Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Ilustrasi Forum Kyai. Sumber: Wagers.id

Semangat Juang Hari Santri: Refleksi Bagi Difabel untuk Tak Lelah Memperjuangkan Hak-Haknya

Views: 7

Solidernews.com – Tanggal 22 Oktober selalu menjadi hari yang penuh makna bagi bangsa Indonesia, terutama bagi kalangan santri. Hari Santri diperingati sebagai penghargaan atas semangat juang kaum santri dalam mempertahankan kedaulatan negeri ini, sejak fatwa Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini tidak hanya menyerukan perlawanan terhadap penjajah, tetapi juga menanamkan nilai-nilai penting dalam menjaga kemerdekaan: semangat, ketekunan, dan keyakinan yang kuat dalam memperjuangkan keadilan.

Bagi kalangan difabel, peringatan Hari Santri dapat menjadi momen refleksi yang dalam. Semangat yang ditunjukkan oleh para santri dalam sejarah perjuangan bangsa harus menjadi inspirasi bagi difabel untuk terus berjuang dalam memperoleh hak-haknya. Hari Santri mengajarkan bahwa perjuangan tidak boleh berhenti hanya karena menghadapi hambatan atau tantangan. Justru tantangan tersebut adalah pemantik yang membakar semangat untuk terus maju.

 

Santri dan Difabel: Perjuangan yang Tak Berujung

Jika kita renungkan, perjuangan kaum santri di masa lalu mirip dengan perjuangan yang sedang dilalui oleh   difabel saat ini. Kaum santri, yang dianggap sebagai bagian penting dalam pertahanan bangsa, harus berhadapan dengan musuh yang lebih kuat dan berteknologi lebih maju. Namun, mereka tidak pernah gentar. Mereka percaya bahwa keadilan dan kebenaran adalah sesuatu yang patut diperjuangkan, meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.

Sementara masyarakat difabel, seperti halnya santri, juga harus terus berjuang untuk memperoleh hak-hak yang seringkali terabaikan. Meski sudah ada peraturan yang melindungi hak-hak difabel, implementasi di lapangan sering kali masih jauh dari sempurna. Difabel masih dihadapkan pada berbagai tantangan seperti aksesibilitas yang terbatas, minimnya fasilitas publik yang inklusif, serta stigma sosial yang terus melekat. Namun, dengan semangat dan spirit yang sama seperti yang dimiliki oleh para santri, difabel harus terus berjuang untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan.

Bagi Abdul, difabel netra yang juga aktif di Gerakan Pemuda Ansor, pada obrolan 19 Oktober 2024, ia menjelaskan bahwa sinergitas perjuangan difabel tak boleh padam. Sebagaimana semangat juang para Kiai, santri, dan pejuang yang membela hak kemerdekaan bangsa Indonesia di perang surabaya. Bukan soal kesempurnaan peralatan, melainkan semangat juang yang tinggi, kekompakan, dan rasa saling butuh membela hak bangsa, yang pada akhirnya berhasil membuat kaum santri mampu memukul mundur para penjajah. Bahkan berhasil menumbangkan jendral Mallaby selaku petinggi jendral militer Inggris.

“Jadi, kita sebagai sesama difabel itu harus saling berangkulan, saling bantu, dan gabungkan semangat untuk terus berjuang dan membela hak-hak kita di Indonesia tercinta ini. Jangan mau bila kita dipandang lemah atau bahkan sengaja dilemahkan,” tutur Abdul.

 

Menggali Spirit Perjuangan dari Resolusi Jihad

Resolusi Jihad yang disampaikan oleh KH. Hasyim Asy’ari bukan sekadar seruan untuk angkat senjata, melainkan panggilan untuk bertindak atas dasar keadilan. Begitu pula, difabel harus memahami bahwa perjuangan kita bukanlah soal mencari simpati atau pengurangan beban, melainkan soal keadilan. Kita berhak atas kesetaraan dalam pendidikan, pekerjaan, aksesibilitas publik, dan partisipasi sosial. Ini bukan hal yang boleh dikompromikan. Ini adalah hak dasar manusia yang harus diperjuangkan hingga benar-benar terealisasi.

Jika dulu para santri rela mengorbankan diri demi mempertahankan tanah air, maka hari ini masyarakat difabel juga harus rela berjuang demi meraih kesetaraan. Mereka harus terus bersuara, terus mendesak perubahan kebijakan, dan tak lelah membuktikan bahwa mereka memiliki potensi yang sama dengan mereka yang tidak difabel. Resolusi Jihad hari ini adalah jihad untuk memperoleh hak-hak yang seharusnya diberikan secara adil dan merata, bukan sekadar belas kasihan.

Nurhadi, seorang ketua dari majelis dzikir dan solawat Ikhwanul Qalbi, yang juga komunitas difabel, berpendapat kalau semangat juang hari santri itu harus mampu  kita maknai sebagai suntikan semangat juang dalam membela, menjaga, dan terus mengawal kesetaraan bagi difabel. Jangan lelah mengadvokasi, audiensi, dan ikut andil dalam perancangan aturan pemerintah.

“Jadi, jangan patah arang. Kita pasti bisa. Sebagaimana resolusi jihad yang hanya bersenjatakan alat tradisional, yang nyatanya mampu mengalahkan para penjajah yang berteknologikan alat modern,” tutur Nurhadi pada 20 Oktober 2024.

 

Pentingnya Kemandirian dan Kerjasama

Satu hal yang dapat kita pelajari dari semangat para santri adalah pentingnya kemandirian dan kerjasama. Mereka tidak menunggu bantuan dari luar, tetapi bekerja keras dengan apa yang mereka miliki. Masyarakat difabel juga harus terus memperkuat kemampuan dan kemandirian. Penguasaan teknologi assistive seperti screen reader, alat bantu dengar, atau perangkat lain yang memungkinkan difabel untuk berfungsi secara optimal di berbagai aspek kehidupan, adalah kunci utama menuju kemandirian.

Namun, perjuangan ini tidak bisa dilakukan sendiri. Santri dulu bekerja sama dengan berbagai elemen masyarakat untuk menghadapi penjajah. Hari ini, difabel juga perlu bekerja sama dengan berbagai pihak: keluarga, komunitas, lembaga, hingga pemerintah. Kerjasama ini adalah kekuatan yang tak boleh diabaikan. Dengan adanya dukungan yang kuat dari berbagai pihak, perjuangan  difabel akan lebih terorganisir dan memiliki dampak yang lebih luas.

“Kita harus berkolaborasi, berkontribusi, dan tentunya jangan bergerak sendiri-sendiri. Menyatunya semangat itu menjadi kunci keberhasilan resolusi jihad. Jadi, kita sebagai difabel juga bisa mencontoh semangat itu. Jangan saling menjatuhkan, atau malah saling bertengkar. Mari kita satukan semangat,” tutur Nurhadi.

 

Berpikir Kritis dan Proaktif dalam Perjuangan

Seperti halnya santri yang selalu dibekali dengan pemikiran kritis dan kepekaan terhadap situasi sosial, difabel juga harus selalu berpikir kritis dalam menghadapi tantangan hidup. Kita harus mampu menganalisis situasi, mencari solusi yang kreatif, dan tidak mudah menyerah pada keadaan. Sikap proaktif sangat penting dalam menghadapi berbagai masalah yang muncul di dunia nyata.

Berpikir kritis juga berarti mampu membedakan mana yang menjadi hak dasar dan mana yang sekadar belas kasihan. Difabel tidak boleh merasa cukup hanya dengan sekadar mendapatkan keringanan atau toleransi dari lingkungan. Mereka harus yakin bahwa perjuangan yang mereka lakukan adalah untuk memperoleh hak penuh sebagai warga negara yang berhak atas kesempatan yang sama di segala aspek kehidupan.

“Jadi, kita harus terus berupaya meningkatkan kapasitas agar kepekaan, daya kritis, dan kreatif dalam menghadirkan penyelesaian masalah itu dapat diwujudkan. Pastikan kepedulian sosial yang kita dapatkan itu memang bertujuan untuk mengembangkan, memberdayakan, dan tentunya membangun kemandirian kita. Bukan malah mengekang, melarang, dan membatasi ruang kontribusi kita,” ujar Abdul.

Nah, Hari Santri yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober adalah simbol semangat perjuangan yang tak pernah padam, khususnya bagi para santri yang dengan gagah berani melawan penjajah demi kedaulatan bangsa. Nilai-nilai yang ditanamkan melalui Resolusi Jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari tidak hanya relevan bagi sejarah bangsa, tetapi juga menjadi pelajaran hidup yang abadi. Semangat, ketekunan, dan keyakinan yang kuat untuk memperjuangkan keadilan harus terus diwariskan kepada generasi penerus, termasuk bagi kalangan difabel yang berjuang untuk hak-haknya di era modern ini.

Bagi difabel, Hari Santri dapat menjadi inspirasi yang mendalam bahwa perjuangan tidak mengenal batas fisik atau keterbatasan apapun. Sama seperti santri yang menghadapi penjajah dengan segala keterbatasan sumber daya dan teknologi, difabel pun harus terus melangkah maju, bersatu, dan memperjuangkan kesetaraan dalam segala aspek kehidupan. Kemandirian, kerja sama, dan keberanian untuk terus menyuarakan hak-hak asasi manusia menjadi kunci keberhasilan. Seperti halnya Resolusi Jihad, perjuangan untuk memperoleh kesetaraan bukanlah soal mencari belas kasihan, tetapi soal mendapatkan keadilan yang seharusnya dimiliki oleh setiap warga negara. “Selamat Hari Santri!”[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor     : Ajiwan

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content