Views: 34
Pendampingan KPSI Solo Raya bukan Hanya Kepada Survivor Tetapi juga
Solidernews.com – Selama ini kerja-kerja perawatan nyaris tidak dilihat sebagai sebuah sistem yang bernilai guna. Bahkan ia dinafikan keberadaannya. Pun kalau misalnya ada, ia hanya distempel sebagai pelengkap saja. Padahal_ kali ini kita berbicara tentang caregiver_kehadiran seorang caregiver di samping difabel mental psikososial sangatlah urgen.
Saya akan membatasi kali ini caregiver yang datang dari keluarga difabel sendiri, yakni mereka yang hidup secara bersama-sama dalam sebuah keluarga yang memiliki nilai dan sistem. Disinilah letak arti penting caregiver karena perannya tidak hanya sebagai pendamping tetapi juga yang sangat diharapkan untuk menjadi garda pertama ketika difabel mental psikososial mengalami relaps atau kekambuhan.
Dalam persoalan pendekatan medis, kebutuhan rehabilitasi farmakologi bagi difabel mental psikososial sangat diperlukan. Dalam hal ini caregiver yang bersangkutan kemudian. biasa disebut Pendamping Minum Obat (PMO). Caregiver menjelma menjadi support system yang keberadaannya diperlukan oleh difabel.
Selama ini ketika membicarakan tentang difabel invisible dalam hal ini mental psikososial, jarang sekali mereka menyentuh aspek caregiver itu sendiri. Padahal kehadiran mereka urgen dan sangat perlu untuk dilakukan penjangkauan terkait kapasitas yang mereka miliki. Itulah yang menjadi unek-unek salah seorang peserta tamu dari CBM dalam proyek visit GOOD Sigab beberapa waktu lalu. Di forum tersebut ia kaget sekaligus kagum sebab KPSI Solo Raya dalam paparan presentasi capaian selama ini juga menjelaskan bagaimana organisasi saat ini juga menyentuh aspek pendamping difabel/caregiver. Dalam presentasi tersebut ada penjelasan dokumentasi tentang kunjungan pengurus KPSI kepada orangtua difabel mental psikososial yang sedang sakit. Fithri Setya, ketua KPSI Solo Raya mengemukakan bahwa kunjungan dan support kepada caregiver agar lekas sembuh dari sakitnya itu penting sebab, jika tidak dilakukan maka si sakit bisa jadi lama sakitnya dan ketika lama, akan berdampak pada difabel mental yang didampingi yakni ia akan relaps atau mengalami kekambuhan. Jadi untuk mencegah hal-hal negatif akibat dampak sakit caregiver tidak berlanjut, dukungan pun juga diberikan kepada Caregiver.
Caregiver juga Dilibatkan Pelatihan-Pelatihan Support System dan Produksi
Selain itu, KPSI Solo Raya juga selalu melibatkan caregiver dalam pelatihan support system seperti yang pernah dilakukan dalam kerja sama dengan sebuah universitas di Yogyakarta. Caregiver diberi pengetahuan bagaimana Psychological First Aid atau pertolongan pertama psikologis atau bantuan awal ketika seseorang mengalami masa-masa sulit. Terkhusus caregiver yang memiliki survivor adalah bagaimana mencegah kondisi supaya tidak relaps/kambuh dan bagaimana, hal awal apa yang harus dilakukan ketika survivor mengalami kekambuhan.
Caregiver juga dilibatkan dalam pelatihan-pelatihan produksi seperti yang dilakukan kepada keluarga Dea. Jadi Dea ini survivor di KPSI Solo Raya yang memiliki usaha kecil berupa warung makan yang menjual makanan saji. Pelatihan-pelatihan yang dilakukan kepada Dea juga diikuti oleh ibunya sehingga mereka bekerja sama dalam mewujudkan produktivitas.
Bentuk supporting lainnya dari caregiver untuk peningkatan perekonomian juga dilakukan oleh suami Tumiyatun, seorang survivor skizofrenia. Suami selama ini bertindak sebagai penjual dan pengantar makanan saat perempuan biasa dipanggil Tumi ini mendapatkan order pemesanan. Penjualan kue-kue yang diproduksi sendiri oleh Tumi selain dilakukan dengan sistem pre-order (PO), juga beli di tempat. Bersama Dea kawan-kawan survivor lainnya, Tumi mendapat tempat, wahana berjualan di program “Juminten Dodolan” yang dimiliki oleh Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arif Zainudin Surakarta yang rutin diselenggarakan setiap bulan. Selain itu, mereka juga menggelar dagangan di lingkungan tempat tinggalnya.
Sebuah catatan, pelibatan caregiver yang lebih pada dukungan, terutama mereka para survivor yang memiliki sektor produksi. Sedangkan caregiver akan bekerja lebih intens lagi tatkala penyintas belum pulih benar atau dalam keadaan relaps. Catatan kedua adalah adanya beberapa kasus survivor yang menjadi caregiver bagi orangtuanya. Salah satunya yakni Agus, survivor skizofrenia yang tinggal di Sukoharjo ini telah bertahun-tahun menjadi caregiver bagi sang ibu yang mengalami penyakit diabetes mellitus dan stroke. Bahkan Agus rela meninggalkan pekerjaannya di luar kota lantas pulang kampung dan merawat ibunya. Ia bukan tidak memiliki keluarga yang lain tetapi kakak dan adik-adiknya yang tinggal di luar kota memiliki dukungan tersendiri yakni membiayai perawatan dan pengobatan Agus dan ibunya. Agus sendiri memiliki usaha warung kelontong untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Hingga di tahun 2021 lalu sang ibu meninggal dunia.
Untuk hal-hal kegiatan di luar rumah seperti gathering atau kopdar, pelatihan-pelatihan advokasi atau saat dilakukan perform seni atau pameran misalnya, para survivor KPSI Solo Raya banyak yang bisa melakukannya secara mandiri. Seperti yang terjadi pada Hendra, survivor, yang caregiver-nya tinggal di lain tempat/rumah. Secara sehari-hari Hendra hidup mandiri dengan berjualan secara online. Caregiver memberikan dukungan dari jarak jauh dan menurut Hendra yang paling penting adalah selalu adanya komunikasi, jadi ketika ada suatu kepentingan atau keperluan maka caregiver mudah dihubungi. Maka menurutnya, dengan cara berkomunitas maka ia memiliki lebih banyak teman yang bisa “care” kepadanya, terbukti kapan pun ia ingin kopdar, bisa dilakukan sehingga tidak merasa tinggal sendirian.
Saat ini selain berjualan online, Hendra juga menjalin kerja sama dengan sesama survivor, Dea, membuka kedai yang menjual makanan dan minuman dengan merek sendiri. Usaha yang belum lama dirintis ini mereka harapkan bisa jadi tumpuan ekonomi dan keberlanjutan hidupnya yang mandiri.[]
Reporter: Astuti
Editor : Ajiwan
Caregiver