Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

tangkapan layar saat acara berlangsung dan momentumnya saat foto bersama

Travelxism: Dorong Pariwisata yang Inklusif di Yogyakarta

Views: 23

Solidernews.com – Ada hal unik saat diskusi daring bertajuk “Menyoroti Realita Aksesibilitas Tempat Wisata di Yogyakarta” pada Selasa (22/7) yang digelar oleh Unit Layanan Disabilitas UGM. Kegiatan ini menjadi ruang untuk mengangkat isu yang kerap luput dari sorotan, yaitu bagaimana pariwisata yang seharusnya menyenangkan justru bisa menjadi pengalaman yang penuh hambatan bagi difabel. Padahal hak berwisata telah dijamin dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, yang mencakup hak atas aksesibilitas dan wisata.

Dalam diskusi tersebut, Gilang Ahmad Fauzi dari Travelxism menyampaikan bahwa konsep inclusive tourism sejalan erat dengan prinsip sustainable tourism. Keduanya berangkat dari semangat pembangunan yang tidak meninggalkan siapa pun.

“Inclusive tourism itu bukan hanya soal difabel, tapi untuk semua. Lansia, anak-anak, hingga keluarga dengan kebutuhan khusus seperti ibu hamil. Semua punya hak yang sama untuk menikmati wisata,” ujar Gilang, yang juga mendapat Certified Sustainable Tourism Professional dari Global Sustainable Tourism Council.

Gilang menegaskan bahwa pariwisata inklusif berarti memastikan semua orang, tanpa memandang kemampuan fisik, usia, atau latar belakang lainnya, dapat menikmati pengalaman wisata yang aman, nyaman, dan bermakna. Pandangan ini sangat relevan dengan meningkatnya angka kunjungan wisatawan ke Daerah Istimewa Yogyakarta, yang pada Juli 2024 tercatat naik sebesar 36,71 persen dibanding bulan sebelumnya, dari 8.134 menjadi 11.120 kunjungan. Destinasi unggulan seperti Candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, Tamansari, Malioboro, hingga wisata pantai dan museum, menarik jutaan pengunjung setiap tahunnya.

Namun, di balik geliat pariwisata tersebut, masih terdapat tantangan besar menuju inklusivitas. Gilang menyebutkan bahwa masih banyak destinasi yang tidak menyediakan fasilitas dasar seperti jalur landai, toilet difabel, atau informasi visual dan sensoris bagi pengunjung dengan difabel. Tantangan lain adalah rendahnya kesadaran publik dan pelaku wisata tentang pentingnya pariwisata inklusif, minimnya pelatihan dan infrastruktur yang memadai, serta kurangnya kebijakan yang benar-benar mendukung inklusi dalam sektor pariwisata.

Simak juga ..  80 Tahun Indonesia Merdeka: Difabel Masih Berjuang Menggapai Kemerdekaan yang Setara

Mungkin sedikit dari kita bertanya, mengapa pariwisata inklusif menjadi penting? Selain menjamin hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam UU No. 8 Tahun 2016, pariwisata yang inklusif juga dapat meningkatkan kualitas layanan wisata secara keseluruhan, membangun citra positif bagi destinasi, serta memperkuat strategi pembangunan berkelanjutan. Ditambah lagi, jumlah wisatawan dengan difabel merupakan potensi pasar yang besar namun masih belum terlayani dengan optimal.

Sebagai upaya konkret, Travelxism telah mengembangkan program DifaTravelX, yang berkolaborasi dengan Difabike. Program ini memberdayakan difabel fisik untuk menjadi pemandu wisata dalam tur virtual dan pengalaman langsung. Gilang menyampaikan bahwa melalui DifaTravelX 2.0, mereka kini juga mengembangkan paket wisata literasi berbahasa Inggris, dengan melibatkan para driver Difabike sebagai ujung tombaknya.

“Banyak teman-teman difabel yang punya potensi besar sebagai tour guide. Pengalaman mereka justru memperkaya perspektif wisatawan,” tegas Gilang.

Fakta di lapangan memang menunjukkan bahwa banyak destinasi di Yogyakarta masih belum ramah bagi difabel. Namun di sisi lain, masyarakat difabel menyimpan potensi besar yang belum sepenuhnya dioptimalkan. Target pasar untuk paket wisata inklusif juga masih luas dan belum tergarap maksimal. DifaTravelX berupaya menjembatani kesenjangan ini dengan pendekatan yang berbasis pemberdayaan dan pengalaman langsung.

Dalam jangka panjang, Travelxism mengusulkan berbagai implementasi strategis untuk menciptakan pariwisata yang benar-benar inklusif. Mulai dari penyediaan jalur landai dan lift, pelatihan bahasa isyarat bagi SDM pariwisata, informasi aksesibel untuk pengguna kursi roda dan difabel netra, pengembangan paket wisata inklusif, hingga keterlibatan aktif difabel dalam industri jasa pariwisata. Model kolaborasi pentahelix yang terdiri dari akademisi, pelaku bisnis, komunitas, pemerintah, dan media menjadi pendekatan yang terus digaungkan.

Simak juga ..  Akses dan Hak Berlibur Bagi Difabel, Menyoal Wisata Inklusif Hingga Reduksi Tiket

Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan dengan berbagai latar belakang, kita mulai paham bahwa pariwisata bukan hanya soal keindahan tempat, tetapi juga soal siapa saja yang bisa dan diberi kesempatan untuk menikmatinya.[]

 

Reporter: Bima Indra

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

berlangganan solidernews.com

Tidak ingin ketinggalan berita atau informasi seputar isu difabel. Ikuti update terkini melalui aplikasi saluran Whatsapp yang anda miliki. 

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content