Views: 6
solidernews.com – Sabihis, fasilitator pelatihan public speaking yang diikuti oleh difabel koordinator kecamatan Forum Komunikasi Difabel Boyolali (FKDB) mengatakan bahwa di setiap bulan, pada tanggal 1 hingga 11, desa diberi kewenangan untuk membuka pendaftaran Daftar Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Artinya pintu pendaftaran dibuka kalau kebutuhan mendesak dan hanya mendaftar.
Tetapi, menurut Sabihis yang juga seorang sekretaris desa itu, kalau kondisi warga sakit, lantas mendaftar untuk mendapatkan JKN PBI yang dikaver oleh APBD II/Pemkab, langsung sehari sesudahnya bisa aktif. Akhirnya bisa terlayani dengan memperoleh Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dan syarat lainnya yakni mengirim foto saat dirawat di rumah sakit dengan pelayanan kelas 3. Demikian kebijakan Kabupaten Boyolali di sektor kesehatan.
Menurut Bihis lagi, seharusnya difabel bisa mengambil peran misalnya dengan turut berpartisipasi aktif dan bermakna dalam penyelenggarakan
pendidikan kesehatan dan reproduksi di rumah. Sebab desa punya program forum anak dan desa ramah perempuan dan peduli anak.Termasuk pengetahuan reproduksi yang juga seharusnya ada di desa. Di banyak desa juga ada program deteksi dini.
Desa juga ada tim pendamping keluarga yang tugasnya mendampingi ibu atau perempuan, mulai dari calon pengantin dan ibu pasca salin hingga paling tidak selama dua bulan. Jadi ketika menemukan difabel sejak bayi maka bisa tertangani dengan baik. Paling tidak, bisa menjawab.
“Pengetahuan-pengetahuan itulah yang seharusnya juga tersosialisasikan pada warga difabel,”demikian kata Sabihis.
Saat ini ia juga sedang merintis posyandu inklusi. “Konon, bupati yang baru nanti, akan memusatkan pembangunan di desa. Namun demikian saya tidak banyak tahu, “imbuhnya.
Sabihis menambahkan mengapa pembangunan dipusatkan di desa? sebab angka perceraian di Boyolali tinggi, yakni sekitar 1500 dan kasus kekerasan perempuan dan anak juga banyak. Sehingga ada program itu dan sasarannya adalah desa. Maka orang- orang yang alami kekerasan juga merasa diawasi.
Menurut Bihis lagi, banyak perangkat desa tidak paham karena pekerjaan mereka banyak sehingga beberapa program terlewat. Maka kesempatan difabel dan kelompoknya untuk mengadvokasi.
“Boyolali sudah bagus. Sektor swasta lebih dari 1% kesempatan kerja sudah dimanfaatkan oleh difabel. Jangan hanya pelatihan menjahit di Kresna Patra terus. Coba ada pelatihan yang lain,” ungkap Bihis.
Tatik Wahyuni, warga desa Nepen, Kecamatan Teras, menyatakan pendapatnya jika saat ia mengikuti musyawarah desa (musdes) kenapa usulan tidak disetujui padahal tujuannya untuk pemberdayaan difabel desa. Kemudian perangkat desa menjawab bahwa sudah diwujudkan dalam pembangunan aksesibilitas di kantor kelurahan, dan kecamatan, karena setiap desa harus sudah akses. Menurut Bihis, usulan itu harus terus diulang serta ditanyakan lagi, kemudian terus dikawal agar terimplementasi.
Di antara peserta pelatihan Public Speaking, tampak Santi, pendiri Sanggar Bintang Mandiri Kecamatan Sawit tahun 2018 yang kemudian gabung dengan FKDB untuk mekanisme koordinasi dan jeraring. Santi adalah perintis yang memperjuangkan agar sanggar tetap teguh ada atau eksis. Mengapa sanggar dibentuk? karena saat itu kebanyakan difabel di Kecamatan Sawit, malu keluar dari rumah. karena stigma. Lantas ia membuat organisasi/sanggar harapannya, supaya teman-temannya mengakses bantuan,maupun berkarya dan bisa menunjukkan bakat dan karya. Juga untuk meng-update, apabila ada yang belum memiliki BPJS Kesehatan, dan e- KTP akan dibantu oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di kecamatan.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan