Views: 8
Solider.id, Yogyakarta. Mendengar sebutan transgender, tansmen, transpuan, kini tak lagi asing di telinga. Bahkan tak hanya mendengar sebutan saja, keberadaan mereka nyata adanya. Berkelindan di antara aktivitas keseharian publik. Bagaimana dengan sebutan atau istilah transabel? Apakah mereka nyata adanya? Siapa dan bagaimana mereka?
Secara umum, publik mengenal difabel. Yaitu, orang-orang dengan kemampuan berbeda dari orang pada umumnya. Mereka memiliki hambatan yang berasal dari lingkungan, karena fungsi fisik, sensorik, intelektual, atau mentalnya yang menyertai mereka. Ada yang mengalami kondisi tersebut sejak dilahirkan. Namun ada pula sebagai akibat cedera, sakit, atau kecelakaan, yang mengubah hidupnya.
Namun, ada orang-orang yang memilih untuk menjadi seorang difabel. Sementara, mereka memiliki anggota tubuh tanpa hambatan fungsional. Kelompok ini, menyebut diri mereka transable, atau transabel. Mereka menganggap bagian tubuh yang dimiliki, bukan miliknya. Karenanya, menonaktifkan fungsi tubuhnya menjadi pilihan.
Mental disorder
Apakah transabel termasuk gangguan mental? Dilansir dari NZherald, seorang ahli feminis, gender, dan seksualitas Alexandre Baril memberikan pandangan terkait hal tersebut. Menurutnya, pengertian transabel, adalah keinginan atau kebutuhan seseorang yang diidentifikasi memiliki tubuh yang ‘sehat’ oleh orang lain, memilih mengubah tubuhnya untuk mendapatkan ‘kecacatan’ fisik.
Sebuah sumber mengklaim, bahwa transabel (transabled) berada di bawah payung Body Integrity Identity Disorder. Yaitu gangguan psikologis (mental) yang bermanifestasi pada orang dengan anggota tubuh lengkap, ingin menghilangkan bagian tubuh yang dimilikinya.
Gangguan fisik tersebut dapat berupa banyak hal mulai dari kelumpuhan hingga amputasi. Kondisi tersebut dikenal sebagai Amputee Identity Disorder (gangguan identitas amputasi).
Transabilitas termasuk ke dalam Body Integrity Identity Disorder (BIID). Yakni gangguan psikologis pada orang ‘sehat’ yang diketahui secara fisik melukai diri sendiri agar dianggap ‘cacat’. Terkait hal itu, ada perbedaan pendapat di kalangan ahli. Beberapa berpendapat transabel adalah masalah neurologis, sementara yang lain mengidentifikasinya sebagai gangguan mental.
Transable termasuk gangguan citra diri. Apa itu transabel? Diberitakan Kompas.com (15/3/2023), merujuk pada panduan diagnosis dan statistik gangguan mental, transable bisa digolongkan pada gangguan body image atau citra diri. Seseorang yang mengalami kondisi tersebut adalah orang yang merasa tidak bahagia dengan diri sendiri.
Oleh karena itu, mereka akan mencari sebuah pengakuan, seperti melakukan operasi plastik hingga menjadi cacat. Selain itu, upaya seseorang menjadi transable dipicu akibat ketidakpuasan dengan anggota tubuhnya sendiri. Artinya, mereka akan merusak bagian tubuh yang tidak disukai, dengan tujuan membuat bagian tubuh itu lebih menarik. Secara psikologi, masalah seperti transable ini terletak pada ketidakmampuan seseorang untuk menerima anggota tubuh secara utuh.
Kelompok transabel kerap merasa malu dan terganggu dengan bagian tubuh tertentu. Menyebabkan ketidakpuasan secara mendalam atau dysphoria. Gangguan psikologisnya, ada pada mental mereka yang menganggap apa pun yang dipunya tidak dirasa cukup. (***) harta nining wijaya