Views: 7
Solidernews.com – Perkembangan teknologi bisa saja menjadi hambatan bagi masyarakat difabel, khususnya dalam dunia pekerjaan. Tetapi di sisi lain, jika dilihat dari sudut pandang lain, teknologi justru menawarkan banyak peluang baru bagi difabel. Bagi difabel mental dengan ragam tertentu yang tak bisa bertemu dengan keramaian, misalnya. Dapat memanfaatkan teknologi untuk work from home (WFH). Mengikuti rapat melalui aplikasi Zoom, mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan hanya dengan laptop dan lain sebagainya. Bagi difabelnetra, teknologi akan sangat membantu dalam mengoperasikan laptop dan handphone. Posisi sebagai sekertaris, admin dan bahkan pengembang aplikasi pun menjadi mungkin untuk didapatkan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) adalah badan dalam tubuh negara, yang memiliki tanggungjawab untuk memberi penguatan digital pada masyarakat difabel. Komdigi harus mengambil peran untuk membuat teknologi tidak menjadi hambatan, tetapi malah menjadi peluang bagi difabel untuk menjadi semakin mandiri baik itu dalam dunia pendidikan, ataupun pekerjaan. Sejak tahun 2016 yang lalu, Komdigi pun mengambil peran itu dan menjangkau ribuan difabel.
Bagi masyarakat di perkotaan, mudah saja mendapatkan informasi dan mengakses perangkat teknologi. Tetapi juga ada banyak masyarakat difabel di daerah-daerah tertinggal, terluar dan terpinggir yang masih gagap menyentuh teknologi. Bakti Komdigi kemudian bertugas untuk menjangkau seluruh masyarakat difabel yang memerlukan keterampilan digital dan komunikasi. Sejak tahun 2016, pelatihan mengakses Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) bagi difabel yang diselenggarakan oleh Komdigi tersebut rutin diadakan secara luring (luar jaringan). Sampai akhirnya pandemik melanda Indonesia di tahun 2020, dan menghentikan banyak hal. Pembangunan, program pemerintah dan bahkan aktivitas kemasyarakatan karena darurat kesehatan. Begitupun dengan pelatihan TIK bagi difabel.
Di sisi lain, pandemik membawa tuntutan baru pada masyarakat. Seluruh aktivitas berusaha untuk diadakan di dalam jaringan (daring) untuk menghindari potensi penyebaran covid-19.
Saat itu, dunia menjadi gempar. Apalah lagi masyarakat difabel yang selama ini masih mengalami kendala dalam mengakses teknologi? Mulai bermunculan banyak kritik atas aplikasi rapat yang tidak aksesibel, perangkat yang tidak mempertimbangkan kebutuhan difabel ragam tertentu dan lain sebagainya. Pembelajaran dan pekerjaan yang dilakukan secara online, menuntut siapa saja tanpa terkecuali untuk mulai mengakrabkan diri dengan teknologi. Seakrab-akrabnya.
pada akhir tahun 2020, Bakti Komdigi pun berusaha untuk menyediakan pelatihan yang relefan. Sejumlah pelatihan yang dilaksanakan adalah digital Tools, desain 2D, E-Commerce, digital office, digital marketing, dan public relation. Belajar pada perkembangan teknologi, pelatihan TIK tidak lagi hanya berusaha untuk memberi bekal pengetahuan komputasi, tetapi juga bekal yang bisa digunakan untuk menggeluti profesi beragam.
“Saya menjadi juara regional, meskipun hanya peringkat kedua. Rasanya sangat membahagiakan, mendapatkan hadiah uang tunai dan bertemu teman-teman hebat,” kenang Toni, seorang difabel fisik yang mengikuti pelatihan TIK Bakti Komdigi tahun 2020.
Ia adalah peserta pelatihan TIK yang berasal dari kabupaten kecil di Kalimantan Selatan. Segala macam kendala yang dia hadapi, seperti rumah yang jauh dari pusat kota sampai dengan perangkat yang seadanya membuat dia merasa rendah diri. Tetapi dia memiliki keyakinan, bahwa teknologi adalah peluang baginya untuk dapat bekerja di perusahaan-perusahaan besar. Seperti cita-citanya. Kemenangannya tidak hanya membawa kebahagiaan, tetapi juga harapan untuk masa depan yang lebih baik.
Peserta pelatihan TIK bagi difabel tidak hanya menerima pelatihan, tetapi juga diberi kesempatan untuk berlaga dalam perlombaan tingkat lokal, provinsi, regional sampai dengan nasional. Terbaru, pada tahun 2022, Bakti Komdigi mengirimkan sejumlah alumni pelatihan TIK disabilitas untuk mengikuti Global IT Challenge for Youth with Disabilities di Korea Selatan. Beberapa perwakilan Indonesia dengan berbagai jenis disabilitas turut berpartisipasi, dan berhasil menjadi juara.
Salah satu difabel yang tergabung dalam tim pemenang juara tiga E-Design se-Asia Pasifik adalah Echi Pramitasari, yang membagikan ceritanya di website resmi Bakti Komdigi. Setelah menjadi difabel di usia 16 tahun, dia mengaku sempat terpuruk dan kehilangan arah. Merasa tidak lagi memiliki pilihan selain mendekam di rumah.
“Bahkan, saya berpikir, jika saya bukan disabilitas, saya mungkin tidak akan mendapatkan banyak kesempatan seperti yang saya miliki sekarang,” tulisnya.
Tahun ini, Komdigi akan kembali melaksanakan pelatihan TIK bagi difabel. Untuk yang pertamakali setelah pandemik, pelatihan TIK bagi difabel tersebut akan kembali diselenggarakan secara offline. Sebagai langkah awal, Bakti Komdigi dan Yayasan Paradifa menyelenggarakan pelatihan TIK empat hari (24-27 Maret 2025) untuk administrator Sekolah Luar Biasa (SLB) dan organisasi difabel di Makassar. Sebanyak 75 peserta dari SLB dan aktivis difabel di Sulawesi Selatan, termasuk dari kabupaten Gowa, Maros, Takalar, dan Bulukumba, mengikuti pelatihan ini. Materi yang diberikan difokuskan pada keterampilan administrasi yang bermanfaat bagi SLB dan organisasi difabel. Setelahnya, Komdigi kembali akan melaksanakan pelatihan TIK di seluruh Indonesia.
“Pelatihannya sangat bermanfaat, kami belajar membuat proposal yang menarik dan efektif, terutama dalam hal kemitraan. Saya belajar banyak hal baru, seperti paket-paket ajakan kemitraan yang sebelumnya belum saya ketahui,” ujar Rahmat, salah satu peserta, dalam wawancara dengan Solidernews (27/03/2025).
Sejumlah pelatihan yang akan dilaksanakan pada tahun ini oleh Bakti Komdigi bersama Paradifa adalah digital Tools, desain 2D, E-Commerce, content creator, digital office, digital marketing, dan public relation. Pelatihan yang akan dilaksanakan terbagi menjadi dua. Yaitu digital camp, di mana pendaftarannya dibuka pada 20 Maret sampai dengan 17 April 2025, & Kompetisi TIK, yang pendaftarannya dibuka pada 20 Maret sampai dengan 17 Mei 2025.
Meskipun begitu, program-program pemerintah yang berusaha untuk mengikis gap pengetahuan dan akses bagi difabel dan masyarakat non difabel harus terus dievaluasi dengan serius. Anggaran yang digunakan dalam setiap program, tentu saja, tidak sedikit. Dengan evaluasi dan monitoring yang ketat, diharapkan kita dapat memastikan seluruh program tersebut benar-benar dibuat untuk kepentingan difabel, bukan sekadar ajang menghabiskan anggaran. Kedepannya, jauh lebih bagus, jika Komdigi bekerjasama dengan organisasi difabel dalam menyelenggarakan pelatihan-pelatihan yang diperuntukkan bagi difabel. Agar pelatihan berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip inklusif, dan bisa menjawab fenomena di lapangan.[]
Reporter: Nabila May
Editor : Ajiwan









