Views: 9
solidernews.com – I Didn’t See You There. Film inovatif tentang difabel, yang dibuat oleh pria dengan cerebral palsy, Reid Davenport. Ia menunjukkan kepada dunia, seperti apa dunia ini dilihat dari kursi roda.
Beberapa bidikan pertama dari I Didn’t See You There, menandai pergeseran perspektif. Pemandangan perkotaan yang sudah dikenal, difilmkan pada sudut pandang yang jarang ditemukan di bioskop. Kamera berada pada ketinggian pinggang rata-rata, sering kali miring, dan bergerak seiring kecepatan kursi roda Davenport.
Dioperasikan sepenuhnya oleh sang pembuat film, baik dipasang pada kursi rodanya maupun digenggam. Kamera menunjukkan potongan-potongan lanskap kota, yang sering kali terlewatkan. Atau tidak dapat dilihat oleh pejalan kaki pada umumnya. Mozaik retakan trotoar yang terbuka di bawah roda, jendela waktu yang singkat saat laju kereta api sejajar dengan kursi Davenport, ubin kereta bawah tanah berwarna putih mengilap yang bergelombang menjadi ilusi optik saat dilihat dengan kecepatannya. Selain pantulan Davenport yang sesekali terlihat di cermin etalase, satu-satunya figur lain yang berada di tengah-tengah bingkai, adalah orang lain yang duduk di kursi roda.
Dalam film itu Davenport melihat berbagai reaksi orang-orang di sekitar lingkungan tinggalnya di Oakland, California. Ada yang merendahkan, jengkel, hormat yang berlebihan, canggung karena kehadirannya. Seorang pria difabel pengguna kursi roda. Film berdurasi 76 menit ini, telah diputar dalam pertunjukan teater kecil dan sekarang tersedia untuk streaming di PBS.
I Didn’t See You There, secara umum menghindari konvensi dokumenter. Film ini tidak ada narasumber, tidak ada reka ulang atau konteks di luar film. Hanya ada sedikit plot di luar cuplikan kehidupan sehari-hari Davenport, serta beberapa perjalanan mengunjungi keluarganya di pantai timur.
Davenport sesekali memberikan sulih suara. Terutama tentang warisan pertunjukan orang aneh, setelah sebuah tenda sirkus yang secara tidak terduga tiba di lingkungannya. Tetapi ia tidak pernah mengungkapkan kondisinya yang cerebral palsy.
Penonton hanya melihat sekilas penampilan fisik Davenport. Pantulannya yang melengkung di jendela toko, tangannya meraih gelas dan membersihkan tumpahan air, kakinya di kamar mandi. “Ketika penyandang disabilitas terlihat, mereka sering kali tidak didengar,” ujar Davenport, yang kini tinggal di Brooklyn, kepada Guardian. “Saya ingin melakukan hal yang sebaliknya, di mana Anda mendengar saya tapi tidak melihat saya.”
Davenport sebelumnya telah menyutradarai dua film tentang kehidupan cerebral palsy. Yakni: Wheelchair Diaries pada tahun 2013: One Step Up dan A Cerebral Game tahun 2015, tentang kecintaannya yang terus berkembang terhadap bisbol sebagai pemain dan penggemar difabel.
I Didn’t See You There, mulai dibuat pada tahun 2018. Merupakan pengalaman pertama Davenport berada di belakang kamera, yang berbeda dengan film-film sebelumnya yang lebih terstruktur.
Ide ini “muncul di benak saya selama bertahun-tahun, untuk bereksplorasi dengan kamera ini. Saya baru saja mulai memotret tanpa benar-benar mengetahui apa itu,” katanya.
Memasang kamera, model kecil yang biasanya digunakan untuk drone, ke kursi rodanya menawarkan “lebih banyak kebebasan” daripada pengalaman pembuatan film sebelumnya. “Ini memungkinkan saya untuk banyak bermain-main dan bersenang-senang dengan cara itu, dan secara harfiah bereksperimen.”
“Saya rasa film ini tidak cocok untuk saya berada di depan kamera,” katanya tentang keputusannya untuk tidak terlihat. “Saya ingin orang lain menghuni tubuh saya, jadi akan lebih mudah jika Anda tidak tahu seperti apa penampilan saya.”
Sebagai gantinya, penonton melihat dunia sebagian besar seperti yang dia lihat. Dengan beberapa adegan yang dipengaruhi oleh kedisabilitasannya (berjalan di lorong-lorong gelap untuk mencari lift di pemberhentian Bart). Serta menatap gedung pencakar langit, menangkap cuplikan percakapan turis.
Interaksi-interaksi tersebut, yang difilmkan dengan tatapan mata yang dibelokkan. Atau gerakan tersentak-sentak saat Davenport bermanuver di atas kursi roda. Hal itu membuktikan adanya bayangan pertunjukan orang aneh dan ketertutupan orang-orang, yang memiliki kemampuan terhadap disabilitas.
Ada seorang pegawai bus kota yang dengan kasar meminta Davenport memutar kursi rodanya. Namun para penumpang lain terdiam dan tidak peduli. Lalu seorang pria dengan santai menghalangi jalan menuju rumah Davenport dengan kabel listrik; ada yang menghalangi jalur trotoar, atau tetiba menyingkir dari hadapan Davenport dengan kata “maaf” yang berlebihan.
Davenport bereaksi terhadap masing-masing dengan berbagai tanggapan mulai dari kesopanan, hingga frustrasi dan meluncur kata “sial!” kepada tetangganya: “Maksud saya, semua orang punya masalah, bukan?” Koleksi ini menunjukkan bagaimana, seperti yang dia katakan dalam film: “Saya dapat merasakannya ketika saya ditatap dan tidak dilihat,” ujar Davenport dalam filmya.
Menjelang akhir film, gerakan kamera yang nyaris konstan berhenti. Sang ibu mengkhawatirkan dampak keterlibatan politik terhadap suasana hati putranya. Ia melihat hal itu sebagai hasil yang jelas dari eksistensi yang terpolitisasi.
Keheningannya tajam. Minimnya infrastruktur aksesibilitas di Kota Oakland, bahkan hampir setiap kota tidak dapat diakses. Mobilitas Davenport terbatas pada rumah, dan pemahaman tentatif yang terjadi di sana.
Namun, Davenport mengatakan bahwa film itu sendiri tidak memiliki pesan yang lebih luas dari sekadar mendengarkan. “Saya rasa saya dan tim saya telah berusaha keras untuk tidak terlalu preskriptif,” katanya. “Saya tidak mencoba untuk mengatakan sesuatu yang spesifik. Saya berharap film ini lebih merupakan sebuah pengalaman daripada sebuah film.”
Untuk itu, momen-momen yang paling tak terhapuskan dari I Didn’t See You There tidak terlalu banyak adegan. Melainkan hanya sekilas saja – tangan Davenport yang menggapai untuk menyentuh ranting pohon, pola pagar rantai yang bergerak, derak kursi roda yang meluncur di trotoar. Cuplikan dari satu kehidupan, dan sudut pandang yang berbeda.
Berikut link trailer film I Didn’t See You There[]
Reporter: Harta Nining Wijaya
Editor : Ajiwan