Views: 5
Solidernews.com – Peraturan Mendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada PAUD, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah, menuai sorotan publik.
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menerbitkan aturan baru ini untuk mencabut dan menyatakan tidak berlakunya Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakulikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 959).
Pada peraturan yang baru mengandung arti, kegiatan pramuka tidak lagi merupakan ekstrakulikuler yang wajib diikuti siswa pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Sebagian besar masyarakat menolak dan mengusulkan untuk kembali mencabut peraturan menteri tersebut. Termasuk Budi Waseso, Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka. Menurut ia, pendidikan pembinaan karakter generasi muda bisa didapat dari kegian pramuka, terutama pembangunan karakter, termasuk bela negara dan nilai-nilai perjuangan.
Syaiful Huda, Ketua Komisi X DPR RI juga memiliki pandangan senada. Ia berpendapat, kegiatan pramuka dapat menjadi pembentuk karakter pelajar Pancasila. Dampak positifnya adalah bagian dari upaya pembentukan sikap kemandirian, kebersamaan, nasionalisme, cinta alam, kepemimpinan, hingga keorganisasian bagi peserta didik.
Kegiatan pramuka dan dampaknya terhadap difabel
Salah satu upaya memupuk kemandirian anak-anak berkebutuhan khusus dan difabel adalah memalui keikutsertaan mereka dalam berkegiatan di kepramukaan yang diadakan di sekolah.
Nuryaningsih, S.Pd. M.Pd, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SLB cabang Dinas Wilayah 11 kota Padangsidimpuan, Kab. Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan menilai, kegiatan pramuka tidak hanya berkegiatan biasa, melainkan merupakan pembelajaran kemandirian yang sangat penting dan dibutuhkan oleh perkembangan anak-anak berkebutuhan khusus atau difabel.
“Kegiatan pramuka selama ini berdampak positif pada anak berkebutuhan khusus,” ujarnya.
Bagi anak-anak berkebutuhan khusus maupun anak dengan kedifabelan, kegiatan pramuka memberikan pengalaman langsung pada mereka, seperti kegiatan arena bermain. Pramuka tidak hanya berfokus pada aspek pembelajaran dalam ruangan, tetapi juga memberi pengalaman belajar di alam terbuka yang memberi nilai tambah.
Dante Rigmalia, Ketua Nasional Disabilitas, dalam catatan di media sosialnya menuliskan, gerakan pramuka adalah wahana yang baik untuk mebelajarkan semua orang saling mengenal, menghargai, mencintai setiap individu yang ada di lingkungan kita.
“Kebersamaan adalah salah satu kunci utama eliminir terhadap tindakan ableism bagiindividu difabel,” pesannya.
Pramuka adalah satu-satunya ekstrakulikuler wajib yang ditetapkan oleh Kemendikbud yang harus diselenggarakan oleh setiap kesatuan pendidikan, sehingga ini menjadi modalitas besar untuk sejak awal semua anak belajar keberagaman.
“Karena dengan pendidikan pramuka, para pembinanya akan paham tentang bagaimana mengkolaborasikan anak dengan ragam kondisi, sehingga anak-anak lain memiliki laboratorium untuk belajar bersama. Jadi menggabungkan anak difabel dengan nondifabel di kelas reguler itu modalitas untuk bisa media pembelajaran. Ini sebetulnya yang dinamakan pendidikan inklusif,” terang ia.
Perlunya evalusi terhadap pendidikan pramuka
Membangun lingkungan yang inklusif dapat dilakukan disemua ruang, termasuk dalam berkegiatan kepramukaan. Belajar bersama dalam keberagaman, termasuk bersama individu difabel dengan positif akan menumbuhkan perspektif kedifabelan.
Yang dibutuhkan hingga saat ini adalah revisi terhadap kegiatan pramuka, tanpa menghilangkannya dari kurikulum pendidikan ekstrakulikuler yang diwajibkan.
Evaluasi terhadap implementasi kegiatan pramuka yang belum inklusif bagi individu difabel, yang belum menyertakan support system bagi difabel dapat dibenahi, sehingga pramuka dengan individu difabel tidak terpinggirkan.
Pun demikian dengan regulasi pramuka. Regulasi dan kebijakan gerakan pramuka dapat menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Selain itu, kemampuan pelatih dan pembina pramuka dapat dibekali dengan keterampilan dan dasar pengetahuan tentang kondisi orang dengan kedifabelan atau awareness.
Pembenahan lain juga dapat dilakukan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan Petunjuk Penyelenggaraan (Jurkan) dapat ditingkatkan, menyesuaikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.[]
Reporter: Sri Hartanty
Editor : Ajiwan