Views: 10
Solidernews.com – Dalam gelaran Perayaan HUT ke 59, Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) diskusi online tentang publik speaking. Diskusi daring dikemas lewat Gelaran webinar yang bertajuk, “Peluang Berkarya Tunanetra dalam Public Speaking”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Minggu 5 Januari 2025 via zoom meeting.
Rina, Sekretaris Umum Pertuni dalam sambutannya mewakili Ketua Umum Pertuni menyampaikan, “Agenda ini merupakan hari perayaan Pertuni yang sudah berusia 59 tahun. Bukan sebuah perjalanan yang mudah. Banyak tantangan yang sudah dilewati. Namun, kita tetap semangat untuk terus berjuang.”
Selain itu, Rina juga menegaskan bila webinar hari ini sangat bermanfaat, terutama bagi difabel netra. Webinar Public speaking ini akan menjadi momen untuk belajar bersama. Karena Pertuni sudah menghadirkan beberapa narasumber di dunia public speaking.
Rina menambahkan bahwa public speaking sangat penting dikuasai dimana pun. Kemampuan public speaking dapat menjadi jalan untuk tersampainya komunikasi dengan baik. Serta dapat mendukung aktivitas kita. Utamanya dapat menjadi cara guna memperlancar advokasi yang dilakukan.
Saat dihubungi via telepon pada 5 Januari 2024, Gema selaku Ketua Umum Pertuni menjelaskan bila agenda ini diadakan karena kesadaran akan pentingnya profesionalitas difabel, khususnya difabel netra yang dapat ditingkatkan dengan kemampuan komunikasi dan public speaking yang baik. Maka dari itu, pada pembukaan serangkaian kegiatan HUT, Pertuni mengadakan diskusi webinar tentang public speaking dan dampaknya bagi individu difabel.
“Masih banyak tunanetra yang belum menyadari akan pentingnya kemampuan komunikasi yang baik dan penguasaan skill public speaking untuk kehidupan sehari-hari. Karena sebagian dari mereka memandang kalau komunikasi itu intinya tinggal omong. Padahal tidak sesederhana itu. Ada kaidah yang perlu diikuti agar sebuah komunikasi itu informasinya tersampaikan dengan baik,” ujar Gema.
Dengan kemampuan skill public speaking ini tentunya difabel dapat menyampaikan produk atau layanan dengan baik bila memiliki lini usaha dan bisnis. Selain itu, bagi para mahasiswa dan aktifis skill ini juga menunjang aktivitas advokasi, audiensi, dan kolaborasi pada rekanan yang akan diikutsertakan. Utamanya adalah kemampuan untuk menyampaikan advokasi pribadi di mana pun sosok difabel itu berada, sehingga posisinya dapat diakui masyarakat.
Dalam acara ini, Pwrtuni mengajak beberapa tokoh yang kompeten dibidang masing-masing seperti Jaka atau Blind Man Jack, seorang komedian, aktivis difabel, dan konten kreator, Albert Wijaya yang berprofesi sebagai announcer di Radio RRI, Putri Aurelya Siloam, mahasiswa, content creator, announcer RRI, dan penulis buku.
Pada pemaparan oleh ketiga pemateri, ada beberapa hal mendasar yang bisa mereka dapat ketika memiliki skill public speaking yang baik. Mulai dapat meyakinkan penyedia kerja akan kemampuan pribadi dengan baik, mengadvokasi dengan seni Standup, dan dapat menambah kepercayaan diri ketika di lingkungan umum.
Jaka, menyampaikan cerita pribadinya saat kemampuan public speaking ini membantunya ketika standup di beberapa event. Salah satunya adalah saat ia standup di salah satu Mall Bekasi. Jaka membawa materi tentang cara menggandeng difabel netra. Bumbu humor, kritik, dan saran ia selipkan di show itu. Selesai acara, saat akan keluar, ada satpam yang terkesima dengan pertunjukan Jaka dan langsung mempraktikkan cara menggandeng yang tadinya menjadi materi standup.
“Iya, saya juga kaget saat si satpam mendekati saya. Ia bilang kalau ikut menyimak standup. Nah, saat saya melangkah keluar ia mempraktikkan cara menggandeng tunanetra yang semula dibawakan saat standup,” tutur Jaka.
Rachel pun selaras dengan Jaka. Dirinya sejak kecil sudah dibiasakan untuk ngomong di hadapan banyak orang. Bahkan sampai ikut di acara-acara orang dewasa untuk bertanya dan ngomong dihadapan semua orang. Sebagai difabel netra, ia begitu merasakan dengan kemampuan public speaking ini, banyak hal yang meningkatkan kapasitas dirinya.
“Ini begitu membantu saat saya menjadi MC di suatu acara dan ketika siaran di RRI. Utamanya ketika harus menyampaikan sebuah informasi yang mendadak,” ujar Rachel.
Pada cerita lain, Albert Wijaya yang juga seorang penyiar RRI, podcaster netra, dan sosok trainer disabilitas menjelaskan bahwa public speaking dapat menjadi peluang karier. Karena berbasis suara, tentunya difabel netra dapat mempelajarinya dengan baik. Mulai sebagai konten kreator, announcer radio, podcaster, MC acara, dan sebagainya.
“Saya dulunya bermula dari seorang guru. Kadang merasa tertarik menyimak penuturan MC saat menghadiri berbagai acara. Nah, akhirnya saya memutuskan untuk ikut pelatihan dari Speak project. Karena masih kurang, saya akhirnya ikut pelatihan berbayar dari Kelas Penyiaran Indonesia. Dari hal-hal itulah akhirnya kapasitas saya meningkat,” ujar Albert.[]
Reporter: Wachid
Editor : Ajiwan