Views: 12
Solidernews.com – Yogyakarta, 3 Desember 2024. Selama hampir sepekan, mulai 29 November hingga 3 Desember 2024, Pusat Rehabilitasi YAKKUM bersama Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia menggelar Sekolah Gradiasi Batch 9. Program ini menjadi wadah inkubasi politik dan kaderisasi aktivis difabel untuk menjadi tangguh dan siap memperjuangkan inklusivitas di berbagai sektor. Hingga tahun 2024, Sekolah GRADIASI telah berhasil mencetak 315 alumni aktivis difabel. Ini merupakan kali ke sembilan Sekolah Gradiasi hadir, dengan mengusung tema “Mewujudkan Hak Politik dan Membangun Keterlibatan Politik Penyandang Disabilitas”. Tema ini diangkat untuk menjawab tantangan rendahnya partisipasi bermakna difabel dalam politik—sebuah elemen kunci untuk mewujudkan inklusivitas.
Pemantauan kolektif Pusat Rehabilitasi YAKKUM, SIGAB Indonesia, dan Formasi Disabilitas terhadap Pemilu 2024 mengungkapkan sejumlah hambatan aksesibilitas yang dialami pemilih difabel. Lokasi tempat pemungutan suara (TPS) yang sulit diakses, tidak tersedianya template braille untuk surat suara DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, hingga pendataan yang keliru, di mana pemilih difabel sering terdaftar sebagai pemilih umum, menjadi persoalan serius. Selain itu, materi kampanye dalam Pilpres dan Pilkada yang baru selesai dilaksanakan juga dinilai belum ramah difabel karena sulit diakses dan minim sosialisasi.
Ranie Ayu Hapsari, sebagai Project Manager Program INKLUSI Pusat Rehabilitasi YAKKUM mengungkapkan, “Survey yang kami lakukan saat Pilkada menunjukkan bahwa tidak lebih dari 30 persen calon kepala daerah tidak memiliki perspektif pembangunan Inklusif disabilitas. Oleh karena itu, GRADIASI dihadirkan di batch ke 9 untuk khusus spesifik kita bicara politik supaya orang di akar rumput bisa mengkonsolidasi kawan-kawan di desa untuk menyuarakan haknya pada para pengambil kebijakan. Sekolah politik bagi difabel ini sangat penting untuk kawan difabel. Pembangunan karakter sudah mulai kami cicil. Harapannya tahun 2029 kita sudah punya langkah roadmap yang jitu.”
Selanjutnya, Angga Yanuar sebagai ketua pelaksana Sekolah Gradiasi menyampaikan adanya kesenjangan yang masih lebar terkait partisipasi politik difabel dan kurangnya pemahaman difabel tentang hak politik.
“Kami percaya bahwa tanpa keterlibatan politik yang bermakna, suara penyandang disabilitas tidak akan terdengar dalam proses pengambilan kebijakan. Dengan tema ini, kami ingin memperkuat kapasitas peserta untuk memahami hak politik mereka, memperjuangkannya, dan membangun keterlibatan aktif dalam sistem politik yang lebih adil.” ungkapnya.
Dengan pelaksanaan Sekolah Gradiasi yang bertemakan politik ini, sekaligus menjadi momentum bagi aktivis difabel pasca Pemilukada serentak 2024 untuk terlibat dalam mempengaruhi kebijakan publik. Lebih lanjut, potensi aktivis difabel untuk menjadi agen perubahan lebih besar melalui penyelenggaraan pendidikan politik ini.
Bertepatan dengan peringatan Hari Disabilitas Internasional 2024, Sekolah Gradiasi ditutup dengan Graduation Ceremony yang meluluskan 35 Gradiator yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia dari berbagai organisasi difabel maupun pegiat isu inklusivitas. Seremoni ini dihadiri oleh beberapa elemen pemerintah, yaitu Bappenas, kementerian Sosial, dan Komisi Nasional Disabilitas (KND).
Aqilah sebagai perwakilan penanggap dari Bappenas RI menyatakan “Kami berharap teman-teman yang dari daerah, ketika kembali ke daerah dapat bersama membangun pembangunan yang lebih inklusif dan menyusun RAD Disabilitas untuk memastikan kebijakan disabilitas, terutama wilayah terpencil. Sekali lagi selamat kepada peserta yang berhasil lulus dari Sekolah GRADIASI.”
Jonna Aman Damanik dari KND menuturkan “Satu kebahagiaan pribadi bagi saya, inisiasi ini dilakukan bersama sebelum COVID-19 dengan teman-teman PRYAKKUM di Kulon Progo. Kenangan saya kembali ke sana. Kesempatan yang baik bagi teman-teman untuk dapat ilmu tentang inklusi disabilitas, advokasi dan sebagainya karena ini akan jadi modal kita bersama untuk memperjuangkan apa yang menjadi hak kita sebagai warga negara.”
Jonna menambahkan “Hal ini harus ditindaklanjuti, tidak boleh berhenti. Banyak alumni GRADIASI sebelumnya menjadi advokat disabilitas di penjuru Indonesia. Artinya bukan suatu hal sia-sia teman-teman ikut sekolah GRADIASI. Rencana tindak lanjut tidak akan berarti apa-apa jika tidak ditindaklanjuti. Sehingga harus tetap dijalankan. Seorang GRADIATOR punya mimpi untuk terus dapat melanjutkan perjuangan inklusivitas disabilitas. Sukses untuk GRADIATOR yang akan di wisuda pada hari ini.”
“Saya merasa materi yang diberikan di sekolah GRADIASI sangat bermanfaat. Karena materi yang diberikan tidak saya dapatkan di sekolah SLB. Saya ingin membawa teman-teman komunitas tuna netra untuk mengenal tentang politik. Saya akan menggerakkan dan menjadi wakil ketua dari komunitas untuk terlibat dalam politik untuk bersama menyuarakan hak-hak kita bersama.” – Kiki – Kontributor Solider News.
“Saya selama bekerja 10 tahun di Kemensos, saya menduga saya tidak boleh menyampaikan aspirasi politik. Namun ternyata saya salah. Politik tidak sesemipit itu. Selama pelatihan saya terlipih sebagai salah satu peserta dan satu-satunya peserta tuli. Saya senang mengikuti ini karena saya dapat banyak teman baru. Setelah lulus pelatihan GRADIASI, saya ingin hadir di forum rapat-rapat kerja untuk bisa mensharingkan materi ini kepada ASN lain supaya mereka punya pemahaman politik. Berharap dapat menginspirasi dan bisa mengunjungi sekolah SLB untuk bisa memberikan pemahaman materi politik yg saya dapatkan terutama bagi anak SLB agar mereka punya cita-cita, dan sukses. Karena banyak teman tuli yg belum paham terkait apa itu politik” – Dian, Peserta ASN Tuli, Kemensos RI.
Sekolah politik inklusi difabel Gradiasi telah dilakukan oleh Pusat Rehabilitasi YAKKUM bekerjasama dengan Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia melalui Program Kemitraan Australia-Indonesia Menuju Masyarakat Inklusif INKLUSI dan CBM Global dalam kemitraan Pemerintah Indonesia dan Australia.[]
Redaksi