Views: 27
Solidernews.com – Pada tanggal 25 November, Indonesia memperingati hari guru sebagai pengingat akan perjuangan gigih dalam mendidik dan mengajar anak-anak penerus bangsa. Pada momen ini, bangsa Indonesia merayakan perjuangan guru yang senantiasa terus mendidik dan mencerdaskan generasi muda sebagai pelopor negara. Perjuangan guru semakin urgen untuk diapresiasi terutama bagi mereka yang tidak memperoleh insentif dengan layak, namun terus bersemangat mendidik generasi penerus bangsa.
Kita bisa menyaksikan guru tidak hanya mengajar materi mata pelajaran, namun mereka mengajarkan rasa menghargai terhadap sesama manusia, menghargai budaya lain, cinta tanah air, membentuk karakter, dan menghargai keberagaman. Terlepas dengan kegiatan mengajar, guru juga disibukkan oleh pekerjaan administrasi yang tidak kalah ribetnya. Dengan begitu seorang guru dapat dikatakan sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa,” menjadi simbol penghargaan bagi mereka yang terus mengabdi untuk negeri. Hari guru kali ini diberikan tema “Guru Hebat, Indonesia Kuat.” Guru mendidik semua pemuda yang tergolong pelajar, tak terkecuali difabel. Tidak ada alasan untuk membeda-bedakan dan mendiskriminasi dalam mendidiknya. Nah, lantas apa yang bisa kita refleksikan sebagai guru yang mendidik difabel muda guna meneruskan perjuangan para guru dengan pahlawan tanpa tanda jasanya?
Salma, salah satu guru di sekolah penyelenggara inklusi di Sleman, pada wawancara 24 November 2024 berpendapat, “hari guru seharusnya menjadi momen untuk merefleksikan peran kita sebagai pendidik, khususnya bagi anak-anak difabel. Setiap anak, termasuk anak difabel, memiliki hak yang sama untuk mendapatkan Pendidikan berkualitas. Guru perlu terus belajar, berinovasi, dan memahami kebutuhan khusus siswa difabel agar mereka merasa diterima dan didukung untuk berkembang sesuai potensinya.”
Ia melanjutkan, guru seharusnya bersikap inklusif, sabar, dan empatik. Setiap anak difabel memiliki kebutuhan yang unik, sehingga guru harus bersedia untuk memahami dan menyesuaikan metode pengajaran mereka. Selain itu, penting untuk tidak memandang anak difabel dari kekurangannya, tetapi lebih fokus pada potensi dan kelebihan yang mereka miliki.”
Dalam konteks difabel, Salma menjelaskan bahwa anak difabel bisa belajar dengan layak jika lingkungan sekolah memberikan aksesibilitas yang memadai, baik dari segi fasilitas maupun pendekatan pengajaran. Guru dan seluruh warga sekolah perlu bekerja sama menciptakan lingkungan yang mendukung, misalnya komunikasi yang ramah difabel serta suasana yang menerima keberagaman.
Aturan yang Berubah-ubah
Pemerintah melalui kementerian pendidikan riset dan teknologi (Kemendikbudristek) merancang standar kurikulum yang dapat dijadikan pedoman bagi para guru untuk menentukan capaian dan tujuan pembelajaran kepada peserta didiknya, agar dapat sesuai yang diharapkan. Namun dalam pelaksanaannya hampir setiap 4 tahun kurikulum yang berubah-ubah. Dimulai dari kurikulum KBK, KTSP, K 13, K 13 revisi, dan Kurikulum Merdeka. Hal itu karena mengikuti perkembangan zaman dan penggunaan teknologi.
Imam, seorang guru di salah satu SLB di jawa tengah, pada wawancara 24 November 2024 menegaskan bahwa peringatan hari guru sebagai wujud dari pemerintah mengapresiasi atas guru-guru di Indonesia yang terus senantiasa mendidik pemuda bangsa. Termasuk didalamnya adalah pemuda difabel. Bagi Imam, momen ini merupakan waktu yang tepat sebagai bentuk refleksi terhadap guru-guru dan pemerintah, bahwa kita perlu melihat juga ketika akan mengubah sistem harus melihat juga kebutuhan dan keadaan peserta didiknya. Sebagai contoh pada kurikulum merdeka tertera bahwa kurikulum mengikuti perkembangan anak, hal tersebut bagus dengan tidak memaksa peserta didik untuk belajar diluar dari kemampuannya. Namun terdapat satu aturan yang tidak memperbolehkan peserta didik untuk tinggal kelas, mereka harus tetap di naikan kelasnya. Lantas dengan aturan tersebut tak sedikit mereka yang di jenjang lebih tinggi namun belum bisa membaca, menulis secara lancar.
“ya benar kurikulum mengikuti kemampuan anak, namun bagaimana kalau ada aturan yang tidak memperbolehkan anak tinggal kelas, padahal secara kemampuan belum mampu untuk naik kelas, kita sebagai guru mengikuti saja”. Selain itu, Imam juga menjelaskan bahwa standar kurikulum merdeka terdapat komponen asesmen nasional berbasis komputer (ANBK) yang dilaksanakan daring semi luring dengan menggunakan aplikasi ExamBrowser, yang ditetapkan oleh kemendikbudristek. Adanya aplikasi ini menghambat ragam difabel tertentu dalam menggunakannya.
“mungkin dalam pelaksanaannya dan teknis bagi difabel harus diubah, bisa berbentuk seperti ujian nasional seperti dulu, karena kalau teknis pelaksanaannya seperti sekarang terdapat difabel tertentu terhambat, namun apabila pelaksanaannya seperti dulu, para difabel bisa melaksanakannya”.
Lebih lanjut Imam menceritakan “kalau semisal kita tidak mengadakan bagi semua difabel yang ada disekolah, susah juga karena kita harus membuat rapor pendidikan disetiap tahunnya dan salah satu komponen yang ada adalah ANBK” ujar Imam saat dihubungi melalui whatsapp.
Bahan Refleksi bagi Guru
Demi menghargai dan mendidik difabel yang layak, guru-guru berproses untuk terus berupaya meningkatkan kesetaraan, kesejahteraan, dan terpenuhinya hak-hak pemuda difabel melalui perjuangan dalam meningkatkan kualitas Pendidikan dan mendidiknya. Seperti menyediakan media yang sesuai, metode yang memperhatikan karakteristik peserta didik serta pendekatan yang berbasis pada peserta didik dan inklusif.
Peringatan hari guru adalah hari yang berarti sebagai wujud penghargaan kita pada mereka, para pahlawan tanpa tanda jasa dalam diri seorang guru. Namun tidak sampai disini saja, melainkan setelah refleksi diiringi juga dengan impelementasi dari guru dan pemerintah yang bekerjasama untuk meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.
Umaryadi, seorang pengajar ekskul musik dan guru BK di salah satu sekolah di Tangerang, pada wawancara 24 November 2024 memukakan pandangannya terkait refleksi guru, bahwa bagaimana pun guru adalah jasa bagi peradaban negeri yang menyalurkan, membimbing dan mengarahkan peserta didik dalam menemukan cahaya di hidupnya, untuk mendidik putra putri bangsa. Dalam konteks difabel, guru harus meningkatkan kualitas dirinya, karena mengajar difabel memiliki tantangan yang kompleks, berbeda dengan zaman dulu antara peserta didik difabel dan non difabel yang membedakan hanya fisiknya. Belakangan ini pemerintah telah memberikan akses bantuan bagi guru-guru baik berupa material maupun non material untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan bagi difabel, oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita para guru, untuk tidak memajukan pendidikan terkhusus bagi difabel.
“guru harusnya berinovasi, berkreasi, karena menghadapi peserta didik difabel memiliki tantangan yang kompleks, jadi sebagai guru sudah selayaknya membuka pandangannya serta bijak dalam menggunakan media yang tersedia, belakangan ini instansi terkait dan pemerintah memberikan akses bantuan untuk mendukung kemajuan difabel, tinggal kitanya bagaimana memanfaatkannya” ucap Umaryadi melalui pesan suara.
Dengan perjuangan terus mengupayakan kesetaraan di bidang pendidikan tentu akan terbit berbagai perundangan yang mengakomodasi kelompok difabel.
Terakhir Salma, Imam, dan Umaryadi berpesan hari guru mari kita jadikan ajang refleksi untuk para pendidik untuk memperbaiki kualitas diri dan pendidikan di Indonesia.
“Harapannya, guru semakin terbuka untuk menerima keberadaan anak difabel di kelas mereka tanpa stigma. Selain itu, diharapkan para guru mau terus meningkatkan kompetensi, baik melalui pelatihan khusus maupun kolaborasi dengan ahli, agar pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik.” Tutur Salma, “bagi peserta didik baik yang difabel maupun non difabel, kalian harus semangat menuntut ilmu, karena dapat membuka jendela dunia, serta hargailah, hormati guru-gurumu yang senantiasa mendidikmu tanpa balasan apapun” tambah Umaryadi.[]
Reporter: Muhammad Rifki Yanuardi
Editor : Ajiwan