Views: 6
Solidernews.com – Dalam era digital ini, fenomena sistem peminjaman online semakin merajalela di berbagai negara. Sistem ini memungkinkan individu untuk meminjam uang secara cepat dan mudah melalui platform-platform digital tanpa harus melalui proses yang berbelit-belit seperti pada bank konvensional. Namun, perdebatan mengenai dampak sistem ini bagi berbagai segmen masyarakat, termasuk difabel, semakin menjadi perhatian.
Ancaman Sistem Peminjaman Online bagi Difabel
- Risiko Penyalahgunaan: Difabel sering kali rentan terhadap penipuan dan penyalahgunaan karena keterbatasan aksesibilitas dan pendampingan dalam penggunaan
teknologi.
- Pemahaman yang Terbatas: Beberapa difabel mungkin kesulitan dalam memahami syarat dan ketentuan yang kompleks pada platform utang online, yang dapat
mengarah pada penumpukan utang.
- Pembatasan Ketersediaan: Difabel dengan akses terbatas terhadap teknologi mungkin tidak dapat menikmati manfaat yang sama dari sistem utang online seperti
individu lainnya.
Peluang yang Ditawarkan Sistem Peminjaman Online bagi Difabel
- Akses Finansial yang Mudah: Bagi difabel yang memiliki keterbatasan mobilitas, sistem utang online dapat menjadi solusi untuk memperoleh akses cepat terhadap dana yang diperlukan tanpa harus berpindah tempat.
- Pendekatan Berbasis Teknologi: Inovasi dalam aplikasi dan platform finansial dapat meningkatkan aksesibilitas bagi difabel dengan menyediakan fitur-fitur aksesibilitas yang lebih baik, seperti pembaca layar dan navigasi yang ramah difabel.
- Pemberdayaan Ekonomi: Dengan memanfaatkan sistem utang online, difabel dapat mengembangkan usaha kecil atau memenuhi kebutuhan finansial mendesak yang mungkin sulit dijangkau melalui institusi keuangan tradisional.
Pendapat Beberapa Difabel Tentang Sistem Peminjaman Online
Solider telah mewawancarai dua difabel yang biasa menggunakan sistem peminjaman online, baik pinjol maupun paylater yakni Ika (Makassar) dan Gilang Arie (Surakarta). Menurut Ika, sistem peminjaman online baik pinjol maupun paylater bisa menjadi peluang dan bisa juga menjadi ancaman. Tergantung bagaimana kita menggunakan, tergantung bagaimana bijaknya kita menggunakan. Menurutnya, pinjol itu bisa jadi peluang ketika kita mau membuka bisnis karena kita butuh modal. Tetapi bagi Ika, jangan pernah menggunakan pinjol hanya untuk mode semata sedangkan kita belum mempunyai pekerjaan yang jelas. Karena pinjol itu pembayarannya tidak boleh ditunda-tunda. Ika juga memberikan perhatian kepada orang yang mau pinjol bahwa jangan terpancing dengan bunga yang kelihatannya rendah. Misalnya 0,00 sekian persen, padahal itu adalah suku bunga harian. Ika juga menekankan kehati-hatian dalam menggunakan dan membuat akun premium karena itu menggunakan data pribadi, jadi kita harus berhati-hati. Menurut Ika, aplikasi peminjaman online yang dipakai adalah yang terpercaya tapi itu juga jangan dipercayai 100%. Karena menurutnya, tidak ada keamanan data yang bisa dijamin 100%, jadi Ika menyarankan untuk rajin-rajin meng-update aplikasi yang kita punya. Jangan juga mudah percaya dengan iklan aplikasi pinjol yang katanya terdaftar dan diawasi OJK. Kita harus betul-betul cermat. Ika juga mencontohkan aplikasi X yang misalnya bunga bulanannya itu 2,6%, tapi ketika misalnya kita pinjam lima juta, yang kita terima itu hanya empat juta sekian. Jadi, sebenarnya tinggi karena pembayarannya tidak hanya bunga yang tadi. Ia juga mencontohkan aplikasi X lainnya yang katanya bunganya hanya 1% tetapi pengembaliannya itu hampir sama dengan aplikasi lainnya. Jadi, semua aplikasi pinjol dan paylater menurut Ika hampir-hampir mirip dan memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Dalam menggunakan pinjol, Ika juga mengingatkan untuk memerhatikan kapan kita punya uang untuk membayar, karena jangan sampai kita menggunakan pinjol hanya untuk membayar pinjol lainnya. Ika juga memberikan tips untuk mengambil barang secara paylater. Menurutnya, jangan menyicil barang lebih dari 3 bulan karena itu akan kenanya mahal, sedangkan kalau cicilan 3 bulan justru tidak ada bunga.
“Kesimpulannya begini, teman-teman disabilitas pertama-tama harus dulu mencari informasi tentang platform pinjaman online manakah yang paling bisa dipercayai. Karena kan, masing-masing platform pinjaman online itu mengklaim dirinya terpercaya, toh.
Yang kedua itu, jangan ki pinjam uang di dua aplikasi yang berbeda. Ya, kita ini kan manusia biasa, kadang-kadang lupa. Hati-hati, nanti lupa bayar satu. Lebih besar bunganya daripada pokoknya. Nanti lupa. Tapi, kalau saran saya , jangan juga pernah ambil auto debit.”
Karena menurutnya, pembayaran seperti ini mengerikan karena takutnya nanti ada kesalahan sistem, uang kita kepotong, tapi di aplikasi keterangannya belum terbayar.
“Terus yang selanjutnya, jangan pinjam online kalau tidak ada keperluan yang sangat-sangat-sangat mendesak. Ndak boleh. Ndak boleh seperti itu. Menurut saya, karena peluang awalnya tapi kalau ndak digunakan secara bijak, bisa menjadi bumerang untuk kita sendiri,” imbuh Ika.
“Yang selanjutnya itu, jangan pernah kasih KTP kita untuk daftar di akunnya orang lain untuk dipakai. Ndak boleh. Biar keluarga. Ndak bisa. Ndak bisa kalau saya. Karena kan, teman-teman disabilitas kan mungkin mempercayai keluarganya . Atau apakah, saudara. Ndak bisa seperti itu. Masalahnya data pribadi, kita tidak tahu siapa yang akan mengkhianat. Jangan. Amankan diri kita sendiri. Amankan data-data kita sendiri,” lanjut Ika.
Karena menurut Ika, bisa jadi siapapun keluarga yang hendak menggunakan akun kita, karena mereka telah punya masalah pada data pribadi sehingga menggunakan data kita untuk pinjol. Kata Ika, “KTP kita untuk kita sendiri bukan buat orang lain, biarpun keluarga.”
“Selanjutnya itu, kalau memang kita sudah ada di lingkaran pinjol, kita harus atur. Misalnya diperkirakan bulan ini kita ada uang sekian-sekian , jatuh temponya ini, kalau menurut saya, kita harus bayar di awal. Bukan pas hari jatuh tempo,” katanya lagi.
“ ini saranku terakhir, kalau kita sudah memutuskan, oh iya, saya sudah mau bebas dari utang-utang pinjol atau belanja-belanja online yang bisa dicicil. Saya sudah mau menghapus aplikasiku. Bukan itu caranya, menurut saya. Caranya itu adalah kita hapus akun kita. Non aktifkan akun kita supaya tidak diminta-minta nanti hilang Hpnya kita atau apa dan itu dipakai orang lain. Bahaya, toh. Jadi, kalau kita sudah mau berhenti, mau insyaf ceritanya ini, hapus akunnya kita dulu. Nonaktifkan atau hapus, terus aplikasinya dihapus. Kalau cuman aplikasinya saja yang dihapus, ndak selesai persoalan itu,” pungkasnya.
Terus, menurut Gilang secara pribadi sistem peminjaman online itu membantu.
“Membantu. Karena aku kan balik lagi, pakai pinjaman online, paylater itu kan karena buat kebutuhan. Karena kalau butuh apa-apa itu bisa cepet. Terutama kan aku pakainya paylater. Kalau harus ngisi saldo misalnya, pakai G**P** dan sebagainya itu kan kelamaan, harus standby G**P** banyak di itu aplikasi kan menurutku nggak efektif, juga. Jadi, ya, menurutku membantu,” jelasnya.
Bagi Gilang, dengan adanya sistem paylater, ia bisa memesan makanan, transportasi, dan barang lainnya dengan mudah dan cepat, dan tinggal mengakumulasikan pembayaran di akhir bulan. Daripada ia repot harus ngisi setiap mau beli ini dan itu dan tetap kepotong biaya admin.
“Di samping itu, juga bisa bantu karena misalnya kita butuh barang nih, a, tapi kita nggak punya uang di saat itu. Tahu Punya uangnya di bulan depan, ya udah, kan bisa bantu. Barangnya bisa kebeli saat ini, tapi ya bisa dibayar di bulan depan. Tapi ya asal punya memang perhitungan yang mateng. Bisa diyakini kalau di bulan depan bisa bayar,” terangnya.
Selain itu menurut Gilang, dengan adanya sistem peminjaman online itu bisa membantu kita untuk lebih melek lagi tentang literasi keuangan, karena ketika kita mau menggunakan sistem peminjaman online kita harus baca syarat dan semuanya sudah tercantum dan tidak boleh sembarangan.
“Jadi, kalau misalnya baca syarat. Baca syarat kalau nggak setuju, nggak usah dilakuin, gitu loh. Kalau misalnya nggak ngerti, kan dia bisa cari tahu dulu. Jadi, tergantung orangnya, dia mau ngerti nggak, gitu loh. Kadang-kadang kan karena saking kepepetnya kan jadi apapun itu syarat-syarat nggak dibaca, langsung disetujui gitu aja. Langsung di next-next. Tahu-tahu nanti baru tahu hasilnya gitu. Nanti baru marah-marah di belakang. Padahal dari depan kan udah terbuka,” paparnya.
Soal keamanan pribadi, Gilang sendiri tidak kahwatir karena menurutnya, aplikasi yang ia pakai sejauh ini masih aman dan nyaman dan bila ada kehilangan saldo, pihak aplikasi akan bertanggungjawab.
Di akhir wawancara, Gilang berbagi tips agar tetap melek tentang literasi keuangan dan tetap aman menggunakan sistem peminjaman online
“satu, Pilih aplikasi atau pinjaman online yang benar-benar udah dipercaya atau kredible. Ya, maksudnya udah diawasi OJK. Kedua, benar-benar dibaca syarat dan ketentuannya. Kalau mana itu memang keberatan, ya nggak usah dilakukan. Jadi, kita harus tahu diri juga. Jangan karena misalnya kebutuhan mendesak. Tapi kita melupakan yang lebih penting Karena ke depannya, kan gitu. Jangan cuma untuk saat ini. Ketiga, ya kalau bisa pinjam sama teman sekitar, lebih baik pinjam sama orang lah. Lebih baik offline daripada online.
Jadi, balik lagi ke orangnya. Harus tahu sampai mana kemampuanmu,” tutupnya.
Rekomendasi dan Pertimbangan Lanjutan
Pemerintah dan perusahaan fintech perlu bekerja sama untuk:
- Regulasi yang Memperhatikan Inklusi: Membuat kebijakan yang memastikan perlindungan bagi konsumen difabel dan mendorong inovasi teknologi yang inklusif.
- Pendidikan dan Pelatihan: Menyediakan edukasi dan pelatihan tentang penggunaan yang aman dan bertanggung jawab atas sistem utang online bagi difabel.
- Penelitian dan Pengembangan: Mendukung riset tentang dampak sistem peminjaman online terhadap difabel serta mengembangkan solusi-solusi teknologi yang lebih inklusif.
Dengan pendekatan yang tepat, sistem utang online dapat menjadi alat yang bermanfaat bagi difabel dalam memenuhi kebutuhan finansial mereka. Namun, upaya bersama untuk mengatasi tantangan yang ada juga diperlukan agar potensi positif dari teknologi ini dapat maksimal dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, termasuk difabel.[]
Reporter: Andi Zulfajrin Syam
Editor : Ajiwan
Referensi
- Kaur, M., & Sia, J. (2020). Accessibility of Online Credit Services for Persons with Disabilities. Journal of Accessibility and Design for All, 10(1),
80-94. doi:10.17411/jacces.v10i1.319
- Disability Rights Education & Defense Fund. (2023). Access to Financial Services for Persons with Disabilities. Retrieved from
- Wawancara dengan dua difabel, Pada 13-14 Juli 2024
- World Bank Group. (2021). Global Findex Database 2017: Measuring Financial Inclusion and the Fintech Revolution. Washington, DC: World Bank. Retrieved
from
https://globalfindex.worldbank.org