Views: 23
Solidernews.com – Tidak hanya sebagai sekadar catatan di kalender, Hari Kesehatan Mental Remaja Sedunia, yang jatuh pada tanggal 2 Maret setiap tahun, menandai momen penting bagi kesadaran global tentang tantangan kesehatan mental yang dihadapi oleh generasi muda.
Kesehatan mental bukan lagi sekadar konsep kosong. Hal itu adalah jembatan yang menghubungkan kesejahteraan fisik dan psikologis, memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari seseorang. Di era baru yang kita jalani, dimana norma-norma baru (new normal) terus berkembang, fokus pada kesehatan mental menjadi semakin mendesak, terutama ketika kita melihat ke arah remaja.
Tapi, apa sebenarnya arti kesehatan mental bagi remaja dalam konteks kedifabelan? Bagaimana dampaknya pada mereka yang hidup dengan tantangan fisik atau psikologis? Pertanyaan-pertanyaan ini menggambarkan betapa pentingnya kita menyelami jauh tentang bagaimana kesehatan mental remaja berkaitan dengan kedifabelan.
Mari kita telaah lebih dalam, karena hanya dengan pemahaman yang mendalam kita dapat menciptakan perubahan yang berarti dalam mendukung kesehatan mental remaja, terutama mereka yang hidup dengan keberagaman dan tantangan yang unik.
Sebuah laporan dari Gmtoday mengungkapkan bahwa remaja difabel menghadapi risiko lebih tinggi terhadap masalah kesehatan mental dibandingkan dengan rekan sebayanya yang tidak memiliki difabel. Menurut penelitian yang dilakukan oleh University of Illinois di Chicago, remaja difabel memiliki hingga lima kali lebih besar kemungkinan untuk mengalami gangguan kesehatan mental, emosional, dan perilaku jika dibandingkan dengan remaja yang bukan difabel.
Dibalik angka-angka ini, banyak kasus individu difabel yang mengalami pelecehan dan pengabaian. Saat mereka datang untuk mendapatkan perawatan medis, fokusnya seringkali hanya pada kondisi difabel mereka, sementara aspek kesehatan perilaku seringkali terlupakan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan yang memadai di kalangan dokter dan tenaga kesehatan primer dalam menangani masalah kesehatan mental, terutama yang berkaitan dengan disabilitas intelektual dan perkembangan.
Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa hampir 1 miliar orang di dunia hidup dengan gangguan mental, termasuk difabel mental. Setiap tahun, sekitar 3 juta orang meninggal akibat konsumsi alkohol yang berlebihan, sementara satu orang meninggal akibat bunuh diri setiap 40 detik. Bahkan, bunuh diri menjadi penyebab kematian kedua di antara individu usia 15 hingga 29 tahun, dengan 79% kasus bunuh diri terjadi di negara-negara dengan tingkat pendapatan rendah dan menengah.
Data ini tidak hanya mencerminkan kebutuhan mendesak untuk meningkatkan pemahaman dan perhatian terhadap kesehatan mental, terutama di kalangan remaja difabel, tetapi juga menekankan pentingnya akses yang setara terhadap layanan kesehatan mental bagi semua individu, tanpa memandang status atau kondisi mereka.
Remaja dengan Difabel Potensi Mendapatkan Gangguan Mental
Dalam perjalanan masa remaja, tantangan kesehatan mental bagi remaja difabel menjadi sorotan yang semakin mendesak. Kondisi ini tidak hanya memprihatinkan, tapi juga membawa implikasi serius jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat. Remaja difabel, yang biasanya mendapat perhatian dalam bidang rehabilitasi fisik, seringkali tidak mendapatkan dukungan yang memadai dalam menghadapi masalah kesehatan mental.
Untuk itulah, pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika kesehatan mental remaja dan dewasa muda dengan difabel menjadi sangat penting. Akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan mental dan pemahaman akan kebutuhan unik mereka sangat diperlukan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan melakukan intervensi dini. Dengan demikian, stakeholder terkait dengan berbagai kolaborasi dapat merancang layanan rehabilitasi yang lebih terintegrasi, yang tidak hanya menangani aspek fisik, tetapi juga aspek kesehatan mental dan kesejahteraan remaja difabel secara menyeluruh.
Meskipun ada upaya untuk mengumpulkan pengetahuan tentang masalah kesehatan mental pada populasi ini, namun masih banyak yang perlu dikerjakan. Sebuah studi dari CDC menyoroti bahwa remaja difabel mengalami tekanan mental lebih tinggi daripada rekan-rekan mereka yang tidak memiliki difabilitas. Hal ini menegaskan urgensi untuk lebih memperdalam pemahaman tentang isu ini dan meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan mental. Pada tahun 2018, diperkirakan 17,4 juta (32,9%) orang remaja difabel sering mengalami tekanan mental, yang didefinisikan sebagai 14 hari atau lebih yang dilaporkan tidak sehat secara mental dalam 30 hari terakhir. Tekanan mental yang sering terjadi dikaitkan dengan perilaku kesehatan yang buruk, peningkatan penggunaan layanan kesehatan, gangguan mental, penyakit kronis, dan berbagai hambatan dalam kehidupan sehari-hari.
Data mengungkapkan bahwa masalah kesehatan mental yang paling umum diidentifikasi pada remaja difabel meliputi depresi, kecemasan, dan masalah sosial atau perilaku. Rentang usia yang paling rentan terhadap masalah ini adalah antara 13 hingga 17 tahun. Penelitian-penelitian terbaru mengeksplorasi berbagai aspek terkait, mulai dari akses dan pengalaman terhadap layanan kesehatan mental hingga stigma yang melekat, serta pentingnya perawatan komprehensif.
Temuan dari penelitian ini menyoroti perlunya pengembangan model layanan yang terpadu untuk mengatasi kebutuhan kesehatan mental remaja difabel. Selain itu, konsensus tentang praktik terbaik dalam penilaian dan pelaporan gejala yang mungkin tidak terlihat secara kasat mata juga perlu ditekankan.
Tidak hanya menghadapi tekanan mental, teman-teman difabel juga sering mengalami krisis kepercayaan diri dan rentan terhadap diskriminasi. Faktor-faktor ini, bersama dengan kurangnya dukungan sosial, menjadi pemicu masalah kesehatan mental yang serius. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih memahami dan memberikan perhatian yang lebih besar terhadap kesehatan mental remaja difabel.
Faktanya, banyak faktor yang membuat mereka rentan terhadap masalah kesehatan mental, termasuk kurangnya dukungan sosial dan stigma yang melekat. Selain itu, tantangan dalam menjalin hubungan sosial dan kepercayaan diri menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan dalam pemahaman lebih lanjut tentang kesehatan mental remaja difabel.
Ketika berbicara tentang kesehatan mental remaja difabel, kita harus memahami bahwa banyak faktor yang dapat membuat mereka rentan terhadap masalah ini. Tidak hanya dari aspek fisik, tetapi juga dari segi sosial dan emosional. Saat memasuki masa-masa pubertas, mereka menghadapi tantangan yang serupa dengan remaja lainnya, termasuk ketertarikan pada lawan jenis. Namun, ada sesuatu yang lebih dalam dari itu. Menurut survei, sebagian besar masyarakat masih enggan untuk berpasangan dengan difabel, menyisakan mereka dengan perasaan kurang percaya diri, minder, dan sering kali terjebak dalam pemikiran negatif.
Berikut beberapa langkah praktis yang dapat diambil untuk menjaga kesehatan mental remaja difabel:
- Membangun Komunikasi yang Terbuka
Langkah pertama yang penting adalah menciptakan lingkungan di mana remaja difabel merasa nyaman untuk berbagi perasaan mereka. Ajak mereka berbicara tentang hari mereka dan berikan ruang bagi mereka untuk mengekspresikan diri tanpa takut dihakimi.
- Memberikan Dukungan yang Tepat
Saat mereka membutuhkan waktu untuk menyendiri, berikanlah ruang yang tepat dan dukungan yang mereka butuhkan. Ini adalah momen penting dalam perkembangan mereka, di mana mereka dapat menemukan jati diri dan merenung tentang kehidupan.
- Mendukung dalam Penyelesaian Konflik
Ketika konflik muncul, penting untuk memberikan dukungan dan berdiskusi bersama untuk menemukan solusi yang tepat. Dengarkan dengan penuh perhatian dan cobalah untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang tenang dan membumi. Terutama, teman-teman difabel memerlukan dukungan tambahan dalam menangani konflik.
- Mengajarkan Penerimaan Diri
Tidak kalah pentingnya adalah mengajarkan remaja difabel untuk mencintai diri mereka sendiri. Dorong mereka untuk merawat diri dengan baik dan mencari dukungan ketika diperlukan. Ajarkan mereka bahwa merawat diri adalah tindakan yang berani dan perlu.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan kita dapat membantu remaja difabel untuk menjaga kesehatan mental mereka dengan lebih baik dan meraih kualitas hidup yang lebih baik juga.
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya memperhatikan kesehatan mental individu difabel perlu ditingkatkan. Hal ini melibatkan pendekatan yang lebih komprehensif dalam penanganan dan dukungan terhadap mereka, termasuk peningkatan akses terhadap layanan kesehatan mental yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan mendukung bagi individu difabel, di mana kesehatan mental mereka juga diperhatikan dengan serius.[]
Penulis: Hasan Basri
Editor : Ajiwan Arief
Sumber:
- “Hari Kesehatan Mental Sedunia: Kesehatan Mental untuk Semua” – [Klobility](https://www.klobility.id/post/hari-kesehatan-mental-sedunia-kesehatan-mental-untuk-semua)
- “Apakah Gangguan Mental Dianggap sebagai Disabilitas?” – [Liputan6](https://www.liputan6.com/amp/4843716/apakah-gangguan-mental-dianggap-sebagai-disabilitas)
- “Remaja Difabel Berisiko 5 Kali Lipat Menderita Gangguan Kesehatan Mental” – [Liputan6](https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4877817/remaja-difabel-berisiko-5-kali-lipat-menderita-gangguan-kesehatan-mental)
- “Mental Health among Adolescents with Disabilities” – [NCBI](https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC9485587/)
- “Mental Health for All: Promoting Mental Health in Teens with Disabilities” – [CDC](https://www.cdc.gov/ncbddd/disabilityandhealth/features/mental-health-for-all.html)
- “3 Cara Efektif Menjaga Kesehatan Mental pada Remaja” – [Halodoc](https://www.halodoc.com/artikel/3-cara-efektif-menjaga-kesehatan-mental-pada-remaja)