Views: 17
Solidernews.com – Naik pesawat terbang kini sudah bukanlah hal asing bagi masyarakat. Perjalanan lebih cepat, pelayanan ramah dari para pramugari, serta dapat menikmati pemandangan dari ketinggian merupakan pengalaman seru saat naik pesawat. Apalagi dapat menggunakan moda ini sewaktu pulang kampung. Namun, apakah difabel juga nyaman dan aman saat naik pesawat?
Sesuai Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang penerbangan, pasal 134 dan pasal 135, bisa dipahami bahwa penumpang dengan kebutuhan khusus, termasuk di dalamnya adalah penumpang difabel, berhak untuk mendapatkan pelayanan secara baik. Hal itu antara lain, kursi prioritas, kemudahan akses saat naik dan turun— berikut petugas yang sigap membantu saat di bandara, dan petugas kabin pesawat yang membantu difabel di pesawat. Hal-hal tersebut tanpa ada biaya tambahan. Meninjau peraturan tersebut, sudah seharusnya penumpang difabel yang naik pesawat mendapatkan akomodasi layak, tanpa adanya diskriminasi. Baik saat di bandara, berada di pesawat, hingga keluar dari bandara tujuan.
Pada 15 April 2025, solidernews.com berkesempatan bertemu dengan Meta Puspitasari, difabel fisik yang menjadi dosen di salah satu kampus di Yogyakarta. Pada mudik 2025 ini, Meta mudik ke Lampung. Ia memilih menggunakan pesawat, daripada transportasi darat.
Meta memilih pesawat dikarenakan waktu tempuh yang tidak sampai 5 Jam. Cukup berbeda dengan jalur darat yang akan memakan waktu banyak, serta tidak nyaman bagi pengguna kursi roda sepertinya. Selain itu, Meta juga mengungkapkan kalau perjalanan udara kini lebih nyaman, aman, dan pelayanannya relatif baik, saat ia menjajal moda transportasi udara ini sejak 2013.
“Tentu alasan durasi tempuh, kenyamanan, dan pelayanan menjadi beberapa faktor saya memilih transportasi pesawat untuk kendaraan mudik,” ungkap Meta, 15 April 2025.
Pelayanan Dirasa Makin Membaik
Mudik bagi meta adalah momen penting yang tidak boleh ditinggalkan. Sebisamungkin ia akan meluangkan waktu untuk temu kangen dengan keluarganya yang berada di Lampung. Baginya, ini adalah ajang saling menyambung silaturahmi dan tentunya saling menguatkan.
Keputusan Meta memilih pesawat terbang untuk mudik dikarenakan ia merasa kalau pelayanannya makin tahun terus menunjukkan perbaikan. Sejak pertamakali terbang di 2013, menggunakan Sriwijaya Air, Meta pada akhirnya memilih terbang daripada mudik lewat jalur darat, yang dirasanya tidak nyaman bagi pengguna kursi roda. Mulai kru yang sigap membantu, petugas bandara yang cekatan, hingga ia duduk di bangku pesawat, semua dapat dilaluinya dengan nyaman.
Berbeda bila saat ia naik bus. Selain desain kabin, pintu masuk, juga format kursi di tahun-tahun itu sangat tidak nyaman bagi difabel, utamanya difabel kursi roda, alasan petugas bus yang kurang paham akan kebutuhan difabel juga menjadi faktor mengapa Meta memilih naik pesawat untuk mudik. Kontras dengan petugas pesawat, yang memang sudah ditekankan oleh peraturan dari perundangan yang diberlakukan.
“Saya mengalami dari masa dimana difabel itu masih dicampuradukkan dengan penyakit, harus tanda tangan surat sakit, petugas kurang familiar dengan konsep difabel, hingga kini mereka mampu melayani difabel tanpa adanya masalah, makin membuat saya nyaman saat mudik,” ungkap Meta.
Dari bandara hingga kursi kabin, Meta merasa dilayani dengan profesional. Saat ada service snack di pesawat, petugas pun juga melayani dengan baik. Saat dari Jogja, transit ke Bandara Sukarno Hatta, lalu pindah pesawat yang menuju Lampung, semua sudah terkondisikan. Sehingga ia tinggal mengikuti alur petugas yang sudah memegang keterangan difabel yang ia berikan.
Tantangan Difabel Saat Naik Pesawat Secara Mandiri
Meta Menjelaskan bahwa tantangan utama dari menggunakan moda pesawat adalah harga tiket yang sangat terasa mahal, karena kebutuhan difabel yang penuh dengan extra cost. Di mana ia harus merogoh kocek hampir dua ratus ribu, untuk menyewa mobil untuk mengantar dirinya ke bandara. Hal itu ditambah dengan harga tiket pesawat itu sendiri.
Mengapa Meta memilih menggunakan mobil rental untuk mengantar ke bandara? Itu karena terkait dirinya yang menggunakan kursi roda, butuh relawan untuk membantu mengurus tiketing, dan menghubungkan dengan petugas bandara yang akan membantunya sampai tujuan. Karena bandara Yogyakarta dari tempat Meta berdomisili juga cukup jauh. Sehingga perjalanan menggunakan motor tidak memungkinkan.
Meski sudah makin baik, Meta juga pernah hampir salah naik pesawat. Hal itu disebabkan oleh adanya miscommunication antara petugas dengan pihak maskapai. Jadi, meski sudah relatif membaik, sikap teliti dan memastikan pelayanan dan penerbangan tetap perlu dilakukan.
“Waktu itu saya di bandara Sukarno Hatta hendak menuju Yogyakarta. Tapi malah sama petugas dinaikkan lagi ke pesawat yang akan menuju lampung. Untung saja saya gercep nanya ke petugas, dan akhirnya dibantu untuk menuju pesawat yang memang menuju Yogyakarta,” ungkap Meta.
Selain Meta, Solidernews.com juga berkesempatan mewawancarai Ramaditya Adikara, difabel netra yang berprofesi sebagai trainer, dosen, juga penulis buku. Pengalamannya naik pesawat sudah cukup lama. Ia juga mengakui kalau terkadang memang ada hal-hal yang harus tetap diperhatikan serta dipastikan saat naik pesawat secara mandiri.
Meski berbeda dengan tahun-tahun 2010 ke atas, yang penumpang difabel harus mengalami berbagai diskriminasi, adanya tanda tangan surat yang tidak bertanggung jawab, dan sebagainya, penerbangan di era kini sudah jauh lebih baik. Apalagi saat difabel memutuskan untuk terbang mandiri.
“Sepengalaman saya selama hampir 25 tahun memakai pesawat terbang, kini maskapai-maskapai sudah lebih baik. Meski begitu, kewaspadaan, kejelian terhadap barang, dan pemenuhan obat pribadi, harus tetap dipenuhi. Agar perjalanan kita tetap aman dan nyaman,” jelas Rama pada 17 April 2025.
Tips Naik Pesawat Terbang Mandiri
Agar perjalanan difabel nyaman sewaktu naik pesawat, ada beberapa tips yang dapat diterapkan. Hal itu menyangkut saat pergi ke bandara, bertemu petugas, pengecekan, hingga saat di kabin pesawat. Tips ini didapatkan dari rekan-rekan difabel yang kerap menggunakan pesawat.
Pertama, bisa gunakan moda transportasi roda empat saat menuju bandara. Karena tidak semua bandara mengizinkan sepeda motor masuk ke area dekat loby atau dalam bandara menuju tempat boarding. Jadi agar nyaman direkomendasikan pakai roda empat.
“Saya pernah ke Bandara Halim, mas. Nah itu pakai motor. Disitu ternyata motor tidak boleh masuk kedalam. Jadi, saya akhirnya berjalan masuk dengan jalan kaki. Untung saja tidak jauh. Bisa dibayangkan bila itu difabel fisik, atau difabel lain yang memiliki hambatan gerak. Jadi, pakai mobil atau taksi online lebih aman saat masuk ke bandara,” jelas Rama.
Kedua, datang lebih awal dan persiapkan tiket lebih awal. Untuk mengatasi telat ke bandara, apalagi karena faktor difabel yang dimiliki, meluangkan waktu lebih awal itu sangat penting. Juga terkait pencetakan tiket dapat dilakukan lebih dini. Jangan mendadak. Agar petugas juga lebih paham serta proses boarding pass lebih lancar.
“Saya sering datang satu atau dua jam lebih awal, mas. Saat mencetak tiket juga saya lakukan lebih awal. Agar tidak mengganggu proses administrasi kita,” jelas Meta.
Ketiga, pastikan obat atau keperluan pribadi dipastikan dibawa. Saat akan melakukan pengecekan baik pengecekan tubuh atau saat di cek pakai sinar x, semua yang berkaitan dengan logam disarankan dilepas dari tubuh dan dimasukkan di tas. Agar tidak perlu dilepas di meja petugas, dan saat mau memakai kembali lebih mudah dicari.
“Saat akan dicek petugas menggunakan sinar x, lebih baik alat bantu seperti tongkat lipat tunanetra, jam tangan, cincin, dan aksesori logam lainnya masukkan ke tas aja. Daripada harus dilepas di meja petugas. Karena itu agak ribet dan memakan waktu. Jadi, kalau kita masukkan tas, itu akan lebih mudah nantinya saat seusai lolos dari pengecekkan,” jelas Jaka, difabel netra yang sering pakai pesawat, dikutip dari channel youtube @BlindmanJack, 20 April 2025.
Keempat, ikuti arahan dari kru kabin pesawat. Mulai berbagai fasilitas yang diberikan, edukasi keselamatan, informasi toilet dan pintu keluar, akses oksigen, dan sejenisnya. Bahkan beberapa maskapai juga menyiapkan tombol untuk memanggil pramugari bagi penumpang berkebutuhan khusus. Silakan gunakan fasilitas tersebut, dan jangan sungkan memberitahukan kebutuhan yang perlu petugas bantu.[]
Reporter: Wachid Hamdan
Editor : Ajiwan