Views: 12
Solidernews.com – Seiring berkembangnya dunia digital di era modern ini, semakin memicu banyaknya kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Indonesia. Apalagi saat pandemi Covid-19, kasusnya semakin merebak. Tak jarang kasus tersebut merembet sampai di dunia nyata.
Dari data Komnas Perempuan dan layanan yang bermitra, kasus KBGO mencapai 35% dari total kasus di Indonesia. Kasus yang masuk di Komnas Perempuan sendiri mencapai 66% dan sebanyak 35% pelaku adalah teman di medsos. Dari banyaknya data yang masuk itu sebenarnya lebih kecil dari kasus di lapangan. Karena itu hanya sebagian saja yang melaporkan, seringkali orang tidak melaporkan dengan alasan ribet dan takut akan stigma masyarakat.
Difabel di era kekinian sudah banyak yang memasuki era digital. Media sosial banyak dijadikan tempat untuk berkreasi, ngonten, dan berjejaringan antar sesama user medsos. Konten kreator you tube, tiktok, instagram kini sudah memasuki kehidupan difabel. Maka dari itu, Kekerasan Berbasis Gender Online menjadi wacana yang harus dipahami difabel dengan baik.
Apa sih KBGO?
Menurut SAFENet, Kekerasan Berbasis Gender Online adalah kekerasan dengan maksud melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual menggunakan teknologi.
Contoh KBGO yang seringkali terjadi di masyarakat adalah si pelaku mengancam ingin menyebarkan foto, video atau menguntit di medsos seperti Instagram, facebook, dan lainnya. Kasus terbaru ini adalah deep fake yaitu memalsukan foto seseorang dengan mengandalkan Artificial Intelligence (AI) untuk mengancam dan mempermalukan korban. Bisa juga terjadi karena mengirim pap ke pacar dan diancam akan disebarkan apabila korban tidak mau menuruti kemauannya. Maka dari itu, tidak menutup kemungkinan bahwa pelaku KBGO adalah orang terdekat.
KBGO seringkali terjadi pada perempuan, remaja, dan penyandang difabel. Juga tidak menutup kemungkinan untuk menyerang laki-laki. Hanya saja, laki-laki cenderung diam jika mengalami KBGO. Berdasarkan riset Association for Progressive Communications (APC), ada tiga tipe orang yang paling berisiko mengalami KBGO, yakni: Pertama, seseorang yang terlibat dalam hubungan intim. Kedua, seseorang yang terlibat dalam aktivitas publik seperti aktivis, jurnalis, penulis, aktor, peneliti, dan lainnya. Ketiga, penyintas dan korban penyerangan fisik.
Mengenal Ragam dari Kekerasan Berbasis Gender Online
Cyber harassment/networked harassment (ancaman pemerkosaan atau kematian)
Tindakan secara terus menerus mengejar seeorang dengan maksud meneror dan mengancam.
Cyber hacking (peretasan)
Perilaku dengan maksud mengambil alih akun milik orang lain.
Cyber grooming
Pendekatan pada seseorang yang bertujuan untuk menakut-nakuti atau memanipulasi agar merasa tidak berdaya.
Cyber flashing
Tindakan merekam atau mengirim video alat kelamin dan hubungan seks secara online tanpa persetujuan.
Cyber stalking (menguntit)
Tindakan meneror dan mengancam dengan mengirim pesan, video, atau gambar yang tidak diinginkan, dilakukan secara berulang-ulang sehingga membuat tidak nyaman.
Sextortion (pemerasan seksual)
Penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Sexting
Mengirim atau mengunggah gambar bernuansa seksual.
Morphing (media buatan)
Tindakan mengubah gambar atau video dengan menambahkan wajah orang lain, bertujuan merusak reputasi seseorang yang terdapat dalam gambar atau video tersebut.
Impersonating (meniru identitas)
Memanfaatkan teknologi digital untuk mengambil data korban dan membuat akun palsu atas nama korban tersebut untuk melakukan penipuan, mempermalukan, dan menghina.
Non consensual intimate image (NCII)
Menyebarkan konten intim korban untuk mengancam agar mau menuruti keinginan pelaku.
Online defamation (fitnah dan penghinaan)
Menyebarkan informasi tidak pantas dengan maksud merusak reputasi seseorang dan sengaja menyesatkan orang lain, terlepas dari kebenaran informasi tersebut.
Faktor Penyebab Kekerasan Berbasis Gender Online
Ada 2 faktor utama yaitu, budaya patriarki dan normalisme yang menyebabkan perempuan dan difabel lebih rentan terserang KBGO. Menurut Walby, budaya patriarki terbagi menjadi dua, yaitu patriarki domestik dan publik.
Pada kasus patriarki domestik, perempuan hanya memegang kendali sebagai ibu rumah tangga. Stereotipe itu sudah menitikberatkan terhadap kodrat perempuan yang harus bekerja dirumah dan hal itu sifatnya mutlak. Sedangkan pada patriarki publik, perempuan memiliki nilai dibawah laki-laki dari banyak segi. Seperti dalam rumah tangga, kehidupan berbangsa dan bernegara, pekerjaan dan sebagainya.
Sedangkan menurut nilai-nilai normalisme, seorang difabel dianggap sebagai manusia abnormal. Karena mereka menganggap sesuatu yang normal adalah seperti pada umumnya. Masyarakat memandang seorang difabel adalah “tidak seutuhnya manusia”. Karena mereka berpikir bahwa difabel sosok yang lemah dan tidak mampu berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat. Selain itu, difabel sering kali tidak mendapatkan pendidikan seksual yang memadai, yang membuat mereka kurang sadar akan risiko KBGO dan cara-cara untuk melindungi diri.[1]
Stigma dan diskriminasi terhadap difabel membuat mereka lebih rentan terhadap KBGO. Pelaku kekerasan sering kali menggunakan stigma ini untuk melemahkan korban, dengan cara merendahkan, mengintimidasi, atau mengancam mereka melalui platform online. Stigma juga membuat difabel enggan melaporkan kekerasan yang mereka alami.
Selain itu, ketergantungan difabel dalam menggunakan teknologi juga menjadi kerentanan difabel menjadi korban KBGO. Padalah teknologi merupakan alat penting bagi banyak difabel untuk berkomunikasi dan berpartisipasi dalam masyarakat. Ketergantungan ini dapat disalahgunakan oleh pelaku KBGO untuk menyebarkan konten yang merugikan atau melakukan serangan siber.
Anti-Bullying Alliance menemukan bahwa anak difabel lebih mudah mendapat intimidasi online atau cyberbullying. Penelitian Didden menjelaskan bahwa cyberbullying sangat berdampak bagi difabel yang masih menempuh pendidikan. Karena terdapat korelasi antara cyber bullying dengan IQ, harga diri dan menimbulkan depresi. Trauma tersebut sangat mempengaruhi kehidupan difabel. Sehingga menyulitkan mereka untuk menyuarakan pendapat dan melakukan advokasi terkait pengalaman yang menimpanya.
“Dalam salah satu konten youtube pernah ada yang berkomentar buruk tentang diri saya. Account itu mengomentari pengalaman saya yang diundang podcast di salah satu channel youtube terbesar di Indonesia. Saya dihujat pansos, sombong, dan sebagainya,” tutur Jack, komedian difabel netra dalam salah satu ceritanya pada acara LINTAS, 7 Juli 2024.
Maka dari itu, pemahaman tentang KBGO ini bagi difabel perlu dimengerti secara baik. Sebab di era digital kekerasan, perilaku kriminal, dan penipuan sangat mudah dilakukan. Dengan memahami KBGO ini, harapannya difabel di era digital dapat lebih berhati-hati, terhindar, dan aman dari negatifnya sosial media.[]
Penulis: Ajeng Safira
Daftar Pustaka
Amazon. (n.d.). What is Artificial Intelligence (AI)? Retrieved from Amazon Web Services: https://aws.amazon.com/id/what-is/artificial-intelligence/
Ayu, D. (2023, Februari 3). Kenali 11 Jenis KBGO, Mama Wajib Tahu! Retrieved from digitalmama.id: https://digitalmama.id/2023/02/jenis-kbgo-yang-wajib-diketahui/
bestbuddies.org. (2024, Maret 6). Social Media Violence & the Disabled Community. Retrieved from Best Buddies International: https://www.bestbuddies.org/california/social-media-violence-and-the-disabled-community
Dian, R. (2023, Februari 16). 11 Jenis Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yang Kasusnya Terus Mengalami Peningkatan. Retrieved from narasi: https://narasi.tv/read/narasi-daily/11-jenis-kekerasan-berbasis-gender-online-kbgo-yang-kasusnya-terus-mengalami-peningkatan
Fadli, d. R. (2022, November 4). Ini Cara Menyikapi KBGO atau Kekerasan Berbasis Gender Online. Retrieved from halodoc.com: https://www.halodoc.com/artikel/ini-cara-menyikapi-kbgo-atau-kekerasan-berbasis-gender-online?srsltid=AfmBOor5SqefgAb8gyBXFdlf-cS7HWNjQTXokd8bLqeJuHW5Gzaw0SvY
SAFEnet. (2020). Memahami dan Menyikapi Kekerasan Berbasis Gender Online. Retrieved from awaskbgo.id: https://awaskbgo.id/wp-content/uploads/2020/11/panduan-kbgo-v3.pdf
SAPDA, T. R. (2022, Januari 17). Catatan Tahunan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender & Disabilitas. Retrieved from sapdajogja.org: https://sapdajogja.org/wp-content/uploads/2022/03/Catatan-Tahunan-Penanganan-Kekerasan-Berbasis-Gender-dan-Disabilitas-RCB-SAPDA-1.pdf