Views: 22
Solidernews.com – Bantul, Semangat spirit dan roh pembangunan di Bantul sudah berlandaskan keberadilan dan keberpihakan pada difabel meskipun tentu tahapan kegiatan harus selalu dilakukan monitoring dan evaluasi, apakah sudah komprehensif, menyeluruh dan mengakomodir semua kebutuhan difabel. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Agus Budiharjana, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bantul pada acara audiensi SIGAB Indonesia melalui program SOLIDER (Strengthening Social Inclusion for Difability Equity and Rights) atau memperkuat inklusi sosial untuk kesetaraan dan hak-hak difabel yang merupakan program kemitraan Indonesia (Bappenas) dengan pemerintah Australia melalui Lembaga INKLUSI. Kegiatan berlangsung pada jumat (8/11) di ruang Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bantul.
Dalam perjalanan program yang telah berlangsung, terjadi perubahan yang cukup signifikan di 6 kalurahan dampingan yang telah dimulai oleh SIGAB Indonesia sejak tahun 2022 yaitu Kalurahan Palbapang, Kalurahan Bantul, dan Kalurahan Sabdodadi di Kapanewon Bantul; Kalurahan Trimulyo, Kalurahan Sumberagung, dan Kalurahan Patalan di Kapanewon Jetis. Melalui berbagai upaya yang telah dilakukan, harapannya dapat direplikasi di semua kalurahan di Kabupaten Bantul.
Seperti yang disampaikan oleh Erna, salah satu perwakilan KDK (Kelompok Difabel Kalurahan) yang turut di kegiatan audiensi ini, “Permasalahan-permasalahan yang ditemukan setelah adanya pendataan difabel seperti yang belum punya KTP, KIA, BPJS dibantu oleh KDK.” jelasnya
“Dengan adanya Perkal (Peraturan Kalurahan) ada dana dari kalurahan untuk pelatihan dan kami sudah dilibatkan di Musdus, Musrenbang dan dapat memberikan masukan. Aksesibilitas, seperti ramp dan toilet juga sudah ada.” Imbuhnya.
Reno perwakilan JIB (Jaringan Inklusi Bantul) menambahkan, “Dengan adanya KDK manfaatnya teman-teman difabel yang dulu minder sekarang mau terlibat, lebih percaya diri berinteraksi sosial. OPD jika ada kegiatan jadi lebih efektif mencari peserta.” Selain itu, Ketua KDK Bangun Jiwo ini juga berharap agar pembentukan KDK bisa diduplikasi di kalurahan seluruh Bantul.
Di sisi lain, Sekda setempat juga sangat mendukung apa yang telah SIGAB lakukan, karena telah banyak membantu pemerintah mewujudkan visi, misi Bupati Bantul terutama bagi warga difabel. Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul ini menghimbau agar praktik-praktik baik yang sudah dihasilkan oleh SIGAB dapat ditangkap oleh masing-masing OPD yang membidangi seperti PMKAL, Dinsos, DP3APPKB, Dinas Kesehatan dan OPD lainnya yang turut hadir di ruang Sekda dengan bersinergi, bekerjasama, bermitra agar bisa saling menguatkan.
“Kalau ini baik, tentu kenapa kita kemudian tidak mensikapi untuk kita implementasikan di kalurahan-kalurahan yang lain. Kita bisa replikasi, kenapa malu, bisa replikasi, kalau harus ngawe baru (membuat baru) yang belum tentu berhasil.” tegasnya.
Sebagai bentuk kontrol pengawasan, Sekda membuka diri untuk mendapat masukan dari semua pihak, termasuk infrastruktur yang belum ramah dengan difabel dan nyata secara fisik nampak karena secara jelas tertutulis di misi ke 5 Bupati Halim dan Wakil Bupati Joko, yaitu penanggulangan masalah kesejahteraan sosial secara terpadu dan pencapaian Bantul sebagai kabupaten layak anak, ramah perempuan dan difabel. “Tahun depan harus menyusun RPJMD lima tahun untuk pemerintah yang baru, saya pikir nanti tolong diingatkan harus termuat lagi bagaimana keberpihakan kepada kaum difabel ini.” kata Sekda.
Yulius Suharta, Staf ahli Bupati bidang Sumber Daya Manusia dan Kemasyarakatan turut memberikan dukungan. Ia menyampaikan bahwa ketika sudah menjadi kebijakan Pemda Bantul maka pasti akan dituangkan di program masing-masing OPD, namun ia memberikan catatan bahwa harapan adanya kelompok difabel di 75 kalurahan membutuhkan adanya optimalisasi komunikasi dan koordinasi terhadap penguatan internal lembaga KDK.
Hal ini didasarkan pada pengalamannya mengunjungi forum pertemuan disalah satu kalurahan yang sudah terbentuk, bahwa ternyata anggota difabel masih ragu-ragu ketika kalurahan mencoba untuk melibatkan dalam sebuah sistem perencanaan di tingkat kalurahan. “Pengalaman-pengalaman yang harapannya dari 6 kalurahan yang sudah terbentuk ini sebelum nanti menuju ke 75 kalurahan mungkin perlu dipersiapkan betul masing-masing pemetaannya terhadap kelompok difabilitas di masing-masing kalurahan yang ada.” jelasnya.
Sri Nuryanti, kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan (DPMKal) memberikan tanggapan terkait kalurahan inklusi, bahwa desa inklusi merupakan mandatori dari Kementrian Desa dan telah ada regulasi, Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No 7 tahun 2023, bahwa dana desa bukan sekedar alokasi anggaran, tetapi instrument kuat untuk membangun fondasi yang kokoh bagi kemakmuran lokal dan di Kabupaten Bantul dikuatkan dengan adanya SE (Surat Edaran) No. 4101 tahun 2024 (Agustus). “Desa inklusi prioritas penggunaan dana desa, karena kebutuhan semua kementrian itu sekarang sambate karo (mengeluh kepada) Mendes. Akhirnya di regulasi di semua kementrian wonten mriku (ada di situ)” katanya.
Beragam tanggapan dari desa atau kalurahan, ada yang langsung respon. Terkait program prioritas penggunaan dana desa di kabupaten Bantul dapat diakses melalui BKK (Bantuan Keuangan Khusus) dan P2MK (Program Pemberdayaan Masyarakat Kalurahan). Kemudian DPMKal juga menginstruksikan agar di kegiatan Muskal, RKPKal maupun Musrenbang DPMKal untuk memposisikan difabel di samping kanan atau kiri bagian depan, sehingga kalau ada usulan program kegiatan difabel bisa dimasukkan.
Menurut Nur, sapaan akarab Kadis PMKal, bahwa program yang ada di DPMKal untuk kesejahteraan masyarakat dan difabel adalah salah satu bagian dari masyarakat, “Kalau kita akan membentuk KDK ada sedikit kendala, pembentukannya kita macam-macam, nanti orangnya sudah kehabisan, tapi secara bertahap kita piloting dari 6 menjadi berapa nanti kita akan kikis.”
Sementara itu, Gunawan Budi Santoso, kepala Dinas Sosial Kabupaten Bantul pada kesempatan ini meminta maaf kepada Sekda, karena Dinsos prioritas pada permasalahan-permasalahan yang lebih mendesak, “Disabilitas menjadi core bisnis kami, tapi mohon maaf, Pak Sekda kami juga masih punya prioritas terhadap case-case yang memang luar biasa, jadi bapak ibu pada posisi yang lebih nyaman dibandingkan dengan apa yang kami hadapi setiap hari.”
Disisi yang lain, Dinas Sosial tetap berperan untuk memberikan layanan alat bantu, pendampingan difabel berhadapan dengan hukum, dan penanganan korban kekerasan dimana Dinsos selama ini selalu memegang prinsip berkolaborasi dengan LKS disabilitas, termasuk dengan SIGAB.
Gunawan menambahkan, bahwa terkait RPJMD akan didiskusikan lebih jauh terkait muatan-muatan di tingkat kabupaten apa yang pas dan bisa tersiratkan di RPJMD nanti.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan KB (DP3APPKB) Kabupaten Bantul, Ninik Istitarini mengakui bahwa difabel belum intens dilibatkan di program kegiatan dinas yang dipimpinnya. Prioritas program DP3APPKB dalam rangka pemberdayaan perempuan, termasuk difabel salah satunya melalui program Desa Prima (Desa Perempuan Indonesia Maju Mandiri) yang merupakan sebuah kelompok di satu kalurahan dengan keanggotaan awal berjumlah 25 orang dengan kegiatan utamanya untuk kemandirian dalam mendukung ekonomi keluarga dan memerankan perempuan di perencanaan pembangunan, seperti bisa berpendapat di Musrenbang, ataupun menjadi calon legislatif, dan difabel juga bisa menyuarakan kebutuhannya, “Kita libatkan dari desa Prima, kami berencana desa prima bisa inklusi dengan disabilitas. Dari 25 sebagian ada disabilitas perempuan.”
Perlindungan sebagai upaya pencegahan terjadinya tindak kekerasan terhadap Perempuan, Ninik berharap SIGAB dapat turut berperan misalnya dengan melakukan sosialisasi atau FGD agar dapat mengantisipasi difabel agar tidak menjadi korban. Menurut Ninik, Difabel sering kali menjadi sasaran korban, termasuk anak difabel karena mungkin dianggap tidak berdaya.
Sekda menutup kegiatan ini dengan memberikan penekanan bahwa OPD terbuka untuk bersama-sama mewujudkan misi pemerintah, bahwa difabel merupakan bagian yang harus menjadi perhatian serius yang bisa dilakukan dengan saling berkolaborasi dalam berbagai kegiatan yang didukung dengan data difabel yang saat ini dimiliki oleh Dinsos- SIDAMESRA (Sistem Informasi Data Menuju Sejahtera). Dengan adanya data yang lengkap, ragam difabilitasnya apa saja, dan potensi yang dimiliki dapat digunakan untuk mengatasi masalah dengan lebih tepat dan sesuai kebutuhan. “Kita akan lebih bangga kalau kemudian difabel bisa difasilitasi tidak hanya yang dinaungi SIGAB.”
Sekda juga mengharapkan Dinsos bekerja sama dengan Dinkes untuk mendukung usaha difabel dengan memfasilitasi kegiatan pembuatan PIRT, “Mas Gun bikin program dengan Kesehatan, khusus pelatihan yang kita biayai untuk kaum difabel. Kaum difabel mau berkarya sudah luar biasa” tutupnya.[]
Reporter: Margaretha Widisatutik
Editor : Ajiwan