Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Shougaisha Techou: Kepedulian Pemerintah Jepang Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Difabel

Views: 8

Solidernews.com – Di zaman yang semakin canggih ini, isu difabel sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Seperti kebanyakan negara-negara di Eropa. Mereka sudah bersahabat dengan para difabel. Akses di tempat publik juga mudah didukung dengan fasilitas yang memadai. Begitu juga di salah satu negara maju Asia yang dikenal dengan Negeri Sakura atau Negeri Matahari Terbit, yaitu Jepang.

Pemerintahan Jepang juga melakukan perhatian khusus terhadap  difabel. seperti kemudahan akses tempat umum, tunjangan, dan beberapa bantuan lainnya. Langkah pemerintah dalam menyikapi  difabel adalah salah satunya dengan membuat sertifikat difabel atau dalam Bahasa Jepang disebut dengan Seishin Shougaisha Techou.

 

Tentang Shougaisha Techou

Sertifikat difabel (Shougaisha Techou) merupakan sistem registrasi yang dibuat untuk orang-orang yang dalam menjalani aktivitas sehari-harinya atau sosialnya dibatasi oleh hambatan yang dimilikinya. Sertifikat ini memungkinkan  difabel untuk mengakses layanan kesejahteraan dengan mudah atau bisa juga disebut dengan paspor difabel.

Shougaisha Techou memiliki ukuran dan bentuk mirip dengan paspor. Terdapat sampul di bagian luar dan foto identitas di bagian dalam. Selain identitas nama, juga terdapat nomor identitas, tanggal lahir, alamat, otoritas yang menerbitkan, jenis difabel, dan tingkatan parahnya.

 

Jenis Sertifikat Difabel

  1. Sertifikat Difabel Fisik (Shintai Shougaisha Techou)

Diberikan kepada seseorang yang memiliki hambatan fisik, seperti difabel netra, rungu, wicara, fisik, dan gangguan fungsi organ seperti jantung, ginjal, hati, sistem kekebalan tubuh, sistem pernapasan, kandung kemih, usus halus, dan rektum.

 

  1. Sertifikat Difabel Perkembangan (Ryoiku Techou)

Diberikan kepada seseorang yang memiliki gangguan fungsi mental di bawah usia 18 tahun, yang mana gangguan tersebut harus memenuhi kriteria tertentu dan dipastikan oleh lembaga berwenang.

  1. Sertifikat Difabel Mental (Seishin Shougaisha Hoken Fukushi Techou)

Diberikan kepada seseorang yang memiliki gangguan kejiwaan sehingga menyebabkan hambatan mobilitas dalam kehidupan sehari-harinya di jangka waktu yang panjang. Dikutip dari Tokyo Mental Health, yang berhak mendapatkan adalah orang-orang dengan penyakit epilepsi, gangguan depresi atau bipolar, skizofrenia, gangguan pemakaian zat, dan disfungsi otak tingkat tinggi.

Untuk mendapatkan sertifikat tersebut, perlu adanya pemeriksaan secara medis. Setelah itu baru masuk ke dalam pengklasifikasian tingkat keparahan difabel yang ditentukan oleh lembaga berwenang. Ada tujuh level keparahan tersebut, level 1 paling parah dan level 7 paling ringan. Ketujuh kategori tersebut dibagi menjadi dua tipe. Tipe 1 untuk level 1-3, sedangkan tipe 2 level 4-7. Klasifikasi tersebut digunakan untuk memudahkan pemerintah mengetahui tingkat keparahan seorang  difabel.

 

Manfaat Sertifikat Difabel

Sertifikat ini memberikan kesempatan bagi  difabel untuk memperoleh diskon di transportasi umum, tempat wisata, dan fasilitas publik lainnya. Akan tetapi, terdapat perbedaan antara pemegang sertifikat tipe 1 dan 2. Misalnya, saat menaiki kereta Jepang, pemegang sertifikat tipe 1 akan mendapatkan diskon setengah harga berikut juga dengan relawannya. Sedangkan, untuk sertifikat tipe 2 yang mendapatkan potongan harga hanya individu yang difabel saja dan tidak berlaku untuk relawannya.

Sama halnya dengan di tempat hiburan, seperti bioskop atau akuarium. Para pemegang sertifikat difabel juga akan mendapatkan potongan harga bahkan tanpa biaya untuk akses masuk dengan cara memperlihatkan sertifikat tersebut. Namun, hal itu tergantung dengan kebijakan yang ada di tempat hiburannya.

Dilansir dari solidernews.com, pada artikel yang ditulis oleh Wachid Hamdan dengan judul “Extra Cost of Disability: Antara Kesejahteraan, Tantangan, dan Kepekaan Pemerintah pada Kehidupan Difabel,” menjelaskan bahwa pengaruh nyata adanya extra cost itu sangat terasa pada sisi ekonomi. Karena hal itu tentunya membedakan pengeluaran antara difabel dan nondifabel yang akan sangat membebani.

World Bank mengungkapkan bahwa   difabel berisiko mendapatkan respons sosial yang merugikan. Seperti tingkat pekerjaan yang rendah, pendidikan yang lebih sedikit, dan pelayanan kesehatan yang buruk. Kedifabelan juga dapat meningkatkan ancaman kemiskinan.

Maka dari itu, adanya sertifikat difabel tersebut adalah salah satu upaya pemerintah Jepang untuk membantu para  difabel. Sebab, pendapatan mereka lebih rendah dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan hidupnya. Hal tersebut disebabkan adanya pengeluaran tambahan yang diperlukan  difabel untuk biaya medis, transportasi dalam keperluan mobilitasnya sehari-hari, dan bahkan memberikan upah kepada relawannya.

Selain itu, tujuan dibuatnya sertifikat ini untuk memberdayakan  difabel dalam berpartisipasi di dunia kerja serta meminimalisir terjadinya diskriminasi di tempat kerja. Dikutip dari Tokyodev, Scoott Rothrock (Seorang Tuli Amerika  yang tinggal di Jepang) mengungkapkan bahwa pemerintah juga memberikan mandat hukum kepada perusahaan untuk mencegah adanya diskriminasi terhadap  difabel. Sederhananya, perusahaan yang memiliki 100 lebih pekerja diwajibkan untuk memperkerjakan  difabel setidaknya 2,3% dari keseluruhan jumlah tenaga kerja. Apabila tidak memenuhi aturan tersebut, perusahaan diwajibkan membayar pinalti sebesar 50.000 yen per orang kepada pemerintah. Contoh, jika ada sekitar 305 pekerja, berarti 2,3% nya sekitar 7 orang. Artinya 50.000 yen dikali 7 yaitu 350.000 yen per bulan. Namun, aturan tersebut juga bisa berubah seiring berjalannya waktu.[]

 

Penulis: Ajeng Safira

Editor     : Ajiwan

 

Daftar Pustaka

 

Fadhillah, R. (2022, September 28). Ramahnya Negeri Sakura Terhadap Penyandang Disabilitas. Retrieved from Kumparan: https://kumparan.com/rifdah-fadhillah/ramahnya-negeri-sakura-terhadap-penyandang-disabilitas-1ywhzaR7eiu

Health, T. M. (2021, Desember 29). Getting a Mental Disability Certificate (Seishin Shogaisha Techo) in Japan. Retrieved from Tokyo Mental Health: https://www.tokyomentalhealth.com/getting-a-mental-disability-certificate/

Japan, A. (n.d.). Disability Discounts in Japan. Retrieved from Accessible Japan: https://www.accessible-japan.com/japan-disability-discounts/

Japan, A. (n.d.). Disability Identification Cards in Japan. Retrieved from Accessible Japan: https://www.accessible-japan.com/disability-identification-cards-in-japan/

Rothrock, S. (n.d.). Living with a disability in Japan. Retrieved from Tokyodev: https://www.tokyodev.com/articles/disabilities-in-japan-and-the-disability-certificate-shougaisha-techou

Tokushima.jp. (2023, Oktober 4). Disability Welfare. Retrieved from Tokushima.jp: https://www.city.tokushima.tokushima.jp/smph/multilingual/english_portal/health_welfare/welfare/disabilitywelfare.html

Wira, B. (2022, Oktober 13). Pandangan Jepang terhadap Kaum Disabilitas. Retrieved from Kumparan: https://kumparan.com/bhismara-wira/pandangan-jepang-terhadap-kaum-disabilitas-1z2iKEKdEW9

 

 

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content