Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Sumber foto: UNU

UNU Yogyakarta; Kampus Baru yang Memberikan Kemudahan Akses bagi Mahasiswa Difabel

Views: 30

Solidernews.com, Yogyakarta. SEJATINYA, pendidikan adalah hak, bukan barang mewah. Karenanya, lembaga-lembaga pendidikan harus menjadi jembatan. Bukan membangun tembok pembatas. Sehingga, anak bangsa yang bermimpi sederhana bisa bersekolah, tidak terjebak dalam kesulitan.

Perubahan dimulai dari hal-hal kecil yang seringkali terabaikan. Bahwa memberikan kemudahan akses pendidikan kepada setiap anak bangsa, dengan berbagai latar belakang, sejatinya dapat dilakukan semua lembaga pendidikan.

Namun, faktanya tersebut di atas tak mudah dilaksanakan. Terbukti, belum semua universitas di Indonesia, membuka akses atau kesempatan terhadap mahasiswa difabel.

Menurut data yang disampaikan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Yogyakarta, hanya 90 universitas atau 1,99 persen dari 4.523 perguruan tinggi di Indonesia, yang secara resmi menerima mahasiswa difabel.

Adapun, perguruan tinggi yang memiliki pusat layanan disabilitas (PLD) hanya 0,2 persen dari jumlah total perguruan tinggi di Indonesia. Bahkan, yang menyediakan platform penerimaan khusus bagi mahasiswa difabel hanya ada 8 perguruan tinggi.

Data tersebut merupakan hasil riset awal yang dilakukan oleh Center for Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) UNU Yogayakarta dan University of the West of England, Bristol, Inggris.

Riset tersebut, merupakan bagian dari program UK-Indonesia Disability Inclusion Partnership. Program ini mengemuka di seminar internasional “Developing Inclusive Policies and Practises for Greater Accessibility in Higher Education.” Satu kegiatan yang dihelat di Kampus Terpadu UNU Yogyakarta, Banyuraden, Gamping, Sleman, DI. Yogyakarta, Selasa (21/1/2025).

Ketua Senat UNU Yogyakarta Ahmad Rafiq, dalam sambutannya memaparkan, sebagai kampus baru yang berdiri 8 tahun silam, UNU Yogyakarta telah berkomitmen menjadi kampus inklusif. Hal ini ditunjukkan dengan pendirian Center for GEDSI dan pembangunan Kampus Terpadu UNU Jogja.

“Sarana dan prasarana gedung didesain ramah difabel,” ujar Rafiq.

 

Inklusif berbasis saintek

Upaya UNU Yogyakarta menjadi kampus inklusif, juga dilakukan melalui kolaborasi dengan University of the West of England, didukung British Council.

Rafiq menyatakan, komitmen UNU Jogja ini selaras dengan visi untuk menjadi kampus berorientasi masa depan.

“Kami melompat jauh ke depan, memahami isu-isu yang tak terhindarkan di masa depan teknologi. Semua inisiatif ini berbasis sains dan teknologi serta prinsip kebermanfaatan, memanusiakan manusia, dan tanpa meninggalkan siapapun, no one left behind,” ujarnya.

 

Peran penting universitas

Sebagai pembicara kunci, Tariq Umar dari University of the West of England (UWE) memaparkan tentang praktik pendidikan inklusif di Inggris.

Di negara itu, terdapat 14 persen mahasiswa difabel. Untuk itu, pendidikan inklusif diterapkan dengan memberikan kesetaraan dalam mengakses sumber daya dan kesempatan terhadap pendidikan.

“Universitas berperan penting dalam mendorong diversitas dan inklusivitas,“ ujarnya.

Selain adanya payung hukum, dukungan kampus kepada difabel juga diberikan melalui layanan aksesibilitas. Misalnya, adanya pendamping dan ketersediaan ruang fisik dan digital yang ramah difabel. Serta, adanya dukungan teknologi melalui software khusus dan bahan pembelajaran yang ramah difabel.

“UWE melakukan pendekatan proaktif dalam layanan disabilitas dan menginisiasi kurikulum inklusif,” imbuhnya.

 

Kemudahan akses

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Center for GEDSI UNU Jogja, Wiwin Rohmawati menyampaikan penjelasannya. Kata dia, komitmen kampus inklusif UNU Yogyakarta, telah diwujudkan melalui beberapa langkah. Di antaranya: adanya jalur khusus difabel dalam penerimaan mahasiswa baru (PMB) dan fasilitasi beasiswa untuk mahasiswa difabel.

Sejauh ini, UNU Jogja telah menerima 7 mahasiswa difabel, yang terdiri dari tuli, difabel netra, serta difabel fisik.

“Saat ini, terdapat lebih dari 40 mahasiswa sukarelawan yang menjadi pendamping teman-teman disabilitas, dalam kegiatan akademik dan non-akademik,” kata Wiwin.

Dia menyatakan, program kolaborasi bersama UWE, termasuk melalui penyelenggaraan seminar ini, berupaya mengembangkan rekomendasi kebijakan dan praktik baik. Tujuannya, agar difabel dapat mengakses pendidikan tinggi dengan dukungan kebijakan, sistem, sarana, prasarana, dan proses pembelajaran yang inklusif. Sehingga, mereka dapat mencapai potensi penuh dan menyelesaikan studi mereka.

“Kami juga meninjau kebijakan, peraturan, dan praktik mengenai aksesibilitas penyandang disabilitas pada pendidikan tinggi di Indonesia dan di Inggris untuk mengidentifikasi kesenjangan yang ada,” papar Wiwin.

Selain itu, agenda ini juga digunakan untuk membangun jejaring antara unit atau pusat layanan disabilitas di Indonesia. Sekaligus, meresmikan website Inclusive Higher Education sebagai layanan informasi, yang mendukung aksesibilitas lebih baik pada pendidikan tinggi, bagi difabel.

“Forum ini juga mendiskusikan peta jalan untuk mengurangi gap dan akses pengarusutamaan praktik pendidikan inklusi di Indonesia,” pungkasnya.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content