Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Tingkatkan Suplai Pangan Difabel, Berkebun Rumahan Jadi Solusi di Era Krisis Iklim

Views: 10

Solidernews.com – Krisis iklim yang kini tengah dialami dunia menyebabkan berbagai macam masalah. Curah hujan tidak menentu, perubahan suhu, dan bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi, cukup berdampak pada terpenuhinya kebutuhan pangan bagi masyarakat Indonesia. Hal itu tentu juga berdampak bagi keluarga difabel. Harga pangan naik, ketersediaan sumber pangan makin terbatas, dan tidak menentunya ekonomi menjadi persoalan yang tengah dihadapi oleh kelompok difabel.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Ciqal, pada tahun 2022 terdapat sekitar 720.000 pekerja   difabel  di Indonesia, di mana sebanyak 305.217 orang (sekitar 42,35%) bekerja di sektor pertanian. Dengan pelatihan, pemberdayaan, serta pelibatan difabel dalam aspek ketahanan pangan tentunya menjadi indikator kunci untuk membantu mengurai masalah difabel dalam pemenuhan pangan. Selain itu, pembinaan secara berkelanjutan juga menjadi poin penting dalam membantu difabel. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah bercocok tanam mandiri di lingkungan rumah.

Pada sesi diskusi “Desiminasi Potensi Pangan Lokal Non-Beras” pada 20 Desember 2024 yang dilaksanakan di Restouran Pringsewu, Sleman, Dwi Suka, selaku Direktur Ciqal menyampaikan potensi besar dengan adanya penanaman pangan mandiri di lahan rumah keluarga difabel. Mulai menanam sayur, buah, dan umbi-umbian. Di mana hal itu juga dapat dilakukan difabel dengan baik.

“Adanya pendampingan, pelatihan, dan pembinaan, tentunya kegiatan tanam mandiri di rumah ini dapat menjadi kegiatan potensial untuk meningkatkan suplai pangan bagi keluarga difabel,” jelas Dwi.

 

Contoh Pertanian Inklusif

Aspek penting dalam meningkatkan inklusifitas pertanian adalah dengan melibatkan difabel dengan berbagai penyesuaian guna terakomodirnya akses bagi petani difabel. Mulai ketersediaan benih, tatacara tanam, pembinaan, edukasi dari pra-tanam hingga pasca-tanam, serta modifikasi alat pertanian yang aksesibel bagi difabel.

Pada wawancara 11 Januari 2025, Dani, selaku pengurus Paguyuban Luhur Jiwo yang mengakomodasi rekan-rekan ODDP di wilayah Kalurahan Sidoluhur, Kapanewon Godean, menyampaikan bahwa pertanian yang dilakukan oleh rekan-rekan Difabel di Luhur Jiwo dapat menunjukkan hasil yang baik. Mulai penanaman cabai, ketimun, dan tanaman lain, dapat dipanen dengan baik.

“Semula kami menanam di lahan 400 meter, mas. Seiring berjalannya waktu, berkat bantuan program dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM, kami dapat mengembangkan pertanian yang dapat diakses oleh difabel psikososial binaan kami. Hasil panen sempat kami gunakan untuk membeli seragam, dibawa pulang oleh rekan-rekan ODDP, dan ada juga yang dijual,” tutur Dani.

Dengan pola pembinaan, kolaborasi antara difabel psikososial dengan caregiverr, bermitra dengan berbagai pihak, serta memberikan kepercayaan kepada rekan-rekan difabel, Paguyuban Luhur jiwo berhasil membentuk komunitas tani inklusif yang dapat meningkatkan segi pangan dan ekonomi untuk pagguyuban mereka. Tentu hal itu menjadi kabar yang menggembirakan. Bahwasannya bertani pun dapat dilakukan oleh difabel dengan baik.

 

Menanam di Halaman Rumah dan Ruang Terbatas

Bertani juga dapat dilakukan di rumah. Dengan memanfaatkan lahan yang ada, menanam sayur, buah, dan umbi-umbian dapat dikerjakan. Meski ruang dan lahan rumah terbatas, ada beberapa metode tanam yang bisa diterapkan.

Pertama, menanam menggunakan Polybag. Model ini adalah teknik menanam dengan menggunakan kantong plastik atau wadah serupa sebagai media tanam. Teknik ini memiliki beberapa kelebihan, seperti mudah dipindahkan, hemat tempat, dan sangat cocok untuk menanam di pekarangan atau ruang terbatas. Media tanam yang digunakan biasanya berupa campuran tanah, kompos, dan pupuk organik. Jenis tanaman yang sering ditanam dengan metode ini meliputi tomat, cabai, terong, serta berbagai bunga hias. Selain fleksibel, teknik ini juga ideal bagi  difabel  fisik atau sensorik karena kemudahannya dalam pengelolaan.

Kedua, metode tanam  Hidroponik. Cara ini merupakan metode bercocok tanam yang tidak menggunakan tanah, melainkan menggantinya dengan media air yang kaya nutrisi. Teknik ini memiliki berbagai kelebihan, seperti hemat air, minim risiko serangan hama tanah, dan memungkinkan tanaman tumbuh lebih cepat karena nutrisi langsung diserap oleh akar. Media tanam yang digunakan biasanya berupa air dengan larutan nutrisi, yang kadang ditopang oleh bahan seperti rockwool, arang sekam, atau hidrogel. Jenis tanaman yang cocok untuk hidroponik meliputi selada, bayam, kangkung, tomat, dan paprika. Sistem hidroponik membutuhkan irigasi khusus dan dapat dirancang secara ergonomis, seperti meja datar untuk tanaman, sehingga sangat cocok digunakan oleh  difabel, termasuk pengguna kursi roda.

Ketiga, ada model Vertikultur. Pola ini menggunakan teknik bercocok tanam secara vertikal dengan memanfaatkan rak bertingkat, dinding, atau media tanam vertikal lainnya. Metode ini sangat hemat ruang, sehingga cocok untuk lahan sempit atau kebutuhan urban farming. Media tanam yang digunakan bisa berupa tanah, campuran kompos, atau media hidroponik. Jenis tanaman yang cocok untuk vertikultur meliputi sayuran daun seperti selada, kangkung, dan bayam. Teknik ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan sederhana seperti botol bekas, pipa PVC, atau rak khusus. Vertikultur juga ramah bagi difabel fisik dengan mobilitas terbatas, karena tinggi rak dapat disesuaikan dengan kursi roda atau posisi duduk, dan dapat dilengkapi alat bantu seperti tongkat penyiram otomatis.

“dengan media yang ada, kita sebagai difabel dapat menanam mandiri di rumah. Sehingga pemenuhan pangan ini dapat disokong lewat hasil kebun rumah,. Mulai Polyback, Hidroponik, vertikultur, semua dapat diakses difabel. Tinggal disesuaikan kebutuhannya saja,” ujar Dwi.

 

Manfaat dan Tantangan yang Perlu Diperhatikan

Mengajak difabel untuk bercocok tanam dan berkebun tentunya tidak luput dari tantangan. Seperti kurangnya keterlibatan difabel pada kelompok tani—karena dampak dari stigma yang ada di masyarakat, berbagai alat pertanian yang konvensional tentu tidak ramah difabel, jadi harus ada modifikasi dan pengembangan untuk alat-alat pertanian dapat diakses oleh difabel, hingga kurangnya minat bertani pada sebagian kelompok difabel. Serangan hama juga perlu diperhatikan.

Dwi, menjelaskan aspek aksesibilitas alat pertanian dan keterlibatan difabel pada pertanian masih kurang. Selain itu, minat difabel juga kurang optimal. Utamanya di generasi muda difabel. “Ya, alat-alat tani, minat, dan keterlibatan difabel , masih menjadi tantangan seorang difabel saat melakoni dunia pertanian.”

“Di kelompok kami tantangan yang ada tentunya ODDP itu riskan kambuh penyakitnya. Selain itu, mereka harus diberi partner cargiver untuk membantu saat piket mengawasi lahan pertanian. Namun, selama ini, potensi kambuh bisa diminimalisir sebab kesibukan yang ada, peran cargiver yang bisa berkolaborasi dengan ODDP dengan baik, hingga kini kami mampu memperluas lahan pertanian dengan menyewa dari mitra kami,” jelas Dani.

“kadang juga ODDP kami juga naik turun semangatnya. Jadi, untuk melanjutkan kegiatan tani, peran cargiver dan kader dari luhurjiwo menjadi sumber daya untuk mengatasi hal tersebut,” imbuhnya.

Ani (Nama Samaran), seorang Tuli menjelaskan bahwasannya tanaman buah di rumahnya tidak berkembang selayaknya. Buah tidak muncul, padahal dirinya sudah memberi pupuk dan menyiraminya setiap hari. Setelah ia berkonsultasi ke beberapa rekan, ternyata media tanam yang digunakan itu terlalu kecil, sehingga perkembangan akar dan penyerapan nutrisi tidak maksimal. “Ya, setelah tahu aku akan segera memperbaikinya. Ingin sekali memiliki tanaman yang dapat dikonsumsi di halaman rumah,” jelas Ani pada 20 Desember 2024, di gelaran acara Ciqal.

Hal-hal di atas tentunya dapat diurai bila kerjasama, pemberian ruang, dan pembinaan dilakukan dengan sistem berlanjut. Mengenalkan bibit potensial, cara pemupukkan, media tanam yang cocok, dan pendidikan tentang pertanian diberikan. Dengan penanaman mandiri ini, difabel dapat memiliki sumber daya pangan mandiri di rumah atau pun kelompok, untuk kebutuhan sehari-hari dan peluang ekonomi bila dijual.

“Pada paguyuban luhurjiwo, hasil pertanian ada yang di jual. Hasil upahnya kami bagikan ke anggota luhurjiwo, hasil panen ada juga yang dibawa pulang untuk konsumsi pribadi, dan ada juga bagian yang diperuntukan untuk keberlangsungan program dari luhurjiwo. Seperti untuk membeli kaus seragam, dan sejenisnya. Jadi, pertanian ini sangat potensial bila digarap dengan baik, untuk membantu meningkatkan suplay pangan dan ekonomi bagi difabel,” jelas Dani.

Pengembangan hasil panen seperti sayur bayam, kangkung, mentimun, cabai, umbi, dan buah-buahan, bisa diubah menjadi nilai jual. Baik secara mentahan atau pun dikembangkan menjadi olahan  pangan, seperti keripik. Di mana hasil ini dapat dijual di warung, pasar, dan dipasarkan secara online.

Bercocok tanam baik di rumah mau pun di lahan kelompok tani, tentunya memiliki peluang yang dapat dikerjakan oleh difabel. Potensi-potensi media tanam seperti polyback, hidroponik, dan lain-lain dapat memberikan solusi atas ketersediaan lahan sempit. Manfaat hasil panen juga menjadi poin penting pada kemandirian difabel dalam memenuhi pangan dan meningkatkan peluang ekonomi.[]

 

Reporter: Wachid Hadman

Editor     : Ajiwan

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content