Views: 3
Solidernews.com – Fenomena yang terjadi di beberapa bulan yang lalu, baik di media dan media sosial, terkait anak muda sebagai pelaku self harm perlu untuk dicermati. Lalu apa hubungannya dengan kesehatan mental?
Self harm adalah perilaku melukai diri sendiri yang disengaja dan dapat menyebabkan pendarahan, memar, dengan atau tanpa rasa sakit yang menyebabkan kerusakan tubuh. Tapi tanpa disertai niat untuk bunuh diri. Self harm banyak terjadi di remaja akhir hingga dewasa awal.
Menurut dr. Rondang Rosmawati Nababan, Sp. KJ dalam siaran di Heartline FM, sekarang ini kasus yang terjadi sudah ada pada remaja awal. Dalam praktiknya sehari-hari banyak sekali kasus dan sering ia temui, paling muda pelajar SMP kelas 2. Menurutnya, self harm bukan perilaku usaha untuk bunuh diri. Tujuannya hanya untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan dari mereka yang melakukan. Ini adalah satu fenomena. Apakah hal ini bisa dikatakan sebagai sakit jiwa? Menurut dr.Rondang jangan terburu-buru dulu karena ini adalah perilaku. Namun begitu perilaku ini bisa ditemui pada beberapa kasus gangguan mental.
Apakah bisa dikatakan jika pelaku self harm mengalami suatu permasalahan? Dan benarkah jika itu menyerang pada orang-orang introvert? Jawabnya mesti melihat si pelaku itu gambarannya seperti apa. Karena biasanya menimpa remaja yang tidak bisa meregulasi emosinya. Mungkin ia mendapatkan permasalahan dari relasi atau lingkungannya. Jadi masalah ini bisa saja dihadapi sehari-hari tetapi ia tidak mampu mengekspresikan penyelesaiannya sehingga timbul emosi sedih, tidak nyaman, tertekan, dan merasa bersalah. Perasaan tidak nyaman itu tidak kelihatan lalu diekspresikan. Artinya sebenarnya ingin mengekspresikan tetapi karena tidak tergambar maka dia mengekspresikan dalam bentuk perilaku yang tidak wajar.
Banyak remaja terutama dewasa awal yang memiliki masalah yang tidak terekspresikan sehingga ia mewujud dalam perilaku yang terlihat/terkontrol dengan melukai diri sendiri. Lantas persoalannya dianggap selesai. Regulasi emosi yang tidak baik ini kemudian diulangi dan akan terus melakukan tindakan yang akan diulang dan persoalan jelas tidak selesai.
Tidak selalu orang introvert yang akan melakukan tindakan self harm. Tetapi banyak dari mereka yang memang tidak terbuka ketika menghadapi persoalan. Orang ini tidak punya circle yang bisa berbagi cerita atas problem yang dihadapi.
Gambaran dari mereka yang melakukan self harm biasanya dari beberapa kasus, di beberapa penelitian dikatakan ada faktor-faktor lingkungan, keluarga yang kurang baik. Sehingga orang ini tidak terbiasa untuk membicarakan sesuatu.
Ada beberapa metode yang bisa dilakukan oleh pelaku self harm yaitu mengiris atau menggoreskan benda tajam, menarik rambut, ada yang dengan memukul atau membenturkan kepala, penggunaan zat-zat beracun ke dalam tubuh. Penggunaan alkohol termasuk di dalamnya.
Mengapa mereka merasa nyaman setelah melukai diri sendiri? Ada hormon kebahagiaan endorfin dan dopamin pada pengguna zat adiktif bisa memberikan rasa nyaman.
Banyak remaja akhir atau dewasa awal yang memiliki masalah yang tidak dapat diekspresikan sehingga mengalihkannya dalam bentuk perilaku yang lebih terlihat yang lebih bisa ia kontrol. Jadi dengan tindakan melukai diri sendiri mereka merasa nyaman tetapi persoalan tidak selesai. Jadi ia akan terus melakukan tindakan yang berulang karena ketidaknyamanan muncul kembali akibat persoalan-persoalan nyata yang akan timbul. Kasus remaja paling muda yang datang ke praktik dokter adalah remaja kelas 2 SMP dan dewasa di usia 26 tahun dan dia bekerja sebagai karyawan swasta. Menurut penelitian angka mereka di usia 14-24 tahun.
Hubungannya dengan kesehatan mental, apakah ada tindakan self harm yang mengarah ke bunuh diri? Sebuah penelitian menunjukkan satu fakta bahwa beberapa orang melakukan bunuh diri. Setelah dilakukan studi atau penelitian, 70% dari mereka pernah melakukan self harm. Berarti perilaku self harm jika tidak ditangani akan berlanjut ke perilaku bunuh diri. Atau bisa dikatakan sebagai faktor risiko yang signifikan untuk percobaan bunuh diri.
Maka penting untuk melakukan treatment dengan baik dan harus dilakukan pengobatan serta mengarahkan ke perilaku yang lebih adaptif.
Para pelaku self harm melakukan tindakan tersebut merasakan proses luka. Kemudian mengalami perubahan. Akhirnya tergambar bahwa emosinya mulai stabil, tetapi sebetulnya tidak. Setelah dia melakukan tindakan self harm maka akan ada rasa malu.Tetapi rasa malu dan bersalah ini mendorong dia untuk melakukan kembali hal tindakan self harm.
Tindakan self harm biasanya tidak dilakukan di tempat ramai tetapi sepi misalnya dengan berlama-lama di kamar mandi. Bagaimana caranya agar bisa aware dengan teman? Coba perhatikan misal teman ada memar begitu. Harus diperhatikan betul apakah memar atau lebam itu suatu tindakan self harm atau yang lain?
Mengedukasi dengan Konten
Di era media sosial banyak konten terkait self harm lantas bagaimana dampak dari paparan tersebut? Jawabannya adalah terkait konten tentang self harm tidak selalu negatif. Perlu dilihat apakah konten tersebut hanya sebuah informasi permasalahan saja misalnya merebaknya kasus self harm misalnya remaja yang melakukan tindakan cutting ,sudah sampai di situ saja. Lalu apakah diikuti tindakan selanjutnya? Misalnya jika Anda mengalami permasalahan maka sebaiknya menghubungi layanan kesehatan terdekat.
Semestinya konten baik itu pemberitaan atau informasi apa pun harus ada edukasi di dalamnya. Karena jika tidak lengkap terkadang konten-konten itu malah menginisiasi remaja untuk melakukan hal yang sama sebab anak remaja kebanyakan impulsif maka seharusnya juga ada edukasi di situ. Maka kadang pembuat konten memberikan informasi dalam bentuk gambar kartun tujuannya supaya tidak memprovokasi impulsivitas.
Bila melihat seseorang terlihat murung, maka alihkan dari hal-hal yang membuatnya sedih, jangan malah memutar lagu-lagu sedih misalnya. Untuk mengalihkan emosi negatifnya. Bisa dengan melihat album-album yang menyenangkan.[]
Penulis: Astuti
Editor : Ajiwan