Views: 18
Solidernews.com, Yogyakarta – Selasa (22/10) kemarin, di Fisipol UGM telah dihelat Seminar Diseminasi Riset bertajuk “Membaca Inklusi Sosial dari Daerah” di Ruang Auditorium. Acara ini merupakan bagian dari upaya memperkuat kewargaan setara dan pembangunan inklusif di Indonesia yang masih sering terhambat oleh kebijakan diskriminatif, terutama di tingkat daerah.
Sebagai pengantar, seminar ini membahas mengenai pentingnya kewargaan setara bagi masyarakat inklusif. Sayangnya, di beberapa daerah, marginalisasi masih acap terjadi baik karena kebijakan yang diskriminatif maupun karena struktur sosial, budaya, hingga ekonomi. Melalui seminar ini, FISIPOL UGM bersama Program INKLUSI dan beberapa mitra seperti ‘Aisyiyah, PKBI Yogyakarta dan SIGAB ingin mendiseminasi hasil penelitian mereka mengenai kebijakan eksklusif dan inklusi sosial di berbagai daerah.
Nur Azizah dari Fisipol menuturkan jika penelitian ini mencakup dua tema besar, yaitu analisis situasi GEDSI dan proses pembuatan kebijakan eksklusif di Indonesia Pasca desentralisasi. Fokus utamanya adalah kebijakan eksklusif yang ada di Yogyakarta dan Makasar. Studi menunjukkan bahwa beberapa kebijakan di kota-kota tersebut masih mendukung adanya praktik eksklusi bagi kelompok-kelompok marginal, termasuk difabel, anak, dan perempuan.
Ia menyebut melalui penelitian di Yogyakarta mengungkap bahwa meskipun Perda No. 4 Tahun 2019 tentang Penyandang Disabilitas yang memiliki tujuan positif, implementasinya belum maksimal. Salah satu kendala utama adalah kurangnya akses pendidikan dan pekerjaan bagi difabel, yang mencerminkan lemahnya pelaksanaan kebijakan ini.
“Yogyakarta masih menghadapi tantangan dalam mengatasi kebijakan diskriminatif, di mana implementasi regulasi seringkali tidak didukung oleh aturan turunan yang memadai, sehingga kelompok marginal hidup semakin rentan,” terangnya.
Sementara itu, di Makasar, kebijakan serupa menghadapi masalah koordinasi antar-lembaga dan minimnya aturan turunan yang mendukung penerapan kebijakan inklusif diatasnya. Tentunya hal ini kian menghambat upaya pelaksanaan kebijakan perlindungan kelompok marginal.
Secara umum, hasil penelitian ini juga menyoroti fenomena kebijakan eksklusif yang masih banyak ditemukan di berbagai daerah pasca-desentralisasi. Alih-alih mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada masyarakat, desentralisasi justru memperkuat marginalisasi kelompok rentan seperti perempuan, anak, dan difabel. Masalah ini menunjukkan bahwa kebijakan inklusi di tingkat lokal belum sepenuhnya efektif.
Berdasarkan temuan yang ada, para peneliti kemudian merumuskan rekomendasi yang bisa diambil untuk memperbaiki kebijakan eksklusif di berbagai daerah. Pemerintah Daerah di Yogyakarta dan Makassar perlu segera melakukan evaluasi terhadap implementasi peraturan terkait difabel dan anak. Selain itu, penting untuk meninjau instrumen GEDSI yang telah ada dalam upayanya meningkatkan kapasitas pembuatan kebijakan.
Fokus utama harus diberikan pada peningkatan koordinasi antar lembaga, serta penyusunan peraturan turunan yang mendukung pelaksanaan kebijakan di lapangan. Selain itu, pemerintah harus melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam proses pengawasan agar kebijakan dapat berjalan lebih efektif dan tepat sasaran. Semetara itu lembaga donor juga berperan penting untuk memfasilitasi berbagai program peningkatan pengarusutamaan GEDSI.[]
Reporter: Bima Indra
Editor : Ajiwan





