Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Sosok Perempuan OYPMK Berdaya Mengabdi Untuk Negeri

Views: 197

Solidernews.com – Seorang perempuan yang saya kenal pada tahun 2018 memiliki kisah yang sangat menarik bagi saya. Rika namanya, singkat seperti nama salah satu peran di film jaman Rhoma Irama. Usia Rika selisih empat tahun dari usia saya, namun saat pertama bertemu kami sudah sangat akrab. Perangainya yang supel, beliau memperkenalkan diri berasal dari kota Jeneponto. Logat khas Makassar nampak melekat dari bahasa yang diucapkannya. Kini sudah hampir 3 tahun kita tidak pernah bertemu langsung tatap muka, sesekali hanya saling menyapa lewat pesan singkat di whatsapp.

 

Perempuan berusia 40 an tahun kini tengah disibukkan dengan kegiatan sebagai pegawai negeri sipil (PNS) di SDN 46 Bangkala. Masih ingat sekian tahun silam saya membagikan kumpulan tes CPNS dan saya menyaksikan tahapan demi tahapan yang dilalui nya hingga dinyatakan lolos menjadi PNS di kota kelahirannya.

 

“Apa kabar mbak Fin? Sudah lama ya kita tidak jumpa, sudah tiga tahun kali ya”, sapanya mengawali obrolan kami melalui sambungan telepon.

 

Sebelum kami bercerita banyak, saya mengulang kilas balik aktor-aktor OYPMK (orang yang pernah mengalami kusta) yang  kini sudah mulai berdaya di berbagai bidang. Saya minta izin terlebih dahulu tentu dengan kesepakatan bahwa nantinya tulisan ini akan dipublikasikan.

 

“Ahhh..tidak apa malah baik to, bisa menginspirasi yang lain”, ujarnya tegas.

 

 

Cerita diawali dari kisah 3 minggu lalu, Rika mendapatkan informasi tentang adanya kasus baru yang ditemui.  Ia berkoordinasi dengan pihak puskesmas terdekat bahwa pasien kusta baru sama sekali tidak ada kartu tanda penduduk (KTP), kondisinya tuli dan bagian jempol kaki sudah lubang. Kondisi pasien itu tidak punya anak dan  tinggal sendiri di daerah Mala (desa tetangga dari tempat tinggal Rika). Kendala yang dihadapi pasien ini ialah puskesmas tidak bisa memberi obat kepada pasien kalau tidak memiliki identitas.

 

“Kasus kusta masih tinggi di sini mbak”, jelasnya.

 

Untuk data terbaru kusta dari dinas kesehatan memang belum dimilikinya. Namun demikian suspect kusta sudah ditemui dalam waktu kurang dari satu bulan terakhir berjumlah 4 orang. Dari ceritanya, sekitar dua bulan lalu ada pasien kusta meninggal dunia karena ada penyakit penyerta lainnya, dan memang pasien tersebut tidak berobat di puskesmas melainkan di klinik alternatif.

 

“Stigma kusta di masyarakat sekitar sini masih tinggi. Saya masih tetap memberikan testimoni selaku kader bersama dengan puskesmas”, tegasnya.

 

Rika menjadi sosok yang bisa dipercaya melalui testimoninya sebagai penyintas kusta. Kemampuannya dalam komunikasi menjadi salah satu modal utama untuk menyampaikan tentang kusta secara tepat dan benar. Pengalaman Rika menjadi pendamping kusta, dengan ditemukannya salah satu pasien kusta yang “ngeyel” berobat sehingga deformitas terjadi pada pasien tersebut.

 

Tantangannya dalam menjadi pendamping kusta, selain penolakan dari pasien atau keluarga, yakni pasien kusta yang belum mendapatkan identitas. Hal ini menyulitkan si pasien kusta untuk mengakses KIS dan pelayanan kesehatan lainnya. Kebanyakan dari pasien kusta tak beridentitas ini karena merantau di kota lain, kembali dalam kondisi sakit. Kantor dinas kependudukan dan catatan sipil dengan wilayah desa cukup jauh hampir 40 km sehingga juga menjadi hambatan tersendiri.

 

“Kalau disdukcapil itu sudah aware dengan ODGJ dalam perekaman data, kalau dengan OYPMK belum begitu”, ungkap Rika.

 

Hal yang mendorong Rika menjadi pejuang kusta hingga saat ini yakni rasa keprihatinan apabila kusta tidak segera diobati akan menyebabkan difabel. Dengan adanya sosok Rika yang dapat sembuh, tentu pasien kusta lain dapat termotivasi dan memiliki keyakinan bahwa kusta dapat sembuh. Menurut penuturannya masih ada ketidakpercayaan kusta untuk sembuh.

 

“Kalau saya mbak, kalau ada yang sakit kusta meskipun dia pakai penutup mata, masker, saya bisa tahu kalau dia kusta. Seperti ada kontak batin”, serunya.

Saya yakin kemampuan Rika dalam mendeteksi orang yang kena kusta atau tidak berdasarkan dari pengalaman yang dia jalani selama ini, membersami pasien kusta yang beraneka ragam.

 

“Suami saya tahu kalau saya itu OYPMK, bahkan saya masih ikut pendampingan sampai hamil 9 bulan, kalau bukan saya siapa lagi sehingga semangat itu muncul. Ada rasa capek tapi jadi semangat lagi”, tutur Rika dengan lantang.

 

Saya sampai terkejut dengan pernyataan Rika saat ini dengan hamil 5 bulan anak ketiga masih kuat untuk melakukan kunjungan bersama dengan puskesmas atau dinas sosial. Kegiatan yang mulia ini tentu didukung penuh oleh suami dan keluarga, bahkan suami yang bekerja di luar kota juga ikut menginformasikan apabila menemui orang yang memiliki ciri-ciri kusta, sehingga suami pun ikut menyarankan kepada orang yang diduga kusta untuk segera periksa di puskesmas terdekat.

 

Bicara stigma kusta yang sangat tinggi, Rika memberikan usulan kepada pihak desa untuk memberikan sosialisasi tentang kusta. Memang tantangan untuk memulai usulan tersebut tidak mudah. Penolakan yang diberikan dari pasien kusta dan keluarga menjadi hambatan awal, namun masyarakat sekitar juga perlu berperan dalam mendukung penuntasan kusta. Masyarakat tidak bisa abai begitu saja membiarkan ada warga atau tetangga yang terkena kusta justru dikucilkan.

Dalam kegiatan Rika sebagai guru dan komunitas pendidikan, Rika tetap menyampaikan isu kusta dalam rapat-rapat kegiatan baik di sekolah atau di luar sekolah. Ia tidak malu menyampaikan dirinya sebagai OYPMK yang juga harus berobat dan dinyatakan sehat kembali.

Pentingnya sosialisasi isu kusta untuk mengurangi stigma dan pemahaman yang belum merata soal kusta. Diakuinya bahwa tenaga kesehatan pun belum tentu semua memahami dengan baik dan benar tentang penyakit kusta. Dalam organisasi Permata Jeneponto yang dinaungi Rika, ia mengusulkan untuk kerja sama dengan dinas kesehatan melalui puskesmas setempat dalam pendampingan pasien kusta.

 

“Di sini tuh kalau pasien sudah merasa sehat mau selesai, tidak tuntas obatnya, padahal kan obat itu tidak boleh berhenti sebelum waktunya”, jelas Rika tentang pengobatan kusta.

 

Dukungan keluarga Rika saat mengalami kusta hingga sembuh dan berdaya sangat besar. Rika menuturkan betapa pentingnya hadirnya dukungan keluarga saat sakit. Rika mengakui alami stress karena penyakit kusta, namun ia percaya kalau terlalu berlarut dengan kesedihan tidak akan cepat sembuh. Dari pengalaman teman pasien dan dampingannya Rika mengamati bahwa pasien kusta tidak boleh stress dan harus memiliki semangat tinggi.

 

Kembali ke cerita di tahun 2010, Rika mengalami sakit kusta dan berobat di puskesmas hingga rumah sakit selama satu tahun. Tahun 2011, Rika dinyatakan sehat hingga ia bisa mengenal tenaga kesehatan, pegawai dinas kesehatan dan wasor.  Semangat Rika agar tidak terputus selama pengobatan menjadikannya bisa memiliki jaringan yang baik dengan pihak dinas kesehatan.

 

“Saya yakin kalau saya kusta tapi saya semangat dan alhamdulillah tidak ada reaksi hingga saat ini. Eeee.. kusta itu yang penting happy happy aja”, terang Rika sambil terkekeh.

 

Kondisi Rika saat mengalami kusta, di tahun 2010 telah aktif  menjadi guru honorer di salah satu sekolah dasar. Ia tidak menutupi penyakitnya dari guru atau kepala sekolah. Pemahaman yang tepat diberikan kepada pihak sekolah mengenai penyakit kusta, bahwa ketika sudah meminum obat kusta maka tidak akan menularkan kepada orang lain. Perlakuan diskriminasi tidak pernah ditemuinya di sekolah dan selama proses pendaftaran hingga lulus menjadi PNS pun tidak pernah ada cerita buruk terkait penyakitnya.

 

Harapan dari Rika saat ini kepada teman yang sedang atau telah mengalami kusta untuk tetap semangat dalam berobat. Durasi pengobatan yang dijalani jangan sampai terputus agar tidak menjadi difabel (akibat deformitas). Menurutnya, OYPMK yang berdaya dan mampu mengejar cita-cita menjadi inspirasi bagi yang lain agar mendobrak stigma yang salah di masyarakat.

 

Percakapan kami di telepon kami tutup dengan saling mendoakan satu sama lain. Tentu bagi saya yang sudah mengenal Rika sejak beberapa tahun terakhir, melihat langsung bagaimana kondisi wilayah dampingannya yang cukup menantang, sosok perempuan tangguh seperti Rika masih sangat dibutuhkan. Saya meyakini perempuan dukung perempuan, perempuan bantu perempuan harus tetap digaungkan di negeri ini. Jika bukan kita, siapa lagi, Puan![]

 

Reporter: Erfina

Editor    : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air