Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Tantangan Edukasi Difabel Mental dan Fisik Akibat Penyakit Kronis; Ini Tips dan Triknya

Views: 8

Solidernews.com – Berdasarkan Undang undang nomor 8 tahun 2016, ada 4 jenis difabel yang diakui. Difabel yang tertulis dalam undang undang tersebut yaitu Fisik, Intelektual, Mental (psikososial, perkembangan) dan Sensorik. Sementara itu, difabel fisik memiliki berbagai faktor penyebab. Salah satunya akibat terjangkit penyakit kronis sehingga menimbulkan difabel permanen. Diantara semua difabel yang tersebut. Ada 2 difabel tertentu yang  sangat menantang untk mengedukasi kepada masyarakat. Pertama yaitu segala jenis difabel mental, sedangkan yang kedua yaitu difabel Fisik  yang diakibatkan   penyakit kronis.

 

Menantang Untuk Lakukan Edukasi

Ada beberapa alasan mengenai mengapa mengedukasi menganai dua difabel tersebut sangat menantang.

Pertama, mempelajari 1 nama difabel (ADHD, Fibromyalgia) untuk 2 jenis difabel tersebut (Mental, penyakit kronis) memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Hal tersebut membuat seseorang yang mengalaminya membutuhkan waktu dan dedikasi yang tinggi agar dapat memahami difabel yang sedang dialaminya. Misalnya, narkolepsi memiliki 4 gejala yaitu kelelahan yang berlebihan, halusinasi, katapleksi dan kelumpuhan saat tertidur. Orang dengan narkolepsi setidaknya memenuhi 2 dari 4 gejala yang disebutkan. Adapun alat tes untuk membuktikan seseorang narkolepsi yaitu sleep log, polisomnografi, dan MSLT. Jadi untuk mempelajari difabel mental maupun difabel fisik yang diakibatkan penyakit kronis, setidaknya hal-hal yang perlu diketahui yaitu berbagai gejala dari difabel tersebut secara keseluruhan, gejala apa saja yang dialami orang tersebut, harus ada berapa gejala yang terjadi agar seseorang memenuhi syarat untuk ditegakkan diagnosisnya untuk nama difabel tertentu, sudah terjadi berapa lama hal tersebut mengganggu ke orang yang bersangkutan dan alat tes apa saja yang bisa menguji seseorang terkena difabel mental atau difabel penyakit kronis yang dialami.

 

Kedua, Tingkat kompleksitas yang tinggi untuk dua jenis difabel mental maupun penyakit kronis tersebut membuat pihak yang sudah memahami difabel tersebut atau pihak yang mengalami difabel tersebut sulit untuk menjelaskan mengenai difabel yang dipelajari atau dialami tersebut kepada orang lain. Berbicara mengenai kompleksitas difabel, mari bayangkan bagaimana seseorang akan menjelaskan mengenai difabel fisik. Jika tenaga Kesehatan yang menjelaskan terkait difabel fisik, maka cukup berbicara bahwa difabel fisik adalah difabel yang memiliki tubuh yang “terlihat berbeda”. Jika difabel daksanya sendiri yang menjelaskan, maka ia cukup menunjukan bagian tubuhnya yang jelas “terlihat berbeda” maka kemungkinan orang lain langsung memahami mengenai konsep difabel fisik. Dengan kata lain, tidak perlu penjelasan yang panjang lebar agar orang lain untuk memahami mengenai definisi difabel fisik. Berbeda ceritanya dengan difabel mental atau difabel penyakit kronis. Jenis difabel tersebut memiliki kompleksitas yang lebih tinggi membuat tenaga Kesehatan maupun orang yang mengalami difabel tersebut kesulitan untuk menjelaskan mengenai apa yang sudah dipelajari (bagi tenaga medis) atau menjelaskan hal apa yang sudah dialami (bagi orang dengan difabel tersebut) kepada orang lain, khususnya kepada masyarakat. Berbeda dengan difabel fisik yang dapat memperlihatkan ciri ciri difabelnya secara nyata kepada orang lain, difabel mental maupun difabel penyakit kronis sulit memperlihatkan ciri ciri difabelnya secara nyata kepada orang lain, mereka biasanya hanya bisa memberikan penjelasan ke orang lain akan difabelnya melalui serangkaian tanda-tanda atau gejala-gejala yang itupun belum tentu diperhatikan oleh orang lain. Dengan demikian, paling cepat membutuhkan waktu 2 bulan agar orang awam bisa memahami secara keseluruhan 1 difabel mental atau 1 difabel penyakit kronis. Misalnya, untuk mempelajari tentang Fibromyalgia membutuhkan waktu 2 bulan agar orang yang mengalami gangguan/difabel tersebut atau tenaga medis yang sedang proses mempelajari gangguan/difabel tersebut agar bisa memahami tentang fibromyalgia.

 

Ketiga yaitu sumber belajar yang sangat terbatas. Dari segi tingkat bahasa yang digunakan, perlu diakui bahwa untuk memahami 2 jenis difabel tersebut, tingkat bahasa yang digunakan adalah bahasa  ilmiah medis, baku, dengan pengucapan yang sulit. Dari bahasa yang biasanya digunakan untuk mempelajari difabel difabel tersebut yaitu bahasa latin maupun bahasa inggris, bukan bahasa indonesia. Perlu diketahui bahwa Indonesia berada pada peringkat 79 dari 113 negara dalam hal kemampuan bahasa inggris, dengan kata lain masuk kategori rendah.

 

Bagaimana Cara Perkenalkan Dua Jenis Difabel Tersebut?

Walaupun memperkenalkan difabel mental maupun difabel fisik akibat penyakit kronis bukan hal yang mudah, namun bukan berarti hal tersebut mustahil untuk dilakukan. Masih ada hal yang bisa dilakukan untuk mempekenalkan difabel ini kepada orang lain. Tips dan trick ini adalah tips dan trick yang akan saya berikan berdasarkan pengalaman saya memiliki kedua jenis difabel tersebut secara bersamaan.

Untuk memperkenalkan mengenai difabel mental, alangkah lebih baiknya jika menyebutkan terlebih dahulu bahwa difabel mental yang terjadi adalah akibat dari perbedaan bentuk syaraf di otak yang menyebabkan cara berpikir, cara berperilaku, cara menangkap emosi yang berbeda dari orang lain. Berdasarkan pengalaman penulis, apabila penjelasannya dimulai dari karena difabel mental memiliki kondisi kejiwaan yang berbeda dibandingkan orang lain maka orang tersebut jiwanya akan dianggap lemah sehingga akan diminta untuk berdoa lebih banyak karena dianggap kurang iman dan kurang berdoa. Namun apabila penjelasannya dimulai dari adanya perbedaan syaraf yang membuat sifat perilaku dan cara merespon emosi yang berbeda maka hal tersebut akan mengurangi kemungkinan seseorang dengan difabel mental tersebut untuk di stigma, dan tentunya memperkecil kemungkinan untuk diminta berdoa akibat dianggap kurangnya iman. Hal lainnya yang bisa dilakukan untuk memperkenalkan difabel mental adalah dengan mempelajari mengenai konsep dasar dari difabel mental tersebut sebelum menjelaskannya kepada orang lain. Setiap difabel mental memiliki karakteristik yang berbeda beda, oleh karena itu sangat penting untuk mengenali ciri difabel mentalnya masing masing. Selain itu, perlu juga untuk mengetahui hal yang perlu dilakukan maupun hal yang dilarang untuk dilakukan ke difabel mental tertentu. Sedangkan untuk memperkenalkan difabel fisik yang diakibatkan penyakit kronis, maka sangat perlu bagi individu yang mengalami hal tersebut untuk mengenali kondisinya dengan baik agar bisa menjelaskan kondisinya dengan cara yang sederhana kepada orang lain. Selain itu, penting juga menjelaskan mengenai hal yang perlu dilakukan maupun hal yang tidak boleh dilakukan kepada orang dengan difabel fisik akibat kondisi penyakit kronis tertentu.

 

Difabel yang diakibatkan penyakit kronis dan difabel mental adalah kondisi keifabelan yang sangat menantang. Alasan difabel difabel tersebut sangat menantang menurut penulis ada 3. Pertama karena kompleksitas difabel difabel tersebut memang tinggi. Kedua karena difabel tersebut memang sulit untuk dijelaskan kepada orang lain akibat dari kompleksitas dari 2 jenis difabel tersebut. Ketiga karena sumber belajar untuk mempelajari difabel tersebut memang sangat terbatas, andaikan adapun biasanya menggunakan Bahasa medis, akademis yang sulit dipahami. Ditambah lagi, seringkali Bahasa yang digunakan adalah Bahasa inggris dan Bahasa latin, bukan Bahasa Indonesia.

Adapun rekomendasi yang bisa penulis sarankan adalah dengan memperbanyak platform platform edukasi mengenai 2 jenis difabel tersebut dengan bahasa yang sederhana dan meningkatkan kesadaran kepada masyarakat mengenai keberadaan 2 jenis difabel tersebut. Lebih banyaknya jumlah platform yang berisi materi terkait difabel mental maupun difabel fisik akibat penyakit kronis juga penting karena platform platform tersebut bisa membuat orang yang terkena difabel tersebut bisa mengenal karakteristik difabel mereka secara lebih baik. Sedangkan bagi orang orang yang merawat difabel difabel jenis tersebut maupun Masyarakat yang ingin berinteraksi dengan para individual yang memiliki 2 jenis difabel tersebut, adanya platform yang berisi info terkait 2 jenis difabel tersebut bisa membuat mereka lebih memahami cara berinteraksi dan hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada saat berinteraksi dengan difabel mental maupun difabel fisik akibat penyakit kronis. Penulis berharap beberapa tahun kedepan setidaknya kesadaran masyarakat awam terkait 2 difabel yang kompleks ini meningkat agar meminimalisir tantangan dalam hal mengedukasi terkait dua jenis difabel tersebut.[]

 

Penulis: Rahmat Fahri Naim

Editor     : Ajiwan Arief

 

Biodata penulis

Rahmat Fahri Naim merupakan individu dengan difabel ganda. Pertama ia memiliki kondisi spektrum autisme. Kedua, ia memiliki kondisi narkolepsi, kondisi yang masuk dalam kategori gangguan langka atau rare disorder. Saat ini tergabung di Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel Indonesia. Ia memiliki minat untuk mendalami isu isu Invisible Difability atau yang dalam Bahasa Indonesianya disebut difabel tak kasat mata. Penulis bisa dihubungi melalui akun r_fahri_n yaitu id instagramnya.

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content