Search
en id

Gunakan fitur ACCESSIBILITY melalui tombol simbol biru bagian kanan agak atas sebagai preferensi untuk kenyamanan Anda.

Perspektif: Kelas Menulis Jurnalisme & Artikel Opini Khusus Difabel Netra

Views: 62

Solidernews.com, Yogyakarta. TAK ada yang tak mungkin bagi siapa pun, untuk melakukan apa pun, jika mereka diberi kesempatan. Termasuk dalam hal ini adalah difabel netra. Mereka bisa menjadi apa saja. Jurnalis atau penulis, misalnya. Maka, Perspektif Yogyakarta menggelar Kelas Menulis Jurnalisme & Artikel Opini bagi Difabel Netra.  Lembaga independen yang diinisiasi sejak 2014, itu memberikan kesempatan kepada difabel netra untuk belajar jurnalisme dan penulisan opini. Pelatihan dibimbing jurnalis senior dan penulis profesional, Agoes Widhartono.

Agenda dengan menerapkan metode intensif ringkas, itu berlangsung di Sekretariat Perspektif, Jalan Arjuna No.7 Yogyakarta. Dengan jadwal satu minggu satu kali @2 jam, selama 12 kali pertemuan. Acara perdana pada Sabtu 14 Desember 2024.  Peserta pelatihan adalah lima mahasiswa totally blind (buta total) berasal dari berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta. Mereka adalah Akbar Ariantono Putro dan Rochim Ivan Syaputro, keduanya mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN), Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kemudian Alif Akbar Eko Junianto mahasiswa Universitas PGRI, Barokah mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, serta Muhammad Rifki Yanuardi, mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Hingga tulisan ini dibuat, kelas menulis sudah berlangsung sebanyak empat kali pertemuan. Dengan kurikulum intensif, peserta tak melulu belajar teori atau diberi ceramah, tapi juga praktik yang porsinya lebih banyak. Mereka juga dijadwalkan akan terjun  ke lapangan (liputan, observasi dan wawancara). Hasil liputan dituangkan dalam praktik penulisan sesuai ragam berita, serta praktik menulis artikel opini.

Tanpa batas

Menulis adalah kegiatan senyap yang tak berbatas oleh keadaan fisik seseorang.  Siapa pun dapat menjadi penulis, ketika memiliki keterampilan komunikasi, berpikir kritis, terstruktur, mempunyai banyak gagasan dan selalu kreatif. Kemudian mengolah kata, menyusun menjadi kalimat sesuai kaidah, tata bahasa, ejaan. Selain itu dibutuhkan pula keterampilan observasi, mengenal lingkungan, menggali fakta lapangan, serta jeli pada setiap detil situasi. Beberapa hal itulah yang mendasari Agoes Widhartono melahirkan gagasan demi memberikan kesempatan kepada difabel netra untuk belajar menulis. Bukan hanya belajar musik, menyanyi, atau memijat dan membuat kerajinan tangan. Menulis adalah pekerjaan yang bisa dilakukan siapa pun. Demikian juga untuk difabel netra, totally blind. Termasuk, jika menekuni profesi sebagai jurnalis. Mengapa tidak? Untuk mengenali fakta, meski tanpa satu indera (penglihatan), bisa dilengkapi oleh indera lain. “Tak mudah, namun juga tak sulit. Dibutuhkan kemauan belajar dan disiplin tinggi. Menjadi penulis juga butuh ketekunan dan keseriusan. Karenanya, menulis dapat menjadi peluang pekerjaan yang bernilai ekonomi. Menulis, adalah profesi yang memungkinkan untuk difabel netra,” ujar sang fasilitator.

Peserta bicara

Sedangkan bagi Alif Akbar Eka Junanta, pelatihan menulis tersebut sangat bermanfaat. Sebelumnya belum pernah dia mendapatkan pelatihan menulis. Karenanya, kesempatan dan pengalaman kelas menulis dari Perspektif, sangat berharga bagi dirinya.  “Ini sangat berharga. Memperkaya cara berpikir dan meningkatkan keterampilan untuk mengungkapkan ide,” ujar Alif, Kamis (9/1/25).

Ia memiliki beberapa rencana setelah selesai ikuti pelatihan. Mulai dari memanfaatkan keahlian yang didapatnya, untuk kegiatan perkuliahan, atau menulis untuk dikirimkan ke  media online.  Sedangkan menulis buku, adalah rencana jangka panjang bagi dia.

Berbeda dengan Akbar Arianto Putro. Remaja asal Bantul ini pernah beberapa kali mengikuti kelas penulisan. Di antaranya kelas menulis cerpen, puisi, serta kelas tanda baca. Namun, untuk kelas jurnalisme dan artikel opini, adalah yang pertama kali dia dapatkan.  Akbar mengaku terbantu dengan ikut pelatihan itu. Dengan kelas jurnalisme dan penalaran, serta bahasa Indonesia, ia dapat memahami lebih detil jurnalisme sesungguhnya.  Selain itu, karena kelas  berlangsung secara offline, nuansa belajar dan berproses bersama sangat terasa. sekali. Dengan begitu, kata dia, ini membantu komitmennya dalam menulis lebih terjaga.

Akbar juga menyampaikan saran dan kritiknya terhadap kelas menulis. Yakni, akan ada media alternatif untuk menjembatani pertemuan, agar semua peserta bisa hadir.  “Jika tidak diharuskan offine, saya kira itu lebih baik. Jadi bisa ada selingan, kelas dilaksanakan secara offline dan online. Dengan begitu, semua bisa terfasilitasi dengan baik,” ujarnya.

Ia berharap, setelah seluruh rangkaian kelas kelak selesai, ada projek bersama yang menjadi kenangan sesama peserta belajar. “Sejauh ini rencana saya pengin memberanikan diri mengirimkan tulisan ke koran (media cetak). Sehingga bisa terimplementasi, apa yang saya pelajari di kelas,” ujar mahasiswa UIN Sunan Kalijaga itu.[]

 

Reporter: Harta Nining Wijaya

Editor     : Ajiwan

 

Bagikan artikel ini :

TULIS KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

BERITA :

Berisi tentang informasi terkini, peristiwa, atau aktivitas pergerakan difabel di seluruh penjuru tanah air

Skip to content