Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Foto gadget ada papan braille.

Refleksi Hari Braille Sedunia; Tak Bisa Tergantikan Oleh Teknologi

Views: 9

Solidernews.com – Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, pertanyaan tentang relevansi huruf braille bagi difabel netra kian sering muncul. Perangkat lunak pembaca layar, buku audio, hingga aplikasi berbasis suara telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, membuat banyak pihak bertanya-tanya: Apakah huruf braille masih memiliki tempat di era digital?

Namun, bagi sebagian besar komunitas difabel netra di Bali, huruf braille tetap menjadi pondasi penting dalam pendidikan dan kemandirian. “Braille bukan hanya alat baca, tetapi cara kami memahami dunia secara mandiri,” ujar Eka Damayanti, seorang pengajar di salah satu sekolah luar biasa (SLB) di Denpasar yang juga seorang difabel netra.

Eka Damayanti menambahkan bahwa teknologi memang menawarkan banyak kemudahan, tetapi huruf braille memberikan pemahaman yang lebih mendalam dan terstruktur, terutama dalam belajar matematika, musik, dan bahasa asing. “Ketika teknologi gagal, braille tetap ada,” tambahnya.

Kombinasi teknologi dan huruf braille telah menjadi solusi yang paling efektif bagi banyak difabel netra di Bali. Rai Astawa, seorang mahasiswa difabel netra di Universitas Hindu Negeri (UHN), mengaku menggunakan aplikasi pembaca layar untuk berselancar di internet dan menulis tugas, tetapi untuk belajar dan membaca catatan penting, ia masih mengandalkan braille. “Ada kepuasan tersendiri ketika saya bisa membaca langsung dari kertas braille. Itu membuat saya lebih fokus dan tidak tergantung pada teknologi,” jelasnya.

Dalam jurnal Journal of Visual Impairment & Blindness (2023), disebutkan bahwa meskipun teknologi semakin canggih, literasi braille tetap menjadi indikator kemandirian yang tinggi di kalangan difabel netra. Studi tersebut menyoroti bahwa difabel netra yang menguasai braille memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan dibandingkan mereka yang hanya mengandalkan teknologi.

Sebuah studi dari International Journal of Inclusive Education (2024) juga mengungkapkan bahwa penggunaan braille memperkuat kemampuan kognitif dan memori dibandingkan dengan teknologi audio. Studi ini menyoroti bahwa literasi braille berkontribusi pada tingkat pemahaman yang lebih tinggi dalam pendidikan formal.

Di Bali, Yayasan Pendidikan Dria Raba adalah salah satu institusi yang terus mendorong penggunaan braille di kalangan anak-anak difabel netra. Mereka mengadakan pelatihan rutin dan menyediakan buku-buku braille gratis. “Braille adalah identitas kami. Menguasainya berarti menjaga budaya literasi di kalangan tunanetra,” kata Ida Ayu Pratnyani, ketua yayasan tersebut.

Meski demikian, tantangan tetap ada. Salah satu kendala terbesar adalah ketersediaan bahan bacaan dalam huruf braille yang masih terbatas. Digitalisasi buku braille juga berjalan lambat. “Kami berharap ada lebih banyak kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta untuk memperluas akses ini,” tambah Pratnyani.

Era digitalisasi tidak lantas menghapus kebutuhan akan huruf braille. Justru, integrasi antara teknologi dan braille dapat membuka lebih banyak pintu peluang bagi masyarakat difabel netra untuk hidup lebih mandiri dan produktif. Huruf braille, dalam bentuknya yang konvensional maupun digital, akan tetap menjadi cahaya dalam kegelapan, memungkinkan mereka menelusuri dunia dengan caranya sendiri.[]

 

 Reporter: Harisandy

Editor      : Ajiwan

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content