mengetuk yang bukan guiding block,” jelas Rafik Akbar, seorang difabel netra total.
Sementara itu, Sugihermanto seorang difabel netra low vision menambahkan, “Di Surabaya, ada beberapa jenis guiding block. Yang umum dipakai berwarna kuning. Di stasiun dan trotoar, ada pula guiding block berwarna hitam, bedanya yang hitam ini tidak ada penanda seperti yang kuning.”
Di Indonesia, regulasi terkait area yang seharusnya dilengkapi guiding block telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006, diantaranya:
- Sekitar area jalur kendaraan
- Jalur masuk/keluar bangunan
- Pedestrian pada jalan/bangunan
Meskipun telah ada payung hukum terkait guiding block, kenyataannya masih ditemui berbagai kendala dalam penerapan aturan tersebut, diantaranya:
- Pemasangan yang tidak tepat atau terputus
- Kurangnya pemahaman tentang fungsi dan cara pemasangan yang benar
- Konflik dengan fasilitas lain di trotoar
- Perawatan dan pemeliharaan kurang diperhatikan
“Kendalanya kalau guiding blocknya nggak pas, kadang udah ngikutin jalan ternyata di ujung entah ketemu tembok padahal harusnya mengarah ke pintu,” ungkap Rafik.
Sugihermanto pun menambahkan pengalamannya, “Di beberapa tempat, pemasangan guiding block sepertinya tidak dipahami dengan baik. Buktinya, ada guiding block yang diarahkan langsung ke tiang listrik, bukan ke jalur yang aman bagi pejalan kaki.”
Terkait warna, Sugihermanto menekankan pentingnya kontras antara guiding block dan permukaan trotoar, meski efektivitasnya dapat berbeda bagi setiap low vision. “Warna kuning memang paling kontras, tapi yang penting adalah warna dasar dari tekel utamanya,” jelasnya.
Lebih lanjut Sugihermanto menekankan bahwa, “Sensitivitas terhadap cahaya juga berpengaruh dan berbeda antara masing-masing low vision, lantai putih yang memantulkan cahaya bisa menyilaukan dan mengurangi aksesibilitas, terlepas dari warna guiding block yang dipasang.”
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Dari sisi pemerintah, perlu meningkatkan pengawasan dan standarisasi pemasangan guiding block. “Kalau Permen PU ini diterapkan dengan benar, maka inklusivitas dan aksesibilitas fasilitas publik akan jauh lebih baik. Semua orang bisa mengakses fasilitas publik dengan aman, nyaman, dan tanpa hambatan,” harap Sugihermanto.
Sementara itu, masyarakat umum pun perlu diedukasi tentang fungsi dan pentingnya menghormati fasilitas ini, misalnya dengan cara:
- Tidak menghalangi atau berjalan di atas guiding block
- Melaporkan kerusakan atau pemasangan yang tidak sesuai standar kepada pihak berwenang
- Membantu difabel netra jika terlihat kesulitan, namun tetap menghargai kemandirian mereka
“Semua fasilitas fisik yang disediakan untuk disabilitas itu pasti bermanfaat, tidak hanya untuk penyandang disabilitas, tetapi juga untuk non-disabilitas,” tukas Sugihermanto.
Hadirnya jalur pemandu bagi difabel netra tentu akan memberikan dampak yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari mereka, khususnya ketika sedang beraktivitas di ruang publik. Meski masih ditemui berbagai kendala dalam berbagai aspek, dengan kerja sama semua pihak, menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan ramah bagi semua bukan sesuatu yang mustahil diwujudkan.[]
Reporter: Syarif Sulaeman
Editor : Ajiwan