Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Strategi Pengawalan Perkal Difabel bagi Faskal dan KDD

Views: 16

Solidernews.com – Strategi Pengawalan Peraturan Kalurahan (Perkal) bagi Fasilitator Kalurahan dan Kelompok Difabel Desa/Kalurahan (KDD/KDK) DIY telah terselenggara pada hari Rabu, 04 Oktober 2023 bertempat di Desa Wisata Sangurejo Turi Sleman. Kegiatan ini di hadiri sekitar 40 orang yang diantaranya ada Program Manager, Program Official, Fasilitator Kalurahan, dan perwakilan anggota kelompok difabel desa dan kelompok difabel kalurahan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan pemahaman terkait dengan peraturan kalurahan (Perkal) difabel dan menyusun strategi pangawalan implementasi Perkal Difabel.

 

Kegiatan dibuka oleh Ninik selaku Program Officer Nasional yang menyampaikan tentang implementasi dan pengawalan Perkal agar bisa terus mendorong pembangunan inklusif di kalurahan masing-masing, “SIGAB tidak selamanya akan mendapingi kalurahan jadi harapannya teman-teman KDK bisa menjadi mandiri dan memulai menjadi kalurahan yang inklusif” tuturnya.

 

Pada kegiatan ini SOLIDER-INKLUSI menggandeng Wasingatu Zakiyah sebagai Fasilitator. Zakiyah sapaan akrabnya menyampikan pengantar tentang dua hal yang penting sebagai momentum pembelajaran ini, yaitu Undang-Undang nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Undang-Undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Istilah Desa di D.I Yogyakarta sendiri dikenal dengan Kalurahan karena disesuaikan dengan Nomenklatur dalam Praturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 25 Tahun 2019 pasal 1 butir 9 dimana dijelaskan bahwa kalurahan adalah sebutan desa di wilayah DIY yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang terdiri atas gabungan beberapa padukuhan yang mempunyai batas-batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri, berkedudukan langsung di bawah Kapanewon.

 

Zakiyah menanyakan kepada para peserta kenapa harus ada Undang-undang? Para peserta pun menjawab karena harus ada aturan yang mengatur warga. Kemudian Zakiyah menanyakan kembali “Lalu siapa yang membuat Undang-undang?” peserta pun menjawab Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Kalau level desa atau kalurahan peran DPR ada di Badan Permusyawaratan Kalurahan (BAMUSKAL) atau BPKal/BPD, mereka hadir karena warga menitipkan aspirasinya kepada Bamuskal atau BPkal/BPD.

 

Masuk pada diskusi awal Zakiyah mengajak para peserta melakukan simulasi untuk memahami tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan konsekuensi logis dari kewajiban warga terhadap negara. Peserta diminta untuk menuliskan apa saja yang sudah dibayarkan sebagai warga terhadap negara di sticky note dan mengelompokkan menjadi 4 bagian diataranya ada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, dan APBD Desa dari 4 bagian yang sudah ada tersebut peserta kemudian diminta melakukan identifikasi kemana pemasukan dari sektor pajak, cukai atau restribusi. Ketika warga berpartisipasi dalam pembayaran pajak, cukai, dan retribusi maka negara memiliki kewajiban kepada warga untuk memenuhi hak-hak warga difabel dan warga rentan lainnya.

 

Lalu pentingkah Undang-undang atau regulasi ini?

Sifatnya regulasi adalah untuk mengatur, melindungi, memajukan, dan memberikan hak-hak warga, pentingnya sebuah Undang-undang atau regulasi ini adalah untuk pengalokasian anggaran. Jadi kenapa kemudian Perkal disabilitas ini menjadi penting, salah satu alasannya adalah memaksa negara hadir memenuhi kebutuhan warga, karena pemerintah kemudian akan memberikan alokasi anggaran untuk bisa memenuhi hak-hak warga difabel.

 

Zakiyah menyampaikan alur terbentuknya sebuah peraturan “Ketika ada aspirasi untuk membuat aturan maka buatlah SK tim penyusun perancangan peraturan yang di dalamnya ada unsur dari pemerintahan dan stakeholder. Ketika draf peraturan sudah selesai dibuat kemudian naik keatas ke musyawarah kalurahan, kemudian dibahas kembali bersama tim, kalau sudah ada kesepakatan bersama maka kemudian di ketok (ditetapkan) dan sudah jadi peraturan” jelas Zakiyah.

 

Secara tata kelola desa/kalurahan regulasi terkait dengan difabilitas harus melibatkan difabel (KDD atau KDK) karena desa/kalurahan tidak bisa memutuskan sendiri, dan harus ada partisipasi dari Masyarakat, dan yang lebih paham tentang kebutuhan difabel adalah difabel itu sendiri.

Keterlibatan masyarakat dapat dilihat secara aktif dan bermakna dengan menggunakan alat yang dinamakan APMK (Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat).

 

Di pemerintahan desa/kalurahan keputusan tertinggi terletak pada musyawarah kalurahan, kemudian ada BPKal dan Lurah yang memiliki kewenangan yang sama atau sejajar yaitu sebagai penyelanggara musyawarah desa/kalurahan, lalu yang terakhir adalah warga yang didalanya ada KDD/KDK/Lembaga Kalurahan lainnya.

Ada beberapa hal-hal strategis yang menjadi kebijakan desa diantaranya ada: 1) Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa/Kalurahan dengan kurun waktu 6 tahun, dalam dokumen RPJM sendiri harus ada data, peta potensi, peta masalah, kalender musim dan peta kelembagaan, 2) Rencana Kerja Pemerintah (RKP) desa/kalurahan setiap tahun sekali, 3) Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB) desa/kalurahan setiap tahun.

 

Sesi kegiatan ini ditutup dengan pencermatan Perkal dari masing-masing kalurahan antara lain apakah dalam Perkal tersebut sudah ada point-point seperti menimbang (filosofi, sosialisasi dan yuridis), menetapkan, dan pada Bab I sampai bab terakhir adalah isi Perkal, apakah hak-hak difabel sudah semua tercantum atau belum.[]

 

Penulis: Indri Kana

Editor    : Ajiwan Arief

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air