Views: 11
Solidernews.com – Mendapatkan kesempatan pekerjaan yang setara dan sesuai dengan kemampuan, merupakan salah satu hak difabel di bidang ketenaga kerjaan. Namun masih banyak pekerja difabel yang alami diskriminasi, bahkan sulit mendapatkan pekerjaan.
Sudah ada jaminan dalam konstitusi untuk semua warga agar bisa memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, memperoleh lingkungan kerja yang kondusif serta inklusif.
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan: ‘Setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.’
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang mengatur hak atas pekerjaan yang layak sesuai bakat, kecakapan, dan kemampuan bagi setiap warga negara; hak atas syarat ketenagakerjaan yang adil, hak upah dan perjanjian kerja yang setara; serta upah yang adil sesuai prestasi dan jaminan kelangsungan kehidupan keluarga.
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan: ‘Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.’
Pasal 11, Undang-Unadng Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas: ‘Hak penyandang disabilitas antara lain tidak diberhentikan karena alasan disabilitas.’
Selain itu, ada sejumlah Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur hadirnya lingkungan kondusif bagi pekerja difabel, diantaranya: PP Nomor 60 Tahun 2020 tentang Unit Layanan Disabilitas di bidang ketenagakerjaan. PP Nomor 75 Tahun 2020 tentang Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi difabel. PP Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komnas Disabilitas. Konversi ILO Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan, yang telah dirativikasi dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999.
Tri Jata Ayu Pramesti. S.H, Manager klinik hukumonline berpendapat, difabel punya hak dalam pekerjaan, kewirausahaan juga koperasi seperti yang tertuang dalam pasal 11 undang-undang nomor 8 tahun 2016. Yang menghalangi atau melarang difabel untuk mendapatkan hak pekerjaan, selain telah mendiskriminasi juga terancam pidana penjara maksimal dua tahun dan denda maksimal dua ratus juta rupiah.
Langkah yang bisa ditempuh difabel saat alami diskriminasi kerja
Difabel yang mengalami diskriminasi di tempat kerja harus memiliki keberanian dan keinginan untuk menyuarakan kondisi mereka. Menurut Tri Jata, ada beberapa langkah yang dapat mereka lakukan diantaranya adalah menyimpan bukti perbuatan diskriminasi dan melaporkan kepada atasan. Tapi, bila langkah ini tidak ada penyelesaian yang diharapakan, laporan tersebut dapat dilanjutkan ke bagian sumber daya manusia yang ada di tempat kerja sehingga akan disiapkan langkah bipartit dan mediasi.
“Dan jika ditahap ini belum juga ada hasil, maka bisa melaporkan ke pengadilan hubungan industrial,’ terang ia.
Abdul Wachid Habibullah, Direktur eksekutif lembaga bantuan hukum Surabaya menambahkan, jika berhubungan dengan instansi pemerintah, difabel yang alami kasus ini dapat melayangkan gugatan tata usaha negara di pengadilan tata usaha negara. Selain itu, bisa juga melapor ke Ombudsman, Komnas HAM.
Sedangkan jika pelanggaran hak ini di perusahaan swasta, dan terdapat unsur pelanggaran dalam undang-undang bisa lapor ke pengawas ketenagakerjaan di dinas tenaga kerja provinsi. Bahkan dalam undang-undang tentang penyandang disabilitas dapat melapor pada kepolisian.
Pendapat pekerja difabel tentang diskriminasi di tempat kerja
Zulhamka Kadir Julianto, salah satu karyawan difabel fisik pengguna kursi roda yang bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi di kota Bandung membagi kisah pekerjaannya. Ia telah hampir sembilan tahun bekerja, dan belum pernah mendapatkan perlakuan buruk seperti diskiminasi di tempat ia bekerja. Selepas pandemi COVID-19 melanda, dengan hadirnya kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH), kebijakan tersebut masih ia peroleh hingga kini dari perusahaan.
“Alhamdulillah tidak ada diskriminasi yang saya rasakan selama bekerja. Bahkan pihak kantor memberi keringanan untuk masih boleh WFH. Jadi bekerja bisa di kantor atau di rumah,” katanya.
Ia juga menyarankan, bila ada pekerja difabel yang alami diskriminasi di tempat bekerja, mereka harus berani untuk advokasi dan berkomunikasi sesuai kebutuhan difabel tersebut. Ia menegaskan, semua itu harus tetap disampaikan dengan etika yang santun untuk mencapai hasil terbaik dan kesepakatan antara kedua belah pihak.
Pekerja difabel lain dari Yogyakarta, Eko Ardi yang baru bekerja sekitar satu tahun enam bulan di perusahaan otomotif juga menyampaikan, dirinya selama bekerja belum pernah alami diskriminasi.
“Selama ini saya bekerja, dari staf malah banyak membantu,” terang ia.
Terkait pendapatnya bila ada pekerja difabel yang alami diskriminasi Eko juga memberi saran untuk mengumpulkan bukti masalah diskriminasi yang didapatkan.
“Kalau menurut saya kumpulkan bukti masalahnya seperti apa, diskriminasi yang didapat seperti apa, kalau perlu ada saksi, nanti diskusi dulu dengan saksi, lalu lapor kepada atasan supaya diberikan edukasi atau advokasi. Kalau ranah lebih luas lagi juga bisa cakupan pelaporan,” paparnya.
Dari segi kebijakan, tenaga kerja difabel telah mendapatkan payung hukum yang berlaku. Untuk pekerja difabel yang masih mengalami bentuk-bentuk diskriminasi dalam lingkungan tempat kerja sudah seharusnya berani bersikap untuk menindaklanjutinya, dari mulai langkah di internal hingga pelaporan kepada pihak berwenang. Karena memutuskan untuk mengajukan pengunduran diri bukan solusi.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan Arief