Views: 7
Solidernews.com- MITOS atau kecenderungan orang menafsirakan. Tak jarang, berdampak pada stereotip, label atau stigma. Mitos yang diterima dan dipercaya begitu saja, mengabaikan nalar pikir dan budi pekerti, dampaknya bisa menyudutkan pihak tertentu. Melemahkan, bahkan membuat seseorang menyerah sebelum melakukan satu upaya. Terlebih ketika mitos tersebut menyebar luas dan diyakini masyarakat, kondisi demikian akan memperburuk situasi.
Stereotip aseksual yang disematkan pada orang dengan difabillitas, sebagai contoh. Hal ini dapat berdampak negatif pada mereka, para difabel. Anggapan masyarakat bahwa difabel tidak memiliki kesadaran seksual sebagai orang dewasa, sangat tidak adil. Terlebih, ketika mereka memutuskan mengikat hidup dalam sebuah perkawinan, mereka mendapat distigma aneh. Mereka dihakimi tidak mampu bereproduksi dan mengurus anak.
Melawan stigma
Hal ini terjadi pada pasangan Andika Indra Saputra dan istrinya. Suami istri dengan cerebral palsy itu mengaku, sempat mendapatkan pertanyaan menohok dari beberapa kerabatnya. Andika yang berjalan dengan lututnya dan mengalami kekauan otot itu distigma sebagai pria aseksual. Diragukan kesanggupannya mengurus diri, terlebih keluarga.
Tak menyerah atas stigma yang dilekatkan. Dialah Andika. Dia membuktikan, bahwa dirinya yang difabel sama dengan pria pada umumnya. Dia menggarisbawahi gerakan kesetaraan. Kini, Andika telah memiliki seorang anak perempuan dari hasil buah cintanya. Dia juga membuktikan, peran suami dan ayah yang dijalankannya dengan penuh tanggung jawab.
Stereotip salah
Keraguan masyarakat terhadap kehidupan seksual dan reproduksi pada difabel, juga pernah disampaikan Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS) Yeni Rosa Damayanti beberapa waktu lalu. Ketika itu (2023) data PJS menunjukkan banyak perempuan difabel mental yang tidak diperbolehkan hamil.
Meski tidak disampaikan secara gamblang larangan hamil bagi perempuan difabel mental dilakukan secara sistematis. Yeni mencontohkan, pemberian suntikan anti kehamilan yang diberikan petugas kesehatan tertentu tanpa sepengetahuan yang bersangkutan, perempuan difabel mental. “Salah satunya suntikan kontrasepsi yang dikatakan sebagai sumber vitamin C,” kata Yeni ketika itu.
Di belahan dunia lain, yakni di Afrika, DR. Joanne Neille, dosen senior di Departemen Patologi Wicara dan Audiologi di School of Human and Community Development di University of the Witwatersrand, dia melakukan penelitian terhadap 30 orang difabel di pedesaan Afrika, pada 2018.
Salah satu hasil kutipan hasil penelitian itu ialah, mitos dan stereotip salah tentang kehidupan seksual bagi difabel. Hal ini memberikan dampak buruk bagi kehidupan serta identitas difabel.
Tidak saja tereksklusikan secara sosial, stigma seksualitas dan reproduksi yang salah, memberikan dampak lanjutan dalam kehidupan sosial bagi difabel. Perceraian yang bukan keputusan difabel, satu contoh. Pemisahan anak dengan ibunya yang difabel, contoh lainnya. Dampak lanjutan lainnya pada masalah kesehatan, ekonpomi, hingga penurunan kualitas hidup.
“Seksualitas sering menjadi sumber penindasan terdalam bagi seorang individu. Sering kali pula menjadi sumber rasa sakit yang terdalam. Sangat mudah bagi seorang pada umumnya untuk merumuskan strategi mengubah diskriminasi dalam bidang pendudukan, perumahan maupun pekerjaan, daripada berbicara tentang pengecualian pada seksualitas dan reproduksi,” tulis Naille, sebagaimana dikutip dalam bukunya Deconstructing Mutually Exclusive Construct, yang terbit pada 2018.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan Arief