Views: 21
Solidernews.com. SPONGEBOB SquarePants. Dia menjadi karakter dan tayangan animasi favorit anak-anak hingga orang dewasa, di berbagai belahan dunia. Termasuk Indonesia. Namun, tak banyak yang tahu, bahwa SpongeBob ternyata autism. Pengisi suara SpongeBob SquarePants, Tom Kenny (62), mengatakannya dalam acara Motor City Comic Con 2024 di Detroit, Juli lalu.
“SpongeBob sebagai karakter, juga termasuk dalam spektrum (autism),” mengutip pernyataan Kenny yang dirilis di laman New York Post, Senin (19/8/2024).
Menurut Kenny, pertanyaan soal SpongeBob yang autism, pertama kali ditanyakan oleh seseorang yang benar-benar menyandang spektrum autism di Texas. “Ini adalah pertama kalinya saya ditanyai pertanyaan ini,” lanjut Kenny.
“Seseorang yang benar-benar menyandang spektrum tersebut mendatangi saya dan berkata, ‘Saya punya pertanyaan untuk Anda, Tom Kenny. Apakah SpongeBob autis?’”
“Saya berkata, ‘Ya, tentu saja. Tentu saja’,” kenang komedian itu.
“Saya berkata, ‘Tahukah Anda? Itu adalah kekuatan supernya, sama seperti kekuatan supermu.’”
Kenny telah mengisi suara SpongeBob sejak ditayangkan perdana pada tahun 1999. Dia telah memenangkan dua penghargaan, Daytime Emmy Awards dan Annie Awards untuk karyanya dalam serial tersebut.
“Lebih dari kartun lainnya, karakter SpongeBob sedikit autis. Terobsesi dengan pekerjaannya. SpongeBob sangat pekerja keras, sangat tekun pada sesuatu,” ujar Kenny
Sebetulnya, Kenny sudah pernah mengungkap bahwa Spongebob menyandang neurodivergent, pada tahun 2012 di podcast WTF With Marc Maron.
Istilah “neurodivergen” menggambarkan orang-orang yang memiliki perbedaan otak. Kondisi ini memengaruhi cara kerja otak mereka. Artinya, mereka memiliki kekuatan dan tantangan yang berbeda dari orang-orang yang otaknya tidak memiliki perbedaan tersebut. Perbedaan yang mungkin terjadi termasuk gangguan medis, ketidakmampuan belajar, dan kondisi lainnya.
Kesamaan DNA
Pada 2019, Kenny mengaku selalu merasa punya ikatan keluarga dengan karakter kartun itu. “Saya merasa ada kesamaan DNA antara saya dan karakter ini. Kita semua merasakan hal yang sama. Itu adalah bagian dari kejeniusan Steve Hillenburg, pencipta karakter SpongeBob,” ucapnya.
Sebagaimana tertera pada credit tittle, SpongeBob SquarePants diciptakan oleh mendiang Hillenburg. Pria tersebut meninggal karena amyotrophic lateral sclerosis (ALS) di usia 57 tahun, pada November 2018.
Yaitu, penyakit sistem saraf yang melemahkan otot dan berdampak pada fungsi fisik. Pada penyakit ini, sel-sel saraf rusak. Akibatnya, mengurangi fungsi otot yang disuplai. Penyebabnya tidak diketahui. Gejala utamanya adalah kelemahan otot. Pengobatan dan terapi dapat memperlambat ALS dan mengurangi ketidaknyamanan, tetapi tidak ada obatnya.
Awal tahun itu, Kenny berbicara tentang pencapaian Hillenburg. Waktu itu, produser TV tersebut mendapat penghargaan dari National Academy of Television Arts and Sciences di Daytime Emmy Awards ke-45.
“Suatu ketika di tahun 1997, Stephen Hillenburg menunjukkan kepada saya, beberapa gambar yang dia buat untuk sebuah tayangan. Ketika itu akan diajukan ke Nickelodeon. Yakni tentang spons yang baik hati, teman bintang lautnya yang bodoh, bos kepiting yang rakus, tetangga cumi-cumi yang rewel, musuh yang sangat kecil dan tupai Texas yang menjadi subakuatik,” kata Kenny dalam pidatonya.
“Saya langsung jatuh cinta dan sepertinya beberapa orang lain juga demikian,” tambahnya.
“Pita suara SpongeBob mungkin milik saya. Tetapi, semangat, ceria dan energi lembut SpongeBob, humornya, serta kegembiraan yang dia rasakan dalam dunianya, 100 persen dari teman baik saya, Tuan Stephen Hillenburg. Demikian juga dengan kedinamisan SpongeBob yang penuh warna, penuh musik.” kata Kenny.
Tentang autism
Autisme. Merupakan kondisi difabel, yang menyebabkan penyandangnya memiliki gangguan fungsi dalam tiga bidang. Di antaranya, interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas serta berulang.
Menurut Dosen Pendidikan Khusus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Riksma Nurakhmi, M.Pd, dalam bukunya di menuliskan, kondisi ini disandang seumur hidup dan tidak dapat disembuhkan.
“Kondisi ini akan disandang seumur hidup, jadi enggak ada istilahnya anak autisme sembuh,” kata Riksma dalam seminar daring Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Rabu, 13 Agustus 2024.
“Tapi pada saat kita melakukan intervensi, perilakunya menjadi lebih baik, lebih adaptif, kemampuan bahasanya meningkat, interaksinya lebih bagus, jadi semakin hari mungkin kondisinya semakin responsif dan adaptif,” tambahnya.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan Arief
(Ditulis ulang dari laman: https://nypost.com/ )