Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol bagian kanan bawah sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Rasino: Temukan Kekuatan, Keteguhan, dan Kesejahteraan lewat Irama Seni Karawitan

Views: 55

Solidernews.com – Menyatukan diri dengan medium seni, memang memberikan rasa tersendiri. Nikmat estetikanya, indah filosofinya, dan juga keterbukaan tiada batas pada ruang di dalamnya sering dijadikan masyarakat tempat untuk mencurahkan segala warna emosi dan rasa.

Dengan segala macam ragam seni yang ada, terdapat  salah satu bilik seni yang digandrungi para sahabat difabel netra. Ya, seni tersebut adalah musik. Medium yang kuat sekali menggunakan kepekaan bunyi, rasa, dan harmoni ini begitu dekat dengan difabel netra.

Musik yang benar-benar menyentuh hati biasanya lahir dari emosi yang mendalam. Perasaan seperti kebahagiaan, kesedihan, cinta, atau bahkan kegelisahan bisa menjadi sumber inspirasi utama. Emosi-emosi ini menjadi bahan bakar yang mendorong kreativitas seorang seniman, memungkinkan mereka menciptakan karya yang penuh makna dan resonansi.

Selain emosi, pengalaman pribadi juga memegang peran penting dalam menciptakan musik yang otentik. Pengalaman hidup yang dialami seniman memberikan warna dan kedalaman pada karya mereka. Nah, begitu pula yang tercermin pada sosok Rasino. Dengan musik karawitan yang ditekuni, mampu mengantarkannya menembus hambatan sensorik sebagai difabel netra. Solidernews.com pada kesempatan wawancara daring pada 20 Agustus 2024, banyak mendapatkan wawasan ilmu dan kisah inspiratif dari sosok Rasino.

“Saya merasakan kekuatan seni musik ini begitu dekat dengan saya. Seolah saya menjelma menjadi seseorang yang penuh akan energi positif, mas. Saya merasakan dengan bermusik ini, saya menemukan aktualisasi diri dengan natural dan apa adanya,” jelas Rasino.

 

Mengenal Musik dan Seni Karawitan Bagi Rasino

Sudah sejak kecil Rasino begitu gandrung pada seni gamelan Jawa. Saat itu, ia pertama kali mendengar suara gamelan dari rumah tetangganya yang merupakan seorang dalang di Kebumen. Dia begitu meresapi tiap ketukan dari irama gamelan jawa itu. Hingga tidak terasa, dirinya begitu tertarik pada kesenian gamelan jawa ini.

Rasino mulai belajar memainkan gamelan ketika usianya 13 tahun. Saat itu, di desanya ada seorang dalang bernama Sugiyono yang baru saja membeli seperangkat gamelan. Sejak gamelan itu ada, warga desa rutin berlatih setiap malam, dan Rasino pun ikut serta. Latihan gamelan di desa tersebut dipandu oleh dua dalang, yaitu Sukirno yang masih famili dengan Rasino dan Sugiyono. Dalam latihan, Rasino memulai dengan belajar memainkan kethuk dan kenong, dua alat gamelan yang menjadi dasar bagi perjalanan musiknya.

“Mulanya saya diajari oleh paman saya, mas. Beliau memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar seni karawitan yang begitu saya gandrungi,” tutur Rasino.

Rasino juga menjelaskan, bahwa dia juga belajar tentang dangdut, organtunggal, ketipung, dan berbagai alat musik ritmik kepada Sukirno. Dari hal inilah, Rasino memiliki kepiawaian dalam mengolah alat musik yang dipahaminya. Dia menjelaskan bahwa untuk pengembangan selera musik dan cara memainkannya, Rasino sering mengolah dengan cara autodidak.

“Kadang kalau lagi kumpul dengan kawan yang mahir memainkan musik gitar yang memang belajar dengan sesuai metodik, kawan saya itu sering keheranan dengan cara saya main gitar. Soalnya katanya cara memetiknya salah, tetapi kok suaranya bisa sama dan tidak fals,” ujar Rasino.

“Ya, harus saya akui itu dampak dari pengolahan autodidak mas,” imbuh Rasino.

Ada fase dimana Rasino sempat berhenti belajar karawitan secara maksimal. Yaitu saat Dia bersekolah di SRPCN (Sasana Rehabilitasi Penderita Cacat Netra di Purworejo) pada 1990. Waktu belajarnya untuk karawitan jadi berkurang. Meskipun sekolah ini punya gamelan, sayangnya tidak ada guru yang mengajarinya, jadi alat itu hanya dipukul-pukul saja oleh para murid. Selain gamelan, panti juga punya satu set alat musik band, dan bedanya, untuk musik band ini ada gurunya. Rasino pun memanfaatkan kesempatan ini untuk belajar memainkan drum, ketipung, gitar, ritme, dan bass dengan bimbingan guru bernama Sadiran.

Nah, hingga Setelah Rasino memutuskan pindah dari SRPCN ke SDLB Purworejo pada 1992, Rasino tidak lagi belajar karawitan atau musik, karena di SDLB tersebut tidak ada pelajaran atau ekstrakurikuler karawitan maupun musik. Namun, setiap kali liburan sekolah, Rasino pulang ke rumah dan ikut latihan karawitan serta dangdutan yang diadakan oleh Sukirno.

 

Kekuatan Seni Karawitan

Karena begitu terpikatnya Rasino dengan seni gamelan karawitan, saat di SMU dia hampir terbawa arus band sekolah. Tepatnya Saat bersekolah di SMA Muhammadiyah 5 Sroyo Karanganyar, pada 1996. Rasino tidak menemukan ekstrakurikuler karawitan karena sekolah tidak memiliki perangkat gamelan. Sebagai gantinya, sekolah menyediakan alat musik band untuk kegiatan ekstrakurikuler. Meski hampir terpengaruh oleh teman-temannya untuk bergabung dengan latihan band, Rasino merasakan dorongan kuat dalam hatinya untuk tetap setia pada karawitan. Akhirnya, ia memutuskan untuk belajar karawitan di luar sekolah, di Sanggar Sarotama milik Mudjiono yang berlokasi di Dusun Gunungsari, Ngringo, Jaten, Karanganyar.

Disinilah babak kedua Rasino remaja mengolah diri dengan Mudjiono. Dirinya menggodok kepaiawaian menabuh gamelan bersama sang guru. Di sanggar inilah terbentuk pula pengerawit dari kelompok difabel netra. Berbagai pentas akhirnya dilampaui komunitas sanggar ini. Berangkat dari hobinya ini, akhirnya oleh sang guru, Rasino didorong untuk masuk ke Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, yang kini bernama ISI Surakarta pada 1999 dan lulus di 2010.

“Dahulunya saya ingin masuk ISI Jogja, mas. Karena satu, dua, hal akhirnya tidak jadi. Hingga STSI Surakarta jadi pilihan saya untuk kuliah jurusan karawitan,” jelas Rasino.

 

Seni Karawitan Berikan Kejutan

Rasino bercerita bahwa dengan seni karawitan yang Dia tekuni, banyak sekali hadiah dan kejutan yang dirinya terima. Mulai kesempatan mengajar di beberapa sekolah seperti SRPCN Purworejo, SLB A YKAB Jagalan, Solo, termasuk SMKN 8 Surakarta yang masih dirinya ampu sebagai pembimbing karawitan hingga kini.

Fokus, disiplin, dan kemauan belajar terus menghantarkan Rasino kepada kemilau prestasi. Dirinya pernah mendapatkan berbagai penghargaan bergengsi dari beberapa pihak. Contohnya adalah anugerah sebagai Pahlawan untuk Indonesia Bidang Seni dan Budaya,  pada tahun 2014 dari MNCTV. Dapat meningkatkan taraf kesejahteraan ekonomi dengan profesinya, memiliki gelar sarjana seni, serta memiliki keluarga kecil yang setia mendukungnya dapat menjadi beberapa bukti prestasi Rasino.

“Intinya semua itu bila ditekuni dengan baik, semangat, disiplin, dan penuh tanggung jawab, pasti menghasilkan buah manis. Saya bersyukur kini dengan segala hasil yang dapat saya petik, saya bisa berbagi kemanfaatan lewat ilmu yang saya miliki,” tutur Rasino menutup ceritanya.[]

 

Reporter: Wachid Hamdan

Editor      : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air