Views: 10
Solidernews.com – Pada puncak acara Musyawarah Perempuan Nasional yang diselenggarakan pada, Sabtu (20/4), beberapa agenda dibacakan menurut bidang masing-masing dan pada pembacaan agenda perempuan pekerja diwakili oleh Luluk Ariyanti dari Sigab dan seorang dari Migrant Care. Menurut Luluk, pihaknya menerima masukan dari kelompok dan agenda kedua diarahkan dengan terpenuhinya hak-hak perempuan pekerja kelompok rentan di antaranya pekerja informal, pekerja disabilitas dan pekerja migran yang berpegang pada prinsip-prinsip HAM yang berperspektif GEDSI.
Mengapa pemenuhan hak-hak pekerja perempuan kelompok rentan ini disorot dari segi akses? 1. Sebab tingkat mereka jauh lebih kecil dibanding kelompok laki-laki meski sudah mengalami peningkatan mencapai 54,52% pada Agustus 2023. 2. Pekerja perempuan kelompok rentan juga masih sulit mengakses peningkatan kapasitas, informasi pekerjaan, ULD Ketenagakerjaan, program perlindungan sosial dan akses terhadap keadilan. Hal itu disebabkan oleh stigma, norma dan diskriminasi yang belum melindungi perempuan kelompok rentan. 3. Dari segi partisipasi, perempuan pekerja kelompok rentan belum dilibatkan dalam proses perencanaan pembangunan kalaupun dilibatkan usulan yang ada belum menjadi dokumen yang masuk pada perencanaan kebijakan, pelaksanaan dan implementasi program. Contohnya adalah belum disahkannya UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT). Belum terimplementasikannya aturan UU pekerjaan migran Indonesia. 4. Belum ada data pilah berperspektif GEDSI yang meliputi data kerentanan, data potensi, data minat, dan pengembangan kapasitas bagi pekerjaan perempuan kelompok rentan. 5. Karena minimnya akses partisipasi dan kontrol, pekerja perempuan kelompok rentan kesulitan mendapatkan hak-hak baik dalam pekerjaan, dunia kerja dan masyarakat dikarenakan rendahnya pengawasan dan sanksi di sektor pekerjaan.
Usulan dan rekomendasi agenda perempuan pekerja menghasilkan lima hasil, 7 keluaran, 7 rencana aksi dan dua aktivitas referensi yang dikumpulkan dalam berbagai diskusi dengan perempuan pekerja migran, perempuan pekerja disabilitas dan perempuan pekerja informal yang ada di akar rumput.
Berikut usulan-usulan yang dibacakan oleh Luluk Ariyanti yakni : 1. Pentingnya penurunan kasus ketenagakerjaan dan kekerasan berbasis gender bagi perempuan pekerja rentan di berbagai sektor pada setiap tahunnya. 2. Mendorong aturan turunan di setiap daerah yang sesuai Undang-undang Pekerja Migran Indonesia, membuat aturan atau roadmap aturan perlindungan PMI sesuai UU PMI dan mendorong pembentukan dan implementasi permenaker terkait ULD. 3. Meningkatkan sistem perlindungan sosial bagi perempuan pekerja rentan melalui pemutakhiran data DTKS secara berkala agar mendapatkan program perlindungan sosial. 4. Adanya alokasi anggaran perlindungan sosial yang diambil dari APBN dan APBD untuk purna pekerja migran berdasar indikator pendapatan keluarga dan bukan indikator fisik rumah. 5. Penyediaan data pilah GEDSI yang terintegrasi untuk semua kementerian dan lembaga bagi semua pekerja di dalam dan di luar negeri dan di setiap tahapan kerja. 6. Meningkatnya kualitas layanan pendampingan kasus yang berpusat pada keadilan bagi korban. 7. Meningkatnya kualitas dan fasilitas pendukung di semua sektor perempuan pekerja kelompok rentan dengan mengedepankan prinsip layanan publik. 8.Adanya peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan yang memadai dengan melihat kebutuhan kerja. 9 Melihat saluran pengawasan dan monitoring yang dapat diakses perempuan pekerja kelompok rentan.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan