Views: 6
Solidernews.com. Seorang siswa kelas 1 Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Negeri 2 Gunung Kidul Mamad Adi Janhari (19), mengalami luka memar pada beberapa bagian tubuhnya. Luka tersebut akibat pemukulan yang dilakukan oleh guru sekolahnya, berinisial DRS. Tak hanya dipukul, pada Senin (7/10), remaja pria itu juga mengalami penyekapan.
Atas kejadian tersebut, Selasa (8/10) siang, kedua orangtua Mamad, Wagimin-Ninuk Kumnansyah yang tinggal di Sukoharjo, melaporkan guru DRS, ke Unit PPA Polres Gunungkidul. Mereka mendatangi Polres Gunungkidul bersama dengan Mamad sang putra dan bibi pengasuhnya yang bernama Endang.
Usai melapor, didampingi keluarganya Mamad berusaha menceritakan apa yang ia alami kepada awak media. Peristiwa itu, kata dia, terjadi pasca upacara bendera. Remaja pria itu dibawa ke ruangan tertutup oleh guru DRS.
Dalam keterangannya, Mamat menyampaikan bahwa usai upacara bendera, dirinya dibawa guru DRS ke sebuah ruangan. Saat itu juga, sang guru menutup rapat pintu dan gorden jendela di ruangan tersebut. Tak hanya dirinya, kala itu ada teman lainnya yang juga murid SLB tersebut di dalam ruangan tersebut.
Setelah itu Mamad disuruh duduk di kursi dengan posisi tangan diletakkan di atas meja. Tanpa penjelasan, DRS langsung memukul Mamad menggunakan alat pemukul yang biasa dibawa petugas keamanan sekolah.
Mamad mengaku tak mengetahui alasan dirinya Iwan kawannya dipukul. Akibat penganiayaan tersebut, Mamad mengaku mengalami luka memar dan lebam di beberapa bagian tubuhnya. Di bagian tangan, bahu, kepala, serta perut.
Kedua orangtua korban yang beralamat di Karangtengah, Sukoharjo, Jawa Tengah, mengaku shock dan marah. Mereka tidak terima dengan perlakuan oknum DRS terhadap anaknya. Mereka ingin agar oknum guru tersebut diproses secara hukum.
Melalui sambungan telepon, ibunda korban yang dipanggil Ninuk, menegaskan bahwa peristiwa penganiayaan tersebut terjadi pada sekitar pukul 09.00 WIB. Ketika itu usai upacara bendera sekolah, Senin (7/10).
“Kejadiannya setelah upacara. anak saya dan temannya dipanggil gurunya. Lalu disuruh masuk di ruang kelas. Kemduian anak saya dan temannya disuruh ambil kursi dan tangannya di taruh di atas meja. Lalu oknum guru itu langsung memukul kedua tangan anak saya, pundak kiri dan kanan, kepala dan perut,” jelasnya, Rabu (9/10).
Sedang Ayah korban, Wagimin, mengaku sangat marah. Dia tidak terima dengan perlakuan guru terhadap anaknya. Dia ingin agar guru tersebut diproses secara hukum.
“Pelaku harus diberikan hukuman yang setimpal. Saya tidak bisa menerima anak saya diperlakukan seperti itu,” ujar Wagimin.
Bibi yang selama ini mengasuh Mamad, Endang menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh DRS adalah tindakan yang sangat tidak pantas. Apalagi dilakukan terhadap anak berkebutuhan khusus (difabel) yang memiliki kemampuan berbeda dengan anak pada umumnya.
“Anak difabel seharusnya mendapatkan perlindungan lebih,” ujar Endang
Menurut Endang, Mamad yang berkebutuhan berbeda ini dididik dengan pendekatan khusus. Pendekatan dengan penuh kasih sayang, bukan dengan kekerasan.
“Apa yang dilakukan oleh DRS jelas bukan cara mendidik,” kata Endang diamini orangtua siswa yang lain.
Sekolah Ramah Anak
Kepala SLB N 2 Gunungkidul, Wantini mengaku prihatin dan menyayangkan atas tindakan oknum guru tersebut. Sementara, pihak sekolah telah menerapkan prinsip sekolah ramah anak.
Dia menegaskan aksi penganiayaan dan penyekapan tersebut adalah tindakan yang mencoreng nama baik sekolah mereka. Oleh karenanya, pihaknya sudah berdiskusi dengan seluruh pihak terkait kasus ini.
“Kami tegas dalam menyatakan bahwa tidak ada toleransi terhadap kekerasan di lingkungan pendidikan,” tegas Wantini.
Kapolres Gunungkidul, AKBP Ary Murtini mengatakan Polres Gunungkidul telah menerima laporan resmi dari keluarga korban. saat ini pihaknyan sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Kapolres Gunungkidul menyatakan bahwa, pihaknya akan menangani kasus ini dengan serius. Dia mengatakan tidak akan segan-segan menindak tegas siapapun yang terbukti bersalah. Dia meminta waktu untuk menyelesaikannya kondisi korban, mengingat korban adalah difabel.
“Kami akan melakukan penyelidikan secara mendalam dan memastikan bahwa keadilan bagi korban dapat ditegakkan. Tapi kami butuh waktu karena ini anak difabel, tentu harus melalui pendekatan berbeda,” ujar Kapolres.[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan