Views: 9
Solidernews.com, Yogyakarta — Universitas Gadjah Mada resmi menerjunkan sebanyak 8.038 mahasiswa dalam program Kuliah Kerja Nyata–Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) periode 2 tahun 2025. Mahasiswa ini tergabung dalam 287 unit dan akan disebar ke 35 provinsi, 122 kabupaten/kota, serta 236 kecamatan di seluruh Indonesia, terhitung mulai 20 Juni hingga pertengahan Agustus mendatang.
Penerjunan simbolik dilakukan di Lapangan Pancasila UGM, dihadiri langsung oleh Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., bersama Menteri Perdagangan RI, Dr. Budi Santoso, M.Si. Dalam pidato pengarahannya, Rektor menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan di tingkat akar rumput.
“Mahasiswa hadir langsung di desa untuk mendampingi masyarakat dalam merancang solusi kontekstual dan berkelanjutan,” ujarnya. Ia juga menambahkan bahwa orientasi KKN-PPM ke depan perlu lebih strategis, tidak hanya fokus pada pemberdayaan, tetapi juga pada isu-isu tematik yang relevan.
Salah satu peserta yang mengikuti penerjunan simbolik adalah Nisrina Imtinan Aminnullah, mahasiswa difabel fisik pengguna kruk dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Nisrina mengatakan bahwa dirinya mendapat lokasi KKN di kawasan Pakem, Sleman dengan skema bauran.
“Saya bersyukur karena lokasinya cukup dekat dan tidak harus dilokasi karena bauran,” katanya. Ia berharap KKN UGM semakin ramah terhadap difabel, baik dari aspek pembekalan, penerjunan, hingga penarikan.
Kisah serupa datang dari Aulia Rachmi Kurnia, mahasiswa difabel netra dari Fakultas Ilmu Budaya. Aulia yang menjalani KKN di wilayah Gowok, Caturtunggal, lokasi yang dipilih dengan bantuan fasilitasi dari Unit Layanan Disabilitas UGM, begitu juga dengan Nirsina.
“Saya mengajukan permohonan agar ditempatkan di wilayah yang mudah saya jangkau, dan Alhamdulillah dikabulkan. Sebagai peserta KKN periode ini, saya pun menyimpan harapan besar. Semoga bisa bertemu teman-teman dari lintas jurusan, berkontribusi nyata untuk masyarakat, dan tentu saja menjalani pengalaman baru yang menyenangkan,” ujar Aulia dalam wawancara usai acara penerjunan.
Setelah lebih dari sepekan menjalani program KKN-PPM, sejumlah mahasiswa Universitas Gadjah Mada mulai melaksanakan berbagai program kerja (proker) yang dirancang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik wilayah masing-masing, termasuk peserta difabel yang turut mengambil peran aktif di lapangan.
Aulia Rachmi Kurnia, mahasiswa difabel netra dari Fakultas Ilmu Budaya, mengaku sejauh ini tidak mengalami kendala berarti, termasuk soal stigma atau perlakuan yang kurang menyenangkan. Menurutnya, pengalaman langsung di masyarakat justru menjadi ruang belajar yang berharga.
“Saya tidak terlalu mempersoalkan hal-hal seperti stigma. Justru dari pengalaman ini saya bisa melihat langsung seperti apa kondisi masyarakat sekitar,” ujarnya saat diwawancari, Senin (30/6).
Di lokasi KKN-nya di Gowok, Caturtunggal, Aulia merancang sejumlah program, baik yang bertema maupun non-tema. Untuk program bertema, ia fokus pada isu lingkungan melalui sosialisasi pengelolaan sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle) yang menyasar ibu-ibu PKK. Sementara untuk anak-anak, ia membuat program edukatif sederhana tentang pentingnya membuang sampah pada tempatnya.
Tidak hanya itu, Aulia juga menggagas program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai isu difabel. Ia berharap, dengan adanya edukasi ini, masyarakat lebih siap menerima kehadiran difabel dalam kegiatan seperti KKN ke depannya ataupun kegiatan lainnya.
“Saya menyasar anak-anak muda mulai dari usia SMP, SMA, hingga mahasiswa. Karena mereka lebih mudah dibentuk dibandingkan orang dewasa yang biasanya sudah cukup saklek,” katanya.
Sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Aulia pun memanfaatkan keahliannya untuk merancang program literasi kreatif bagi anak-anak, salah satunya melalui pelatihan menulis dan membuat puisi. Menurutnya, pendekatan literasi yang menyenangkan bisa menjadi sarana efektif untuk membentuk kebiasaan berpikir kritis dan menumbuhkan imajinasi anak-anak.
Sementara itu, Nisrina, mahasiswa difabel fisik pengguna kruk, turut melaksanakan program kerja yang tak kalah padat. Proker utamanya adalah penyuluhan branding untuk pelaku UMKM, yang memang cukup banyak tersebar di daerah tempatnya mengabdi.
“Kami mengadakan pelatihan tentang strategi branding yang sederhana dan aplikatif, agar produk-produk lokal bisa lebih dikenal,” jelasnya kepada solidenews, Senin (30/6).
Nisrina juga menggagas beberapa program kerja tambahan yang menyentuh bidang gizi dan lingkungan. Di antaranya adalah sosialisasi MPASI (Makanan Pendamping ASI) bertajuk “Bekal Awal Gizi Optimal untuk Si Kecil”, pengenalan gizi tumbuhan melalui kegiatan menanam sayur mini, serta penyusunan booklet pengolahan sampah. Tidak hanya itu, ia dan timnya juga menggelar workshop pendauran sampah menjadi produk bernilai jual, seperti ecoprint dari limbah daun dan lainnya.
Program-program yang dirancang oleh Aulia dan Nisrina menjadi bagian dari wajah KKN UGM yang lebih inklusif dan kontekstual. Melalui keterlibatan aktif mahasiswa difabel, masyarakat tidak hanya menerima manfaat dari program yang dijalankan, tetapi juga diajak untuk memahami keberagaman dan membangun empati.
Muhammad Irsyad, staf paruh waktu di Unit Layanan Disabilitas yang bertugas untuk dibagian layanan kepada mahasiswa difabel yang diwawancarai pada (25/6) kemarin, menjelaskan bahwa ULD aktif mendampingi mahasiswa difabel sepanjang tahapan KKN. Mulai dari pembekalan, pihaknya mengaku menyediakan pendampingan, terutama jika ada kebutuhan mobilitas atau aksesibilitas lain. Selain itu, menurutnya, mahasiswa difabel juga diberi keleluasaan memilih lokasi KKN yang terdekat dari tempat tinggal mereka di Yogyakarta. Termasuk skema KKN bauran jika memang diperlukan.
Irsyad menuturkan bahwa monitoring lapangan akan dilakukan ULD secara berkala dengan tetap terhubung secara gawai dan mengunjungi langsung mahasiswa difabel di lokasi KKN masing-masing untuk memastikan kenyamanan dan keamanan mereka. ULD juga memberikan motivasi dan penguatan mental sebelum mahasiswa diterjunkan ke lapangan, terutama karena wilayah KKN yang notabenenya adalah pedesaan masih kerap menyimpan stigma terhadap difabel.
“Kami tekankan agar mereka tak mengambil hati jika mendapat ucapan dan komentar negatif. Tapi jika sudah merugikan, ULD akan segera bertindak,” jelasnya.
Lebih jauh, Irsyad menilai bahwa KKN adalah momen penting untuk menyiapkan mahasiswa difabel menghadapi dunia nyata. “Di luar kampus, bisa jadi mereka menghadapi lingkungan yang tidak seinklusif UGM. Maka penting sekali untuk membekali setiap mahasiswa difabel tidak hanya dengan pengetahuan, tapi juga kekuatan mental,” pungkasnya.[]
Reporter: Bima
Editor : Ajiwan