Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Tommy Hari Firmanda: Pendidikan Tinggi Hingga Amerika Membuatnya Berdaya

Views: 182

Solidernews.com – Menjadi seorang difabel memang memerlukan sejumlah penyesuaian, tetapi hal itu tidak berarti bahwa seseorang menjadi terbatas dalam meraih impian. Justru, mimpi bisa tetap terwujud dan cita-cita bisa dicapai. Solidernews.com kali ini menghadirkan kisah inspiratif dari seorang difabel yang telah menorehkan prestasi  di bidang pendidikan. Tidak tanggung-tanggung, ia bahkan telah sampai ke Negeri Paman Sam untuk menempuh studi S3.

Tommy Hari Firmanda, yang akrab dipanggil Tommy, lahir dan besar di Malang, Jawa Timur, sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Ia berasal dari keluarga berkecukupan, dengan ayahnya seorang dokter spesialis saraf senior di Malang. Tidak heran jika sebagian besar saudara Tommy juga mengikuti jejak ayahnya untuk berkarir di dunia kedokteran. Tommy, sejak kecil, bercita-cita menjadi dokter spesialis anak (pediatris). Namun, harapan ini terhenti ketika pada usia 13 atau 14  tahun saat itu, ia didiagnosis mengalami Retinitis Pigmentosa (RP), sebuah penyakit genetik yang merusak retina dan menyebabkan penurunan progresif fungsi penglihatan.

“Saat itu, saya masih SMP kelas 9 ketika didiagnosa mengidap RP,” kenang Tommy. Penyakit ini terus berkembang dan sejak 1996 hingga 2024 ini, penglihatannya menurun drastis dari 20/20 hingga hanya bisa membedakan terang dan gelap.

Meski berasal dari keluarga yang tidak mengalami disabilitas, Tommy akhirnya harus menghadapi kenyataan sebagai satu-satunya difabel dalam keluarganya. Ini adalah ujian yang berat, namun ia perlahan mulai menerima kondisinya.

 

Perjalanan Akademis yang Berliku

Sejak kecil, Tommy telah memiliki bakat dalam menggambar. Tommy tidak langsung menyerah untuk mengembangkan bakatnya itu. Sehingga ia tetap  berusaha mewujudkan mimpi menjadi seorang desainer tanpa memikirkan kondisi pengelihatannya yang semakin menurun. meski tanpa bimbingan yang memadai, pada saat pertama kuliah,  ia mengambil program studi Desain Produk Industri, jurusan Interior Arsitektural di   ITS Surabaya, namun harus drop out karena kesulitan dalam mengikuti salah satu mata kuliah. Tommy kemudian mencoba lagi di STIKOM Surabaya dengan fokus pada bidang Multimedia. Sayangnya, ia kembali harus berhenti setelah dua tahun karena kondisi penglihatan yang semakin parah dan kurangnya dukungan dari pihak kampus.

Tidak putus asa, Tommy kembali ke Malang dan beralih ke jurusan Psikologi di salah satu universitas swasta di sana. Usahanya berbuah manis. “Alhamdulillah, saya akhirnya bisa mendapatkan gelar sarjana Psikologi hanya dalam 7 semester dan menjadi lulusan terbaik dengan predikat summa cum laude pada tahun itu,” tuturnya.

Setelah menyelesaikan studi S1, Pada tahun 2009, ia melanjutkan studi di program Magister Profesi Psikolog, jurusan Psikologi Klinis di Universitas Airlangga Surabaya. Namun, hambatan dari dosen pembimbing yang meragukan kemampuan difabel membuatnya gagal menyelesaikan program tersebut. “Ada dosen pembimbing  yang mengatakan bahwa seorang psikolog tidak boleh memiliki kondisi  disabilitas,” ungkapnya. Namun, ia tidak menyerah dan melakukan transfer dari program Magister Profesi ke Magister Sains Psikologi bidang Pendidikan di kampus yang sama. Meski harus mengulang dari awal, Tommy berhasil lulus pada tahun 2013.

 

Meraih Impian ke Luar Negeri

Pada 2014, Tommy menemukan jalan baru ketika seorang teman difabel netra  menceritakan tentang tes IELTS dan peluang beasiswa untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Ia pun tergerak untuk mencoba. Meskipun kemampuan bahasa Inggrisnya saat itu terbatas, tekadnya membuahkan hasil. Tommy berhasil lolos seleksi Australia Awards Scholarship (AAS), beasiswa dari pemerintah Australia, yang membawanya menempuh program Master of Education in Special Education di Flinders University pada 2016-2017.

Pengalaman berkuliah di luar negeri membuka matanya. Fasilitas dan dukungan yang luar biasa di Australia memberinya dorongan untuk terus melanjutkan studi hingga ke jenjang doktoral. Setelah pulang, Tommy mulai berkorespondensi dengan calon supervisor di berbagai negara untuk mendapatkan beasiswa S3. Meski sempat mendapatkan LoA dari University of Groningen di Belanda, beasiswanya belum berhasil. Namun, Tommy tak menyerah.

Dari tahun 2017 hingga 2021, sudah 13 kali ia mencoba berbagai beasiswa seperti LPDP, AAS, NZS, RTF, dan juga Fulbright. Setelah gagal berulang kali, pada tahun 2019, ia sempat lolos seleksi dan mendapatkan tawaran dari beasiswa Fulbright untuk melanjutkan studi S3 di Amerika Serikat. Namun, karena satu dan lain hal, ia menolak tawaran tersebut dan mencoba beasiswa lain pada  tahun 2021, perjuangannya pun  membuahkan hasil.

“Akhirnya, di tahun 2021, saya berhasil mendapatkan beasiswa LPDP melalui jalur Afirmasi Penyandang Disabilitas. Alhamdulillah, saya bisa mewujudkan mimpi melanjutkan studi doktoral ini karena saya percaya bahwa selama kita tidak berhenti berusaha, kita masih memiliki kesempatan 50% untuk berhasil. Sedangkan, jika kita berhenti berusaha, maka kegagalan kita sudah pasti 100%,” ungkapnya.

Sebagaimana sebelumnya, ia telah berkorespondensi dengan banyak calon supervisor di berbagai universitas, seperti di UK, Amerika, dan Australia. Tommy diterima di tiga universitas pilihannya, yaitu di The Ohio State University di Amerika Serikat, serta Curtin University, dan Flinders University di Australia. Pada akhirnya, ia memilih studi di Amerika Serikat karena pada tahun 2022, Australia masih membatasi masuknya orang-orang ke negara tersebut akibat pandemik covid 19, sehingga Tommy memilih Amerika sebagai prioritas pertama. Selain itu, ia juga ingin mendapatkan pengalaman baru di negara yang berbeda. Alasan terakhir, di Amerika inilah teknologi berkembang sangat pesat, dan Tommy berpikir bahwa hal ini akan sangat bermanfaat karena kebetulan program doktoralnya adalah PhD in Learning Technologies.

 

Pentingnya Pendidikan Bagi Difabel

Bagi Tommy, pendidikan adalah jalan menuju kemandirian dan pemberdayaan bagi difabel. “Pendidikan yang lebih tinggi membuka lebih banyak peluang, baik di sektor swasta, pemerintahan, maupun dalam membangun usaha sendiri,” katanya. Selain itu, pendidikan juga dapat membantu menghilangkan stigma negatif terhadap difabel.

“Banyak yang berpikir bahwa penyandang disabilitas, khususnya tunanetra, hanya bisa menjadi terapis pijat atau penjual kerupuk,” tuturnya. Namun dengan pendidikan, difabel dapat menunjukkan bahwa mereka juga mampu bekerja di berbagai bidang profesional.

Pendidikan juga memberikan peluang untuk berkontribusi lebih luas bagi masyarakat. “Dengan latar belakang akademis yang kuat, difabel bisa berpartisipasi dalam penelitian dan pembuatan kebijakan yang inklusif,” tambah Tommy.

 

Pesan untuk Difabel yang Ingin Melanjutkan Pendidikan 

“Untuk teman-teman penyandang disabilitas yang saat ini sedang menempuh pendidikan di jenjang yang lebih tinggi, gunakan kesempatan atau privilege yang kalian dapatkan sebaik-baiknya. Belajarlah dengan sungguh-sungguh agar ilmu yang kalian peroleh bisa bermanfaat bagi banyak orang. Jangan lupa bangun jaringan, baik dengan profesor, teman-teman, maupun para ahli dan profesional di bidang kalian maupun di luar bidang studi kalian, karena suatu saat mereka akan sangat berguna dalam membangun dan mendukung karir di masa depan,” tutur Tommy.

Bagi teman-teman difabel yang berencana melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, baik di dalam maupun luar negeri, jangan pernah takut untuk bermimpi setinggi langit. Pantang menyerah dalam mengejar cita-cita. Manfaatkan informasi dan teknologi yang kalian punya, persiapkan diri sebelum maju untuk berjuang. Ingatlah, saat kalian berhenti berusaha, maka saat itulah kalian 100% gagal. Terakhir, jangan lupa selalu berdoa dan minta restu pada orang tua. Semoga sukses!,” tutupnya tegas.

Tommy adalah bukti nyata bahwa kondisi difabel bukanlah penghalang untuk meraih mimpi. Maka dari itu, tiada alasan untuk tidak berjuang demi masa depan yang lebih cerah,  dan untuk meraih cita-cita, serta pendidikan yang setinggi-tingginya.[]

 

Reporter: Andi Syam

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content