Views: 37
Solidernews.com – Banyak kisah yang terhampar indah di depan mata. Kisah-kisah tersebut bisa menjadi ibrah atau contoh bagi kita yang mau membaca, membuka hati, dan meluaskan pengetahuan. Kisah, apalagi tentang difabel, pastilah seru untuk diikuti. Bukan karena difabel sering diobjektifikasi sebagai sosok yang inspiratif atau dianggap kasihan, melainkan karena mereka mampu mengatasi hambatan dengan kemampuan yang berbeda. Ini tentang menyelami setiap proses dan merasakan manis serta pahitnya perjuangan. Dengan menceritakan kisah mereka, kita tahu bahwa kesuksesan dan kebahagiaan harus disertai usaha yang keras dan aliran doa yang deras.
Rahmat Ramdani, seorang pemuda difabel netra yang mendedikasikan hidupnya untuk belajar dan mengajarkan Alquran, berasal dari Purwakarta, sebuah kota kecil di Jawa Barat. Ia adalah anak keempat dari lima bersaudara dan satu-satunya difabel di keluarganya. Titik balik hidupnya dimulai pada tahun 2020. Pada bulan Agustus waktu itu, ia berangkat ke Bekasi untuk mendapatkan keterampilan sebagai difabel netra di bidang pijat, atau biasa juga disebut sport massage. Rahmat menghabiskan beberapa bulan di sana, kemudian kembali ke rumah untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkannya.
Merasa ilmu pijatnya masih kurang, ia ingin mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Gayung pun bersambut. Di bulan Mei 2021, ia mendapatkan tawaran untuk melanjutkan pendidikan keterampilannya di salah satu lembaga difabel di daerah Cimahi.
Berikut ini kisah Rahmat yang ia ceritakan kepada Solidernews:
“Di sana itu, bukan cuma buat tunanetra, mas. Ada juga disabilitas lain, seperti daksa, rungu bicara, dan mental,” ungkapnya saat dihubungi oleh Solidernews pada 8 Maret 2025 yang lalu.
Beberapa bulan di sana, dengan determinasi yang tinggi, Rahmat mendapatkan kesempatan untuk mengejar paket C di lembaga yang sama.
Setelah menyelesaikan pelatihan, ia kembali mengaplikasikan ilmu tersebut di rumah dengan melayani pasien-pasien yang memiliki keluhan bermacam-macam. Beberapa bulan kemudian, ia kembali mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan ilmu dan pengetahuannya. Di bulan Agustus 2022, ia diterima sebagai santri di pesantren tunanetra yang bernama Sam’an Quran. Kurang lebih dua tahun ia menuntut ilmu di sana dan kini sedang dalam proses mudqim (proses mengingat dan mempertajam hafalan). Di Sam’an, ia dipercaya sebagai pengajar hafalan bagi santri mukim maupun santri online.
“Alhamdulillah, saya menjalani dan menempuh ilmu pendidikan Alquran. Kurang lebih saya menyelesaikan hafalan itu dua tahun ini dan sekarang sedang proses mudqin. Setelah mempelajari Alquran ini, banyak sekali anugerah yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan. Dimulai dari saya belajar di lembaga yang ada di Bekasi itu, akhirnya saya bisa di sini, mengenal banyak tunanetra-tunanetra yang awalnya saya merasa sendiri. Ternyata banyak juga tunanetra yang bisa dibilang senasib,” ujarnya kepada Solidernews.
“Alhamdulillah, setelah menyelesaikan hafalan di sini dan sekarang lagi proses mudqin, saya dipercaya menangani hafalan santri dan juga dipercaya untuk memegang unit usaha pesantren yang, insya Allah, SK-nya turun di tahun ini,” tambahnya.
Rahmat juga menceritakan bahwa ia sempat menjadi asisten pengajar komputer bicara karena pada saat itu instruktur yang bertugas sedang di luar kota menempuh pendidikan. Ternyata, rasa Bahagia tidak berhenti di sini bagi Rahmat. Ia terpilih menjadi salah satu dari 14 orang yang diberangkatkan umrah pada Februari hingga awal Maret yang lalu.
“Alhamdulillah, saya dan beberapa pengajar serta rekan-rekan di sini bisa menjalankan umrah dengan sehat wal ‘afiat, dan salah satu anugerah yang Allah berikan kepada kita adalah meskipun kita tunanetra, tidak menutup kemungkinan kita juga bisa ke tanah suci,” jelasnya.
“Alhamdulillah, kami 14 orang disponsori oleh salah satu donatur melalui lembaga Cinta Quran Foundation. Tepatnya, setelah kami 10 orang selesai wisuda hafalan, sang donatur tergerak hatinya untuk memberi hadiah umrah kepada kami semua,” tuturnya.
Lebih lanjut, Rahmat menceritakan lika-liku proses keberangkatan ke tanah suci.
“Namanya juga perjuangan menuju Allah, ya. Pasti ada saja dinamika lapangan yang dihadapi. Waktu itu, kami harusnya naik Garuda Indonesia, namun karena ada kendala, akhirnya kami harus transit di negara Oman dan naik Oman Air untuk ke Jeddah. Perjalanannya yang seharusnya hanya sekitar 8 jam, jadinya kurang lebih 11 jam. Sesampainya di sana, meskipun kita tunanetra, kita juga bisa merasakan nikmatnya ibadah di depan Ka’bah. Terus, untuk cuaca, mungkin standar Indonesia. Selama di sana, karena jutaan orang, kami kadang berdesak-desakan dan bertabrakan, dan itu sudah biasa,” ungkapnya sambil tertawa.
“Kalau kemarin yang saya alami itu cuacanya standar Indonesia saja, cuma pas di Madinah suhunya sampai 12 derajat. Untuk orientasinya, alhamdulillah, setiap satu tunanetra didampingi oleh satu pendamping. Mungkin kalau satu pendamping mendampingi dua sampai tiga tunanetra, akan kesusahan, tapi karena ini satu pendamping satu tunanetra, jadi aman-aman saja. Kami berangkat dari tanggal 20 Februari sampai tanggal 4 Maret, jadi pada tanggal 4 Maret kami sudah tiba kembali di Indonesia. Alhamdulillah, saya sempat merasakan puasa Ramadhan dua hari di Madinah karena pada tanggal 3 kami transit di negara Oman, jadi sempat puasa sehari di Oman sebelum pulang ke Indonesia.”
Ketika ditanya tentang perasaannya bisa ke tanah suci, Rahmat mengatakan, “Soal perasaan, pasti bahagia banget, ya, karena kan tidak semua orang bisa ke sana. Hanya orang-orang yang terpilih. Bisa jadi, ada orang yang kaya, tapi belum terpanggil, makanya belum bisa ke sana.”
Di akhir, Rahmat memberi pesan dan kesannya:
“Meskipun tunanetra, tidak tertutup kemungkinan kita pun bisa berangkat ke tanah suci. Anugerah Allah itu tidak terbatas, ya. Meski kita punya keterbatasan dan dianggap tidak sempurna oleh banyak orang, ternyata Allah juga tetap memberikan anugerah-Nya. Intinya, jangan menyerah dalam segala urusan dan segala hal. Meskipun ada anggapan bahwa, ‘Saya tunanetra, mana mungkin bisa ke tanah suci,’ jalani saja dulu karena anugerah Allah akan tiba kepada orang yang telah dipilih. Intinya, selalu berdoa dan memaksimalkan ikhtiar kita dengan cara apa pun, selagi itu jalan terbaik.”
Sementara itu, di Pesantren Sam’an, Fauzan Lukman Syukur menjalani proses dalam menghafal Alquran secara online. Ia memulai sejak tahun 2023 dengan penuh semangat. “Alhamdulillah dari tahun 2023,” ujarnya. Fauzan mengenang saat pertama kali mengetahui tentang program pesantren ini dari teman-temannya melalui broadcast-an WhatsApp.
Fauzan pun memiliki target untuk menyelesaikan dua juz di tahun ini, yakni juz 29 dan juz 30. “Untuk juz 29 kalau baca tuh, masih mutar-mutar kadang, bang. Jadi, juz 30-nya saja dulu yang diperlancar,” ungkapnya sambil tersenyum.
Dalam perjalanannya, awalnya pengajarnya adalah Ustadz Samsul, lalu berlanjut ke Ustadz Rahmat. “Dari pertamanya itu, enjoy saja sih belajar sama Kang Rahmat. Beliau juga ngerti orangnya, kan. Tidak mau memaksakan. Kalau mau setoran, ayo setoran. Ya, bisa dekat saja sama ininya, sama yang diajarinnya sama murid-muridnya. Jadi, kayaknya kita belajar seperti tutor teman sebaya, lah. Iya, kan. Kita tidak terlalu kaku, tidak terlalu, aduh gimana gitu,” jelas Fauzan.
Tak hanya soal teknik hafalan, Fauzan juga mengapresiasi sikap Ustadz Rahmat yang selalu siap mendengarkan. “Alhamdulillah, beliau bisa membawa diri. Nanti kalau ada yang mau diceritakan, beliau ceritakan. Atau kalau kita ada begini, beliau itu merespon dengan misalnya, ‘oh gitu ya, semoga anu ya.’ Jadi maksudnya, beliau itu bisa jadi pendengar yang baik dan pendengar yang sabar,” pungkasnya.
Cerita Fauzan menunjukkan bahwa belajar menghafal Alquran di Pesantren Sam’an berjalan dengan suasana santai dan penuh pengertian, menjadikan setiap sesi belajar terasa dekat dan asik.
Kisah inspiratif Rahmat dan Fauzan membuktikan bahwa dengan usaha, doa, dan kerja keras, setiap keterbatasan bisa diatasi. Rahmat yang berhasil menorehkan prestasi hingga di tanah suci berkat hafalan qurannya serta Fauzan yang menimba ilmu di bawah bimbingan Ustadz Rahmat, menunjukkan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan datang dari proses penuh perjuangan. Anugerah Allah selalu hadir bagi mereka yang terus berusaha dan berikhtiar.[]
Reporter : Andi Syam
Editor : Ajiwan