Views: 15
Solidernews.com. Sebuah produk hukum berupa peraturan atau kebijakan, berfungsi sebagai bagian dari operasional penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan. Peraturan ini bersifat mengikat. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya, pemerintah tidak dapat mengubah ataupun menyimpang (menabrak) peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Ketika terjadi penyimpangan karena tidak dijalankan, maka sebuah produk hukum hanya akan menjadi onggokan sampah file tak berguna. Sosialisasi, menjadi bagian penting pasca diterbitkannya kebijakan. Agar pihak-pihak terkait yang berkepentingan, mendapat pemahaman. Sehingga implementasi berjalan sebagaimana mestinya. Selanjutnya dalam proses pemberlakuan, pengawasan tidak bisa tidak harus ditegakkan.
Bayar ratusan juta
Tulisan kali ini akan menyoroti bagaimana produk hukum tidak ditaati sebuah lembaga negara bernama Kantor Bea Cukai. Beberapa hari lalu, tepatnya pada Jumat (26/4.2024), media sosial diramaikan dengan tulisan salah seorang dengan nama akun @ijalzaid atau Rizalz. Dia mengaku berurusan dengan bea cukai Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soetta). Hingga tulisan ini disajikan, kasusnya belum selesai.
Rizalz yang mengaku mempunyai Sekolah Luar Biasa (SLB), mendapatkan bantuan alat pembelajaran dari Korea. Namun, bantuan tersebut dicekal ketika masuk tanah air. Agar dapat diambil, alat bantu pembelajaran gratis dari Korea tersebut, sekolah SLB-nya diwajibkan membayar ratusan juta, ditambah biaya gudang yang dihitung per hari.
“SLB saya dapat bantuan alat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda gudang per hari,” dikutip dari tulisan Rizalz dalam laman media sosialnya, Jumat (26/4).
Rizal juga menuliskan, bahwa barang bantuan untuk siswa SLB Pembina Tingkat Nasional itu, kemudian dibiarkan di gudang milik Bea Cukai Soetta hingga kini.
“Dari tahun 2022 jadi ga bisa keambil. Ngendep di sana, buat apa gak manfaat juga,” tandasnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu, Askolani, menuturkan pihaknya tengah mendalami permasalahan tersebut. Dia juga mengaku belum dapat menjelaskan lebih lanjut perihal tersebut.
“Kami sedang dalami, karena kejadian di tahun 2022. Kami akan tindaklanjuti data detailnya dengan yang bersangkutan, juga dengan Bea Cukai Soekarno Hatta. Nanti kami info setelah ada penjelasan,” kata Askolani kepada awak media, Jumat (26/4).
Ada panduan pembebasan
Sementara, panduan pembebasan bea masuk atas impor untuk keperluan pelayanan kesehatan, oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tahun 2018, terdapat aturan pembebasan bea masuk terhadap barang-barang untuk keperluan penyandang disabilitas.
Penjelasan secara lengkap, adalah sebagai berikut: barang untuk keperluan penyandang disabilitas dalam dasar hukum: a) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 142/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk Dan Cukai Atas Impor Barang Untuk Keperluan Khusus Kaum Tuna Netra Dan Penyandang Cacat Lainnya;
Poin b) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atas Impor Barang Kena Pajak yang Dibebaskan dari Pungutan Bea Masuk, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.010/2016;
Dan poin c) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran Atas Penyerahan Barang Dan Kegiatan Di Bidang Impor Atau Kegiatan Usaha Di Bidang Lain, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 110/PMK.010/2018;
Berdasarkan ketentuan di atas, fasilitas fiskal yang diberikan meliputi : (a) pembebasan bea masuk, (b) tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM, serta (c) dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
Perkara pembebasan bea masuk barang-barang untuk keperluan difabel , sejatinya juga menjadi bahan diskusi dalam pertemuan G20 pada 2022 silam. Hal ini mengemuka dari Ade Wirawan, difabel tuli asal Provinsi Bali.
“Saat pertemuan G20 pada 2022 silam di Indonesia, pembebasan bea masuk barang-barang keperluan penyandang disabilitas, menjadi salah satu tuntutan dari organisasi penyandang disabilitas Indonesia. Pembebasan pajak atau bea masuk untuk alat-alat bantu disabilitas, yang selalui dikategorikan barang mewah. Salah satu tema G20 yang didorong Negara Indonesia, adalah Inklusivitas. Namun bagaimana hasilnya? nothing,” ungkap Ade Wirawan.
Sementara kesaksian lain disampaikan Danaryoman dari Organisasi Bunga Bali. Di Bea Cukai Denpasar, sampai saat ini, donatur yang hendak menyumbang alat bantu gerak, sering tertahan. Pun mengurusnya terlalu ribet. Dampaknya, para donatur dari luar, meski akan membawa sendiri barangnya bantuannya, mereka masih kesulitan.
“Bantuan dari Jepang, Australia dan Taiwan yang dialamatkan Bunga Bali, rata-rata mengatakan kesulitan, saat di kedutaan besar Indonesia. Barang-barang bantuan untuk penyandang disabilitas, dikatagorikan barang atau alat kesehatan. Semua barang dianggap sama dengan obat. Sungguh sulit dan sangat ribet,” terang Danaryoman.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan